LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Archive for April 2022

Membaca Perilaku Politik Penguasa

Oleh: Ardy Milik*

Ilustrasi: Kompas

Situasi Negara bangsa hampir melewati terpaan badai Covid-19. Kondisi ekonomi terpuruk. Kondisi kesehatan dasar menjadi isu serius. Belum selesai dengan Covid, kelangkaan minyak goreng menjadi persoalan yang mengemuka. Bahkan, menteri perdagangan dalam rapat bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI menyatakan tidak sanggup mengatasi langkanya minyak goreng di pasaran.

Dalam situasi ini, santer berhembus isu perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Tidak tanggung-tanggung perpajangan masa jabatan ini, disambut dengan deklarasi relawan pendukung, barisan kepala desa yang siap mengusung dan pernyataan beberapa ketua partai yang menguatkan sinyalemen akan adanya pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar Pasal 7 untuk memuluskan jalan menuju perpanjang masa jabatan Presiden.

Berbagai dalih pembenaran mengenai alasan mendasar mengapa harus ada perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode, di antaranya: Pertama, Negara baru saja mengalami pandemi Covid-19 yang menguras banyak anggaran belanja Negara sehingga pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan sesuai jadwal 24 Februari 2024, menguras kas Negara; Kedua, pembangunan Ibu Kota Negara baru sementara berlangsung, maka butuh lebih banyak waktu bagi Presiden sekarang untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai; Ketiga, rakyat masih menginginkan Presiden sekarang berkuasa.

Argumen yang terbangun ini jelas terlihat tidak masuk akal (falacia nallar). Pembenaran demi melanggengkan kekuasaan mesti dilihat sebagai ketidakmampuan untuk menjalanankan amanah selama masa berkuasa. Tendensi absolutis kekuasaan selalu bermanifestasi dalam bentuk tirani yang lebih mengutamakan stabilitas kekuasaan, pembungkaman terhadap suara kritis dan orientasi kapital pada segelintir orang dalam lingkaran kekuasaan.

Dalih-dalih Irasional

Dalih kekurangan anggaran tidak memadai dijadikan sebagai alasan untuk memperpanjang masa jabatan. Konstitusi harus ditegakkan demi menjamin keberlangsungan reformasi yang telah diperjuangan pada 34 tahun lalu. Bila keterbatasan anggaran dijadikan sebagai alasan, mengapa pembangunan Ibu Kota Negara baru yang memakan banyak biaya hingga membutuhkan investor begitu cepat dicetuskan legislasi yang mengaturnya bahkan sekarang telah dimulai pembangunannya? Alasan lain yang kemudian muncul, pembangunan Ibu Kota Negara baru sedang berlangsung sehingga Presiden sekarang harus menyelesaikan mega proyek yang sedang diprakarsainya.

Bila Presiden sekarang meyakini pembangunan Ibu Kota Negara demi tujuan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, maka ia pun harus mengamini bahwa penggantinya dapat menjalankan amanah yang telah dirintisnya.

Dalam prahara pandemi, kita dikejutkan dengan pemindahan Ibu Kota Negara ke tempat yang baru. Pemindahan yang terkesan dipaksakan. Undang-undang yang ngebut dalam pengesahan dan penolakan masif dari berbagai pihak karena tinjauan yang belum matang terkait urgensi pemindahan Ibu Kota Negara. Ironi. Situasi paradoksal ini membuktikan bahwasanya pemindahan Ibu Kota Negara belum mendesak ketika situasi krisis sosial kemasyarakatan dasar belum sepenuhnya berhasil ditangani oleh Negara.

Pemindahan Ibu Kota yang didasari argumen; daya dukung kota yang tidak layak, sulitnya akses terhadap air bersih, polusi udara, kepadatan penduduk makin meninggi dan demi menciptakan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Sekian argumen ini, tidak menghadirkan rakyat sebagai pemilik sah republik ini dalam diskursus pemindahan Ibu Kota Negara.

