LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
TIROSA ‘BARU’ : Melacak Jejak Monumen Kota Kupang [Seri #1] - Leko NTT

TIROSA ‘BARU’ : Melacak Jejak Monumen Kota Kupang [Seri #1]

Oleh: Yedida Letedara*

Kota Kupang sekarang tengah ramai-ramainya. Hiruk-pikuk kendaraan dan orang-orangnya semakin terasa. Seiring dengan perkembangannya, saya yang tumbuh dan tinggal di kota Kupang melihat banyak perubahan terjadi di kota ini, mulai dari infrastruktur hingga masyarakatnya. Tidak ketinggalan juga tempat-tempat dan monumen terus dipugar menjadi seperti baru. Salah satunya adalah Monumen Tirosa.
Monumen Tirosa sesudah renovasi (8/9/2019). Foto: Yedida Letedara
Hampir setiap hari saya menempuh perjalanan ke kampus, melintasi Jalan Bundaran PU. Monumen Tirosa yang mungkin sudah biasa dilihat, kini menjadi tidak biasa lagi.

Beberapa sumber mengatakan, Monumen Tirosa dibangun pada tahun 1995, di masa pemerintahan Bupati Paul Lawa Rihi. Saat itu, Kabupaten Kupang memiliki wilayah yang luas, mulai dari Pulau Timor sampai Pulau Semau, Pulau Rote dan Pulau Sabu. Abreviasi dari kondisi geografis inilah yang menjadi TIROSA. Timor, Rote, Sabu.

Selain itu, tokoh-tokoh yang menjadi ikon monumen tersebut adalah tiga orang yang berasal dari Timor, Rote dan Sabu. Mereka adalah H.R. Koroh, (Raja Amarasi, Timor), Prof.Dr.Ir. Herman Johannes (lahir di Pulau Rote, rektor UGM Yogyakarta 1961-1966) dan Mayjen.TNI El Tari (lahir di Pulau Sabu, Gubernur NTT periode 1966-1978).

Luasnya wilayah dan keberagaman etnis inilah yang membuat Kabupaten Kupang membutuhkan sebuah semboyan yang bisa menyatukan. Maka lahirlah semboyan TIROSA BERSATU, akronim dari Tekun, Ibadah, Rukun, Objektif, Setia, Adil, Bersih, Elok, Rapih, Sehat, Aman, Tertib, Utuh.
Semangat besar itu lalu diwujudkan dalam bentuk monumen yang digagas oleh Bupati Paul Lawa Rihi, dan dibuat oleh seorang artis senior Christian Ngefak. Monumen ini dibangun di bundaran yang kita kenal dengan Bundaran PU, karena lokasinya dekat dengan Kantor PU Kabupaten Kupang waktu itu (sekarang sudah menjadi pusat perbelanjaan Hypermart).
Monumen Tirosa saat dalam proses renovasi, Oktober 2018. Foto: Yedida Letedara.
Sebelum direnovasi seperti sekarang, tempat ini dulu dijadikan tempat berkumpul anak-anak SMP, dan juga area untuk jogging pagi. Di bawah patung ini penuh dengan coretan-coretan dan tanaman yang tumbuh di sekitarnya pun kurang terawat.

Proses renovasi patung ini  sontak mengundang banyak kontroversi. Pohon-pohon  harus ditebang dan diganti dengan beton-beton. Banyak masyarakat beranggapan hal ini merusak lingkungan, demi sebuah ikon keindahan baru di Kota Kupang. Bentuk ketidaksetujuan ini hadir dalam kiriman facebook, instagram, hingga baliho protes dari sejumlah lembaga pemerhati lingkungan, seperti WALHI NTT.

Pada tanggal 06 November 2018, melalui akun instagram-nya, WALHI NTT memuat protes tentang penebangan pohon dengan alasan pembangunan. WALHI NTT menilai hal tersebut melanggar pasal 14 dan Perda Kota Kupang No. 7 Tahun 2000 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Kupang.

Setelah direnovasi, area sekitar monumen ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk menyelenggarakan berbagai acara, mulai dari konser hingga acara keagamaan. Seperti konser musik GMIT Benyamin Oebufu dalam rangka menyambut paskah pada bulan April dan pawai menyongsong Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1941 pada bulan Maret yang lalu.

Monumen Tirosa sebelum renovasi, Juli 2018. Tampak dikelilingi oleh pepohonan. Foto: Enold Amaraya/PK.
Banyak masyarakat kota Kupang juga berlomba-lomba datang ke tempat ini untuk sekedar mengambil foto dengan kamera handphone maupun kamera profesional. Taman di sekitar patung ini juga sering dimanfaatkan oleh komunitas-komunitas motor untuk berkumpul di malam hari, terlebih di malam minggu.

Pemandangan lain yang tidak kalah menarik di sini yaitu mobil dan motor yang menjajakan minuman dan makanan pada malam hari. Mobil dan motor-motor ini dimodifikasi menyerupai warung kopi, dilengkapi dengan pemanas air dan juga menyediakan alas duduk bagi para pengunjung yang datang. Bukan hanya itu saja ada pula penjual kopi yang sambil berjualan juga mengumpulkan donasi berupa baju bekas dan Alkitab yang dapat ditukar dengan segelas kopi panas.
Penjaja Kopi Keliling sedang melayani pelanggan di sekitar monumen. Foto: Yedida Letedara.
Di sekitar monumen ini juga dibangun taman-taman kecil yang dilengkapi berbagai fasilitas seperti tempat duduk, tempat sampah, lampu taman dan setapak untuk jogging. Namun sangat disayangkan karena masih banyak sampah berserakkan di sekitar tempat ini, sampah bungkusan makanan maupun cup kopi bekas. Padahal jika diperhatikan dengan baik, jarak tempat sampah sangat mudah dijangkau dan sudah dipisahkan menurut jenis-jenis sampahnya. Tempat ini memang dapat diakses siapa saja namun bukan berarti sampah yang dihasilkan pun tidak menjadi tanggung jawab kita. Taman dan patung ini akan terjaga dan terawat jika dibarengi kesadaran bersama dalam menjaganya.

Awet terus Monumen TIROSA.


Yedida Letedara, lahir di Kupang. Saat ini kuliah di Prodi Ilmu Komunikasi Unwira. Anggota Organisasi KOPHI dan Komunitas Film Kupang. Sedang belajar tentang perfilman dan mendalami dunia kepenulisan. Dapat dikunjungi di instagram @yediletedara atau di blog pribadinya, Jejak Jedi.

Sumber:
https://baomongkupang.wordpress.com
- Akun Instagram WALHI NTT

Related Posts:

1 Response to "TIROSA ‘BARU’ : Melacak Jejak Monumen Kota Kupang [Seri #1]"