Kupang, LekoNTT.com – Acara Babasa (Baomong dan Baca Sastra)
kembali digelar di Aula F-Square, Jln. Shopping Center, Oebobo, Kota Kupang pada
Sabtu (12/7/2019). Acara dengan label Babasa
merupakan wadah bagi para pegiat dan penikmat sastra yang sudah dijalankan
sebanyak 14 kali. Tujuannya, mendiskusikan dan mengkaji berbagai karya sastra,
khususnya buah pikir atau karya dari para pegiat sastra di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Ardy Milik, salah satu relawan Babasa XIV, masalah
penerbitan buku, keikutsertaan dalam even sastra lokal, nasional dan internasional
bukanlah sebuah ukuran kreativitas sastra, khususnya dalam regenerasi dari masa
ke masa. Tetapi di lain sisi, hal yang ingin ditonjolkan wadah ini adalah
merubah konsep atau persepsi orang tentang NTT.
“Selama ini orang NTT selalu dinilai sebagai yang
terbelakang. Padahal di NTT juga ada kreativitas sastra seperti di belahan bumi
pertiwi lainnya, bahkan beberapa tahun terakhir khazanah sastra Indonesia
diwarnai oleh para sastrawan muda NTT berprestasi,” kata Ardy.
Babasa XIV merupakan hasil kerja sama antara Coloteme Art’s Movement, Komunitas Penulis
Kompasiana Kupang-NTT (Kampung NTT), Komunitas Leko Kupang, Komunitas Sastra
Dusun Flobamora, Komunitas Film Kupang (KFK) dan Aspira (Komunitas Sastra
Universitas Muhammadiyah Kupang).
![]() |
Kiri-Kanan: Herman Efriyanto Tanouf, Siti Hajar, Amir Kiwang, Abu Nabil Wibisana dalam diskusi buku cerpen Menyudahi Kabair |
Kali ini, buku yang didisuksikan adalah Menyudahi Kabair, kumpulan cerpen karya
Sayyidati Hajar, diterbitkan oleh IRGSC Publisher, 2019. Hadir sebagai
pembicara, Abu Nabil Wibisana (Penulis dan editor Penerbit Dusun Flobamora) dan
Amir S. Kiwang (Dosen Universitas Muhammadiyah Kupang).
Sedangkan Margareth Heo (aktivis perempuan), salah satu pembicara yang dijadwalkan tidak sempat hadir karena sakit. Babasa XIV dipandu oleh Manuel Alberto Maia, sutradara film dari KFK dan diskusinya dimoderatori langsung oleh Koordinator Komunitas Leko Kupang, Herman Efriyanto Tanouf.
Sedangkan Margareth Heo (aktivis perempuan), salah satu pembicara yang dijadwalkan tidak sempat hadir karena sakit. Babasa XIV dipandu oleh Manuel Alberto Maia, sutradara film dari KFK dan diskusinya dimoderatori langsung oleh Koordinator Komunitas Leko Kupang, Herman Efriyanto Tanouf.
![]() |
Beberapa sketsa oleh Armando Soriano |
Menariknya, dalam acara ini ada live sketch dari Armando Soriano (seniman) yang menggambarkan
situasi Babasa. Ada juga live music
dari Rema dan Gospel. Lagu-lagu yang dibawakan pun memuat isu tentang
perempuan.
![]() |
Gospel dan Rema saat tampail di sela-sela diskusi buku Menyudahi Kabair |
Menyudahi Kabair memuat 12 cerpen karya perempuan yang akrab
disapa Siti Hajar. Manarik bahwa seorang perempuan Timor menulis tentang
perempuan dengan mengedepankan latar di Timor.
“Siti mengambil gaya yang sangat realis. Di sini ada Oe Ekam,
ada Noebanu, ada Gua Monyet, lokasi-lokasi yang dapat kita rujuk dalam
kehidupan nyata,” ungkap Abu Nabil Wibisana.
Selanjutnya, Abu Nabil juga mengatakan kalau penulis mencoba mengungkapkan sesuatu tidak dengan abstrak. Merujuk pada lokasi-lokasi tersebut, para pembaca seolah diajak untuk ‘masuk dalam’ suasana para tokoh cerpen yang sedang dinikmatinya.
Selanjutnya, Abu Nabil juga mengatakan kalau penulis mencoba mengungkapkan sesuatu tidak dengan abstrak. Merujuk pada lokasi-lokasi tersebut, para pembaca seolah diajak untuk ‘masuk dalam’ suasana para tokoh cerpen yang sedang dinikmatinya.
![]() |
Beberapa peserta tampak khusyuk mengikuti diskusi |
Pembicara lain, Amir Kiwang pun menuturkan hal yang sama. “Cerpen-cerpen
ini bicara soal tradisi dan kearifan lokal NTT, khususnya Timor. Tapi kadang,
adat membuat kita terpinggirkan. Berapa banyak perempuan yang menderita karena
(adat) itu?” kata Amir.
Sementara Siti Hajar, mengaku memilih Menyudahi Kabair dari salah satu cerpennya sebagai judul kumcer perdananya.
Kabair yang secara umum dimaknai
sebagai ‘dosa besar’ memang seolah-olah hanya berlaku bagi kaum perempuan saja.
Namun, sebetulnya untuk kaum laki-laki juga.
![]() |
Situasi diskusi buku Menyudahi Kabair dalam acara Babasa XIV |
Bila ditinjau dari isi cerpen tersebut, penulis menyoroti
perempuan dengan sudut pandang orang pertama tunggal (aku) sebagai ‘pendosa
berat’ (perempuan malam). Dosa itu tentunya terjadi setelah adanya kesepakatan
antara perempuan dan laki-laki.
Artinya, itu dosa bersama walaupun terjadi
seolah hanya karena perempuan. Maka, ‘aku’ sebagai perempuan Timor yang lemah
pada akhirnya harus berani bangkit dan memilih menyudahi dosa itu tanpa campur
tangan laki-laki. Di balik kelemahan, tersembunyi kekuatan.
![]() |
“Mari, kita sudahi bersama, itu tu dosa besar. Perempuan
itu tidak seharusnya demikian. Perempuam itu harus seperti tokoh (dalam cerpen)
Menyudahi Kabair, dia punya kekuatan,”
tutur Siti kepada Leko NTT usai bedah buku.
Penulis: Weren Taseseb
Keren...mudah dipahamai ulasannya...
BalasHapus