Lahan Ibu Kota Negara yang baru sekarang berdiri di atas sekian konsensi perkebunan, perusahan tambang, wilayah pertanian, kawasan hutan lindung dan produksi serta kawasan pemukiman warga. Apakah aspek keberlanjutan lingkungan telah menjadi pertimbangan dalam pemindahan Ibu Kota Negara yang baru? Jika persoalan ketimpangan ekologis di Ibu Kota yang lama masih terus berlarut tanpa ada penyelesaiannya, tentu ada kemungkinan bahwa perpindahan Ibu Kota yang baru akan melahirkan krisis lingkungan yang baru.

Dalam laporan yang dirilis oleh JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) mengenai perpindahan Ibu Kota Negara tahun 2019 dikemukakan bahwa korporasi industri ekstraktif-lah yang akan mendapat untung besar dari pemindahan ibu kota Negara dengan konsep ganti rugi. Lokasi tempat Ibu Kota Negara berdiri di Kalimantan Timur ini bertempat di atas konsensi industri oligarki multinasional, yang berkaitan erat dengan lingkar kekuasaan saat ini.

Masyarakat adat pun terancam disingkirkan dari wilayah aslinya, ancaman pada bentangan infrastruktur ekologis dan potensi korupsi dalam konsesi tukar guling lahan.

Mengenai dalih rakyat masih menginginkan Presiden sekarang berkuasa. Kenyataannya, tidak ada bukti valid menunjukan rakyat yang mana yang menginginkan Presiden memperpanjang masa jabatannya. Kelas sosial manakah yang masih memimpikan pelanggengan masa jabatan. Klaim soal big data itu hingga kini belum mampu dibuktikan. Untuk menjamin adanya dukungan dari masyarakat setidaknya membutuhkan dukungan dari 51% jumlah daftar pemilih tetap yang mendukung adanya perpanjangan masa jabatan. Tetapi kembali lagi untuk menyerap aspirasi dan mengadakan survey dibutuhkan pembiayaan yang hampir sama besarnya dengan penyelenggaraan pemilu.

Kehendak Berkuasa

Perpanjangan masa jabatan Presiden merupakan perwujudan dari kehendak berkuasa, yang berusaha untuk tidak dibatasi oleh yurisdiksi yang baku. Dalam isu perpanjangan masa jabatan tidak ada keberpihakan soal masyarakat marginal yang paling banyak mendapat dampak dari nafsu berkuasa. Hanya kehendak untuk menyatakan diri sebagai yang unggul sehingga dibuat seolah layak untuk mendapat tempat sekali lagi di tampuk kekuasaan.

Opini-opini yang terus direproduksi oleh barisan pengusung perpanjangan masa jabatan, menjelaskan bahwa pelanggengan kekuasaan lebih diutamakan dalam menjalankan pemerintahan daripada menyelesaikan persoalan-persoalan struktural yang masih mendera Negara ini dari generasi ke generasi. Persoalan itu seperti korupsi, kemiskinan, pengrusakan lingkungan, perdagangan orang, kekerasan terhadap perempuan dan anak, perampasan lahan, dan gizi buruk.

Sejarah telah membuktikan, pemusatan kekuasaan hanya pada segelintir orang cenderung menciptakan tirani. Orientasi tirani dalam menjalankan pemerintahan bukan saja melanggengkan kekuasaan-melainkan menciptakan struktur yang dengan leluasa menguasai sejumlah sumber-sumber material untuk akumulasi kekayaan. Dalam penciptaan ini, tirani akan bergandengan tangan dengan oligarki untuk menguasai sumber-sumber daya material yang dapat dieksplorasi sebagai sumber dana penyokong jalannya kekuasaan dan terbangunnya imperium bisnis.

Menjelang akhir masa jabatan ini, hendaknya Presiden dan barisan pendukungnya memfokuskan diri pada agenda-agenda kebijakan yang belum selesai dilaksanakan selama masa jabatannya.

Demi mencapai target sesuai dengan pencanangan kebijakan yang mengupayakan kesejahteraan rakyat. Memenuhi janji-janji kampanye yang belum terlaksana daripada fokus pada isu perpanjangan jabatan. Tendensi seperti ini hanya  menampakan tamaknya rezim dalam melanggengkan kekuasaannya.

Pada akhirnya, membaca perilaku politik penguasa adalah dengan melihat intensi di balik setiap momentum yang diciptakannya. Apa tujuan di baliknya. Tentu bukan sekadar isu yang dihembuskan tanpa tujuan sebenarnya. Mobilisasi aktor-aktor pemangku kepentingan untuk menyebarluaskan isu tiga periode mesti dibaca sebagai upaya mengukuhkan digdaya kekuasaan.

Ada tujuan yang lebih besar di balik kenampakan yang tidak terbaca. Kalau kita hanya membaca kenampakan permukaan, maka selamanya kita akan termakan dengan dalil dan jargon.  Meski, kenampakan di luar adalah demi kemaslahatan bersama, tetapi sejauh pengalaman-orasi-orasi basi ini hanyalah upaya merebut simpati untuk mencapai tujuan sebenarnya; mempertahankan kekuasaan demi akumulasi kapital sebagian kelas. Mengkritisi entitas kekuasaan adalah tanggung jawab dari semua masyarakat yang berpikir, agar dalam menjalankan kekuasaan tidak memakai logika perampasan tetapi menggunakan logika kerakyatan yang mengedepankan kebaikan bersama dalam pengejawantahannya.***

*Penulis: Alumnus Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandira-Kupang

Related Posts:

Antibodi Masyarakat Indonesia Capai 99,2 Persen, Epidemiolog: Kita Tidak Bisa Euforia


Epidemiolog asal Griffith University Australia Dicky Budiman. (Foto: MI/ Dok. Pribadi)

LekoNTT.comPemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) kembali melakukan penelitian antibodi tubuh terhadap virus (Sero survei)pada Maret 2022 lalu. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengambil kebijakan dalam menghadapi Lebaran tahun 2022 di tengah pandemi Covid-19. Hasil survei menunjukkan antibodi masyarakat Indonesia meningkat menjadi 99,2 persen.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan tertulis, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (18/04/2022). Menkes mengungkapkan capaian tersebut dalam Rapat Terbatas mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo.

“Bisa disampaikan bahwa kadar antibodi masyarakat Indonesia naik menjadi 99,2 persen. Artinya, 99,2 persen dari populasi masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi, bisa itu berasal dari vaksinasi maupun juga berasal dari infeksi,” ujar Menkes.

Sebelumnya, pada Desember 2021 pemerintah telah melakukan Sero survei dan menunjukkan bahwa sekitar 88,6 persen dari masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi. “Kalau di bulan Desember kita lakukan Sero survei ordenya masih di angka ratusan titer antibodinya sekitar 500-600, di bulan Maret ini ordenya sudah di angka ribuan, sekitar 7.000-8.000. Ini menunjukkan, bukan hanya banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi tapi kadar antibodinya tinggi.”

Berdasarkan hasil survei ini, Menkes menambahkan, pemerintah meyakini dengan titer antibodi yang tinggi tersebut akan mengurangi risiko akibat COVID-19. “Kalau nanti diserang virus, daya tahan tubuh bisa cepat menghadapinya dan mengurangi sekali risiko untuk masuk rumah sakit, apalagi risiko untuk wafat. Itu yang menyebabkan kenapa kami percaya, pemerintah, bahwa insyaallah Ramadan kali ini, mudik kali ini bisa berjalan dengan lancar tanpa membawa dampak negatif kepada masyarakat kita,” tandasnya.

Meskipun antibody masyarakat Indonesia menunjukan grafik meningkat, bukan berarti masyarakat mengabaikan protokol kesehatan. Masyarakat tetap diimbau untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker.

Ahli epidemiologi asal Griffith University Australia Dicky Budiman meminta masyarakat untuk tidak berueforia dengan adanya hasil survei. “Kita tidak bisa euforia. Harus tetap berhati-hati, tetap waspada merespons data (sero survei) ini, katanya seperti dilansir Kompas.com pada Sabtu (23/4/2022).

“Oleh karena itu, harus tetap ada sikap kehati-hatian dalam mencegah peningkatan kasus. Bicara konteks Indonesia, 1 persen Indonesia itu sudah jutaan. Ini artinya sudah mengerucut pada kelompok yang paling rawan,” sambungnya.

Menurutnya, hasil survei tersebut sebagai akibat dari vaksinasi dan infeksi. Untuk itu, program vaksinasi harus tetap digencarkan agar mayoritas antibodi yang terbentuk disebabkan vaksin Covid-19, dan bukan infeksi. “Saya lebih meletakkan dasar imunitas ini pada upaya yang berbasis vaksinasi bukan terinfeksi. Oleh karena itu, akselerasi booster dan dosis dua tentu harus dijaga, jangan sampai terjadi euforia akibat adanya rilis data yang seperti ini.” (red)

Related Posts:

SkolMus Kembali Hadirkan Pameran Arsip Publik Merekam Kota 2022


Pameran Arsip Publik Merekam Kota 2020. (Foto: SkolMus)

Kupang, LekoNTT.com – Sekolah Musa (SkolMus) berencana kembali menggelar Pameran Arsip Publik Merekam Kota di Kota Lama, Kota Kupang pada bulan Oktober mendatang. Sebelumnya, pada tahun 2020 lalu Program Pengarsipan Publik Merekam Kota: Memori, Ruang, Imajinasi mengumpulkan 1.500 arsip.

Dari total arsip tersebut, sebanyak 150 arsip dipilih dan dipamerkan di Pabrik Es Minerva dalam Pameran Arsip Publik Merekam Kota pada 17-31 Oktober 2020. Pameran ini dikunjungi oleh lebih dari 1.200 pengunjung.

Merlinda Santina Ximenes, salah satu Staf Program Merekam Kota kepada Leko NTT mengatakan, program pengarsipan dua-tahunan ini kembali hadir dengan tema Ruang Berkumpul. Merekam Kota 2022 akan mendokumentasikan perubahan sosial pada berbagai ruang dan dari berbagai posisi pandang serta rasa para pengguna ruang kota.

Kali ini, Merekam Kota akan mengeksplorasi rupa-rupa Ruang Berkumpul dan metamorfosisnya dengan meletakkan simpul utama di Kota Lama, Kupang. Berbagai realitas hari ini dan memori-memori masa silam tentang me-ruang dan me-ngumpul menjadi bingkai Program Pengarsipan Publik Merekam Kota 2022,” katanya.

Di lain pihak, Ifana Tungga, Manager Program Merekam Kota 2022 melalui keterangan tertulis mengatakan, program tersebut dilaksanakan dengan mengumpulkan berbagai arsip dari keluarga-keluarga. Arsip dimaksud seperti foto, video, audio, dokumen maupun sejarah lisan yang berkaitan dengan sejarah Kota Kupang dan disajikan kepada publik dalam bentuk pameran arsip.

Sejak awal, Merekam Kota berjalan dengan spirit partisipasi publik. Mulai dari proses pengarsipan, pencarian informasi, persiapan pameran, hingga saat pameran berlangsung, publik memiliki peran yang penting untuk melakukan gerakan bersama Merekam Kota,” katanya.

Melalui Merekam Kota 2022, ia pun mengajak publik untuk berpartisipasi memberikan donasi lewat laman kitabisa.com/ruangberbagimk22. Donasi yang diberikan akan dimanfaatkan untuk memperlancar berbagai proses persiapan hingga pelaksanaan pameran. Dukungan yang diberikan sangat penting agar Merekam Kota dapat terus membagikan cerita penjelajahan ruang dan waktu tentang Kupang.

Informasi selengkapnya terkait Merekam Kota dan donasi dapat dilihat lewat website merekamkota.org, dan juga dari akun Instagram @memoriruangimajinasi. (red)

Baca juga artikel lain tentang Merekam Kota DI SINI

Related Posts:

Berniat Mendukung Demo Mahasiswa, Ade Armando Malah Dipukul Hingga Berlumur Darah

Ade Armando usai dipukul sekelompok massa aksi. (Foto: Taufik Idharudin)

Jakarta, LekoNTT.com - Penggiat media sosial Ade Armando babak belur dipukul sekelompok massa aksi dalam demonstrasi mahasiswa di gedung DPR/MPR RI pada Senin (11/4/2022). Berbagai foto dan video Ade Armando dengan wajah lebam dan berlumuran darah beredar luas di media sosial. Selain dipukul, celana Ade pun dilucuti dan nyaris ditelanjangi.

Sebelumnya, Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) itu berada di depan kompleks Gedung DPR/MPR RI saat demonstrasi digelar. Ia mengaku tak berniat ikut dalam demonstrasi, tetapi hadir untuk memberi dukungan moril dalam aksi demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa (BEM SI).

Ade sendiri menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo. "Saya tidak ikut demo, saya mantau dan ingin mengatakan saya mendukung (aksi demonstrasi, red)," kata Ade kepada sejumlah wartawan di kompleks Gedung DPR/MPR RI sebelum dipukul.

Dalam video yang dipublikasikan Asumsi dalam akun Twitter resmi @asumsico, Ade pun mengkritisi BEM yang terpecah menjadi beberapa aliansi. "Saya dengar sih katanya BEM SI pecah ya? Ada dua, BEM SI Rakyat Bangkit dan BEM SI Kerakyatan. Yang turun ini cuma Rakyat Bangkit. Sedih juga, kok bisa-bisanya aliansi BEM sampai pecah seperti ini."

Ia pun menyentil BEM Nusantara dan Aliansi Mahasiswa Indonesia. "Paling tidak sekarang ada lima aliansi, dan ini kayaknya gak sehat buat demokrasi Indonesia. Artinya gerakan mahasiswa tidak lagi menyatu, masing-masing punya patron." Ade khawatir, "sangat mungkin dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu. Mahasiswa harus sadar, mereka sangat mungkin ditunggangi."

Terkait pemukulan terhadapnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan memastikan bahwa Dosen Universitas Indonesia itu memang benar dipukul oleh sejumlah massa aksi demonstrasi. Polisi memastikan Ade mengalami luka parah.

"Iya benar dia mengalami pemukulan tetapi bukan oleh petugas oleh massa aksi juga kita belum tahu motifnya apa, apa penyebab dia dipukuli. Lukanya cukup parah ya," kata Zulpan pada Senin (11/4) seperti dilansir CNN Indonesia. (red)



Related Posts:

Bolehkah Umat Islam Divaksinasi Booster Saat Berpuasa?


Ilustrasi vaksinasi Covid-19. (Foto: Mario Tama)

Kupang, LekoNTT.com - Vaksinasi booster menjadi salah satu syarat untuk melakukan mudik Lebaran tahun 2022. Bagi umat Islam yang belum melakukan vaksinasi booster, bolehkah divaksinasi saat berpuasa?

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui akun Twitter resmi @KemenkesRI memperbolehkan vaksinasi booster bagi umat Islam selama masa puasa. "Semua vaksinasi COVID-19 baik primer maupun booster yang diberikan dengan injeksi intramuscular diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa," tulis @KemenkesRI pada Selasa (5/4/2022).

Kalau pemberian vaksinasi COVID-19 dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan karena kondisi fisik yang lemah, vaksinasi bisa diberikan saat malam hari. Ketentuan ini pun telah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Hukum Vaksinasi COVID-19 Saat Berpuasa.

Dalam Fatwa MUI tersebut, diputuskan beberapa ketentuan umum sebagai berikut: Pertama, vaksinasi adalah proses pemberian vaksinasi dengan cara disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut untuk meningkatkan antibodi guna menangkal penyakit tertentu. Kedua, injeksi intramuscular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.

Adapun ketentuan hukumnya, sebagai berikut: Pertama, vaksinasi COVID-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuscular tidak membatalkan puasa. Kedua, melakukan vaksinasi bagi umat Islam yang berpuasa dengan injeksi intramuscular, hukumnya boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dlarar).

Untuk memperlancar proses vaksinasi booster MUI merekomendasikan beberapa kebijakan, sebagai berikut:

Pertama, pemerintah dapat melakukan vaksinasi COVID-19 pada saat bulan Ramadhan untuk mencegah penularan wabah COVID-19  dengan memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang berpuasa.

Kedua, pemerintah dapat melakukan vaksinasi COVID-19 bagi umat Islam pada malah hari bulan Ramadhan jika proses vaksinasi pada siang hari saat berpuasa dikhawatirkan menyebabkan bahaya akibat lemahnya kondisi fisik.

Ketiga, umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah COVID-19.

Penulis: Alino A.


Related Posts:

Kemenkes: Penerima Vaksin Covid-19 Jenis Janssen Berhak Mendapatkan Booster


Ilustrasi Vaksin Janssen. (Foto: Ist).

Jakarta, LekoNTT.com - Janssen (J&J), salah satu jenis vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia diizinkan penggunaannya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Vaksin ini diberikan baru kepada kelompok usia 18 tahun ke atas.

Janssen juga menjadi vaksin Covid-19 pertama dengan dosis tunggal. Artinya, meski diterimakan satu dosis saja tapi dianggap sudah mendapat vaksin lengkap. Kebijakan ini pun telah diatur dalam Surat Edaran Dirjen P2P Nomor SR.02.06/II/1188/2022 tentang Penambahan Regimen Vaksinasi COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster), penerima vaksin Janssen (J&J) dapat memperoleh vaksinasi booster jenis Moderna.

“Bagi masyarakat yang sudah menerima vaksinasi COVID-19 dengan jenis vaksin Janssen (J&J), maka sudah terhitung memperoleh vaksinasi lengkap. Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan vaksinasi booster 3 bulan kemudian,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan seperti tertulis dalam rilis Kemenkes pada Jumat (8/4/2022).

Bagi Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki handphone, atau bahkan belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), mekanisme penerima vaksin booster masih bisa dibantu petugas secara manual dengan menunjukkan kartu vaksin yang dicetak. Vaksin Janssen (J&J) sendiri sudah terdaftar dalam sistem sebagai dosis 1 dan 2 di seluruh Kabupaten/Kota dan petugas bisa melakukan pengecekan di dashboard KPCPEN.

“Mekanisme pendataan vaksinasi melalui Pcare sampai saat ini tidak ada permasalahan apabila penerima vaksin Janssen (J&J) akan melakukan vaksinasi booster. Lalu untuk melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum, penerima vaksin Janssen (J&J) dianggap sama dengan pelaku perjalanan yang sudah mendapat dua dosis vaksinasi dengan jenis vaksin COVID-19 lainnya. Apabila belum mendapat booster maka dilengkapi dengan dokumen tes antigen negatif 1x24 jam atau tes PCR negatif dalam 3x24 jam terakhir,” ujar Setiaji ST, Chief of Digital Transformation Office Kemenkes.

Pemerintah terus meningkatkan cakupan vaksinasi ke seluruh warga Indonesia termasuk vaksinasi booster. Hingga hari ini (8/4) pukul 12.00 WIB, vaksinasi dosis 1 telah mencakup 197.313.563 (94,74%) masyarakat Indonesia, lalu dosis 2 mencakup 161.119.107 (77,36%) masyarakat Indonesia, dan cakupan dosis 3 berada di 25.945.875 (12,46%). (red)

Related Posts: