LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Archive for Maret 2023

Renungan Indonesia: Makna Intelijen Negara

Oleh: Dominggus Elcid Li*

Ilustrasi Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sumber foto: tangkapan layar Youtube. AM. 2023.





Mimpi menjadi orang merdeka memang tidak mudah. Di tahun 2023, sebagian orang sibuk berpikir soal bagaimana menjadi presiden 2024. Sebagian lagi untuk bertahan hidup saja saja sudah teramat sulit. Sebagian sudah terlanjur jadi tim sukses, jadi pejabat, mulutnya terkunci. Sebagian lagi, untuk makan saja harus merantau mencari kerja ke negeri orang. 

Dalam 5 tahun terakhir, Sr.Laurentina mencatat ia telah menerima 650 peti mati di bandara El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka semua pekerja migran. Berusaha hidup, tapi mati. Mereka tetap jadi orang yang kalah.

“Mungkin kami dianggap cuma pergi dan menjemput peti, tetapi di situ kami menemukan simpul jaringan kriminal,” kata Pdt.Emiritus Emmy Sahertian, salah seorang perempuan yang rutin menjeput jenazah di bandara. Di terminal cargo kemanusiaan diingatkan sekali lagi, bahwa mereka bukan lah sekedar barang yang pulang. Mereka manusia. Sebab pernah terjadi ada peti dibiarkan begitu saja lebih dari Tiga hari tanpa ada yang peduli.

Hingga hari ini peran kepolisan untuk mengusut terbatas. Peran Kepala Negara untuk melindungi warga negara juga lebih terbatas lagi. Jarang orang sekarang meletakan penderitaan rakyat sebagai titik pintu masuk. Orang sibuk dengan imajinasinya tentang masa depan. Entah investasi, entah jabatan. 

Sementara penderitaan tidak menjadi bahan refleksi. Apalagi menjadi titik masuk untuk mencari jalan keluar. Sudah lama rakyat kita yatim piatu. Sudah lama pemimpin-pemimpin Indonesia tenggelam dalam egonya sendiri dan tidak mampu menemukan prioritas.

“Orang di Indonesia harus tahu lah, ya pasti tahu lah, apa yang kalian buat di Indonesia, dampaknya untuk kita di sini itu luar biasa,” kata Hermono Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia ketika menjawab pertanyaan wartawan BBC, Endang Nurdin, tentang ‘apakah para aparat itu tahu atau tidak’ adanya sekian modus perdagangan orang ke negeri jiran, Malaysia. 

Tidak kurang 4500 kasus masih belum terselesaikan. Sudah lama para diplomat mengeluh. Tetapi mengeluh saja tidak cukup. Kita butuh revolusi!

Revolusi bukan lah hal jelek. Dengan revolusi kita bisa bebas dari penjajahan Belanda. Revolusi jilid kedua dibutuhkan agar kita bisa bebas dari penjajahan bangsa sendiri. Karena struktur yang ada sudah begitu membelenggu. Rakyat yang disiksa dan mati tidak dianggap. Para pejabat hidup hedonis dengan imajinasinya sendiri tentang hidup yang teramat absurd. 

Para politikus sibuk bikin intrik. Para aparat keamanan sekarang kayanya minta ampun, sampai bingung bagaimana menghitung secara terbalik, untuk membuktikan masih ada relasi antara gaji, harta, dan logika. Konyol sekali melihat tontonan sistem peradilan saat ini. Keadilan tidak ada, cuma tontonan. Cuma polesan.

Lebih sedih lagi, Orang Kaya Baru di Indonesia sibuk mempercantik diri dalam identitas masing-masing. Mereka ada skema perwakilannya. Makanya, orang merasa benar menjadi tim sukses sekarang untuk membuka akses penguasaan kelompok terhadap sumber daya yang dikelola negara. 

Banyak hal menjadi prioritas. Investasi. Pengerukan sumber daya alam. Impor barang bekas. Orang mati dan disiksa karena berusaha mencari hidup yang lebih baik, tidak menjadi prioritas. Sepertinya sudah menjadi barang biasa, penderitaan rakyat itu hanya sekedar ‘renungan kemerdekaan’. Sesuatu yang lampau.

Di batas negara. Warga negara kita dijual. Transaksi mereka terbuka. Terekam. Tapi juga dibiarkan menjadi barang dagangan aparat. Bagaimana mungkin aparat negara yang seharusnya melindungi rakyat, malah berkhianat? Ikut dalam mafia perdagangan orang.

Entah kenapa,  hingga hari ini tidak ada jalan keluar dari pemerintah dalam mengontrol perbatasan, mengontrol mafia perdagangan orang. Kita sibuk dengan sepakbola. Kita sibuk dengan upacara. Kita sibuk dengan capres 2024. Orang sibuk mempercantik diri dengan tim humas atau tim media. Orang sibuk mengamankan jabatan kita masing-masing. Kita lupa banyak orang untuk hidup saja sulit. Mereka harus pergi baru bisa hidup.

Intelijen dan perdagangan orang

Sayangnya kesulitan kaum susah penuh derita, yang berusaha berkorban untuk anak, istri, suami dan keluarga mereka dengan pergi dari tanah air pun tidak dimengerti kesulitannya oleh sebagian aparat negara. Mereka pergi merantau untuk bertahan hidup. Mereka korban penipuan. 

Terkadang ketika kita dalam kondisi yang paling sulit, berkorban adalah hal biasa. Anak dari Mariance (Meriance) Kabu mengatakan ‘Mama tidak pernah tampak sedih’. Kalau anda melihat wajah Mama Mariance bibir dan telinganya bekas pukulan. Lidah dan giginya dirusak dengan tang.

Berhadapan dengan  kesakitan kaum yang menderita. Kebanyakan aparat negara sekarang sepertinya berujar ‘karena dia tidak beruntung’, ‘karena dia bodoh’, ‘karena dia tidak rajin’. Semua yang salah adalah korban. Mereka lupa adalah tugas negara melindungi warga negara. Ini-lah alasan utama kita sepakat membentuk republik. Kita sepakat untuk bebas dari penjajahan.

Romo Paschal: Tokoh Agama versus Tentara Intelijen 

Sejak beberapa bulan ini seorang rekan Romo Paschal, seorang Imam Gereja Katholik yang membantu para korban perdagangan orang hidup dalam tekanan. Kerja sosialnya berhadapan langsung dengan jejaring perdagangan orang di Batam. Kebetulan kali ini yang dikritik adalah Wakabinda (wakil kepala Badan Intelijen Daerah daerah). Seorang tentara.

Pokok surat Romo Paschal kepada Jendral Budi Gunawan sebagai kepala BIN (Badan Intelijen Negara) adalah ‘mengapa anak buahnya’ mengintervensi  proses peradilan. Kira-kira ia menulis begini:

Pelanggaran kode etik ini karena diduga Si A melakukan pelanggaran kode etik (Pasal 4 huruf h, Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia No.7 Tahun 2017) karena Si A melakukan intervensi terhadap kepolisian setempat dalam hal meminta pembebasan pelaku tindak pidana pengiriman pekerja migran secara non prosedural kepada Kapolsek Pelabuhan Barelang, yang membawahi Pelabuhan Batam Center, pada tanggal 7 Oktober 2022 (Surat itu ada pada Badan Intelijen Negara). Saat itu Lima orang pelaku diamankan oleh polisi, beserta Enam orang korban. Tiga orang korban kemudian diserahkan kepada Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) dalam hal ini saya sebagai ketuanya untuk tinggal di rumah sambil menunggu proses hukum.

Hingga hari ini Badan Intelijen Negara tidak melakukan apa pun di ruang publik terkait masalah ini. Yang terjadi Wakabinda melaporkan hal ini sebagai pencemaran nama baik di Polda Kepulauan Riau. Pertanyaan saya, kenapa waktu mengintervensi proses peradilan anda tidak berpikir soal nama baik, tetapi setelah itu baru berpikir? Bukankah seharusnya anda sebagai aparat negara (intel), Romo sebagai Imam dan saya sebagai penulis ini semuanya sama saja sebagai warga negara. Mengapa perlu keistimewaan? Mengapa kejahatan harus dilindungi?

Namun, Batam adalah ‘Pulau kota ajaib’. Kota dengan labirin aparat keamanan yang berliku. Setiap sudut pemilik lahan keamanannya berbeda. Jika anda adalah ‘pegawai baru’ yang pegangannya cuma undang-undang, sudah pasti anda akan tenggelam.

Peran intelijen negara pun lebih terbatas lagi. Sejauh ini saya tidak pernah mendengar ada program dari Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis, dan organisasi sejenis lainnya tentang gebrakan progresif memberantas perdagangan orang. Ini cukup aneh, karena angka perdagangan (human trafficking)  tidak pernah dibahas serius di Indonesia. Modusnya tidak dikaji. Database-nya sudah pasti tidak ada.

Ini membuat saya akrab dengan persoalan buruh migran, terutama terkait dengan pekerjaan membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan kemanusiaan entah karena ditipu sebelum atau sesudah berangkat ke negeri jiran, terutama Malaysia sebagai ‘pencari kerja’. Tidak ada penampungan Pekerja Migran Indonesia di tempat saya, kami hanya membantu agar mereka tidak terlantar. Jika negara sudah menyediakan, tentu peran kami juga tidak diperlukan. Sayangnya, mereka lebih sering terlantar dan menjadi korban penipuan.

Batam adalah pulau perlintasan vital. Seharusnya dikawal agar tidak dimanfaatkan untuk tujuan kriminal. Seharusnya warga negara kita dikawal, agar tidak dijual. Prosedural atau non prosedural itu sebutan. Yang lebih penting mereka ini adalah manusia. Mereka adalah warga negara kita.

Setelah 1998

Di tahun 1998 ketika kita masih ada dalam badai krisis finansial, sebagai mahasiswa waktu itu, kita berharap ada perubahan yang mungkin dilakukan. Orang menyebutnya sebagai reformasi. Tenyata setelah 25 tahun, 2023, kita seperti orang yang keseleo lidahnya. Mau bicara benar dan jujur saja butuh embel-embel. Reformasi memang tidak cukup. Dan upaya untuk menegakan keadilan juga tidak mungkin dilakukan hanya lewat Pemilu yang sarat dengan tranksaksi dagang.

Bagaimana mungkin seorang Pastor yang membela kaum papa dikriminalkan? Dan itu dilakukan oleh pejabat Badan Intelijen Negara. Hari ini seorang anggota intelijen meminta kepolisian untuk memeriksa seorang Imam? Apakah masih ada harga Republik ini untuk kita semua? Selama keadilan tidak menjadi panglima penegakan hukum, dan kekuasaan lah yang menjadi panglima. Selama itu pula republik selalu ada dalam tawanan hukum rimba.(AM/Lekontt.com)


*Penulis adalah warga negara Indonesia

Related Posts:

Pastor Pejuang Anti Perdagangan Orang Dilaporkan ke Polisi Masyarakat Sipil Menyatakan Sikap Penolakan

 

Ilustrasi pelaporan penegak hukum di Indonesia/hukumonline.com/AM

Seorang Pastor Imam Gereja Katholik, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus (Romo Paschal), mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh aparat negara di Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Romo Paschal mengepalai Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang yang selama ini aktif melakukan perlindungan terhadap korban perdagangan orang

Pada tanggal 12 Januari 2023 Romo Paschal bersurat kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jend Purnawirawan Budi Gunawan untuk menertibkan Wakabinda Batam, Kolonel Laut (S) Bambang Panji Priyanggodo, karena diduga melakukan pelanggaran kode etik (Pasal 4 huruf h, Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia Nomor7 Tahun 2017).

Bambang Panji Priyangodo melakukan intervensi terhadap kepolisian setempat dalam hal meminta pembebasan pelaku tindak pidana pengiriman pekerja migran secara non prosedural kepada Kapolsek Pelabuhan Barelang, yang membawahi Pelabuhan Batam Center 7 Oktober 2022 (Surat itu ada pada Badan Intelejen Negara).

Saat itu Lima orang pelaku diamankan oleh polisi, beserta Enam orang korban. Tiga orang korban kemudian diserahkan kepada Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau dalam hal ini Romo Paschal sebagai ketuanya untuk tinggal di Shelter Theresia sambil menunggu proses hukum.

Hingga, Sabtu, 4 Maret 2023 surat Romo Paschal kepada Kepala Badan Intelijen Negara tidak ditindaklanjuti. Surat itu oleh bawahannya malah dijadikan bahan pelaporan Bambang Panji Priyangodo di Polda Provinsi Kepulauan Riau di Batam dan Romo Paschal dijadwalkan akan diperiksa pada Senin pagi, 6 Maret 2023.

Alasan pemeriksaan mengada-ada: pencemaran nama baik. Mengada-ada karena, nama baik itu bukan omongan, tetapi dibuktikan oleh tindakan yang bersangkutan. Sebab tidak ada nama baik, jika tindakannya kriminal.

Tidak hanya itu yang bersangkutan dalam posisi sebagai Wakabinda menggerakkan dan mencatut berbagai Ormas sipil lain maupun Ormas keagamaan malah melakukan tindakan desertir dengan berupaya melakukan adu domba masyarakat sipil dengan isu yang bernuansa Suku Agama, Ras dan Etnis, terutama dalam hal identitas etnis dan agama.

Pada tanggal 6 Maret 2023, 13 Ormas yang di dalamnya juga mencatut nama GP Ansor, berencana akan melakukan aksi massa di Polda Kepri (di lokasi pemeriksaan Romo Paschal) di bawah pimpinan Udin Pelor, kepala salah satu Ormas di Batam.

Surat ini beredar luas dan sudah membuat keresahan. Apalagi dibumbui dengan ‘isu kristenisasi’ yang sengaja dihembuskan dalam Lima bulan terakhir. Tindakan-tindakan ini merupakan khas tindakan kontra intelijen dengan mengadakan psy war. menggerakkan Ormas dan melakukan disinformasi secara sistematis.

Untuk itu kami sebagai warga negara menuntut kepada:

Pertama, Tuan Presiden Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menertibkan para oknum dalam (Badan Intelijen Negara) agar tidak melakukan tindakan kriminal kepada warga negara, dalam hal ini terhadap Romo Paschal yang merupakan wakil ketua jaringan anti perdagangan orang nasional (Jarnas TPPO).

Kedua, Tuan Presiden Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberantas mafia dan korupsi. Hingga hari ini Bapak menjabat Presiden RI selama dua periode (2014-2024); meskipun dalam pemerintahan ini ada gerakan ‘Sikat Sindikat’, tapi belum ada tindakan aktif Kepala Negara dalam memerangi jaringan aktif pelaku perdagangan orang.

Padahal korbannya merata di seluruh Indonesia, dan terutama berasal dari Nusa Tenggara Timur, yang menjadi sarang korban perbudakan modern atau perdagangan orang. Sebab hampir setiap hari, korban perdagangan orang diterima dalam peti mati di Bandara Internasional El Tari Kupang. Sejak tahun 2017 hingga Februari 2023 sebanyak 625 jenasah kami terima.

Ketiga, Tuan Menkopolhukam, Prof.Dr. Mahfud MD, untuk aktif menata pranata aparat dan institusi-institusi negara agar penegakan hukum (rule of law) dalam tata negara Republik Indonesia dapat kembali ditegakan. Hukum rimba yang menghalalkan perbudakan dan penjualan manusia jelas-jelas menentang amanat konstitusi negara Republik Indonesia yang termuat dalam preambule.

Keempat, Tuan Panglima Tentara Nasional Indonesia yang berasal dari matra Angkatan Laut, Laksamana Yudo Margono, untuk segera menertibkan ‘anak buah’ yang diduga terlibat dalam perdagangan orang atas nama, Kolonel Laut (S) Bambang Panji Priyangodo yang saat ini menjabat Wakabinda Batam. Semboyan Jalesveva Jayamahe yang artinya di laut kita menang tidak ada artinya jika ‘perbudakan modern’ dilakukan terang-terangan di Pelabuhan Batam. Apa artinya kemenangan jika menjual warga negara sendiri? Apa artinya jiwa korsa jika terlibat dalam pembebasan pelaku perdagangan orang?

Keenam, Tuan Jenderal (Purn.) Budi Gunawan (BG), untuk menertibkan aparat Badan Intelejen Negara di Batam untuk tidak melakukan tindakan adu domba masyarakat sipil di Kota Batam. Kedamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia ini teramat mahal harganya, dan bagi kita, Republik merupakan berkat untuk hidup bersama dalam satu negara kesatuan. Untuk itu tidak seharusnya skema penjajahan terselubung, dimana sebagian warga negara tetap dibiarkan dipergangkan sebagai ‘budak belian’. 

Sudah saatnya Badan Intilejen Negara aktif memerangi jaringan mafia perdagangan orang, dan menindak tegas oknum dan jaringan internal Badan Intelejen Negara yang terlibat di dalam mafia ini. Sudah seharusnya Badan Intelijen Negara tidak pandang bulu dalam memerangi jaringan kriminal di dalam tubuh badan keamanan negara, khususnya yang terlibat dalam mafia perdagangan orang.

Ketujuh, Puan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, untuk melakukan koordinasi terhadap seluruh kedutaan Indonesia, terutama di Malaysia dan Singapura, untuk secara aktif memetakan jaringan perdagangan orang di tingkat Association of South Easth Asia Nations (ASEAN). Perbudakan ini sudah sangat menyakitkan Ibu, tolong-lah beri arti terhadap warga negara.

Kedelapan, Tuan Kolonel Laut (S) Bambang Panji Priyangodo, untuk segera mengajukan penguduran diri sebagai Wakabinda Batam, karena tindakan kontra intelijen yang mengadu domba masyarakat sipil, dan malah ikut mendorong memicu terjadinya kerusuhan bernuansa Suku, Agama, Ras dan Etnis sudah sangat memalukan. Tidak ada marinir berjiwa korsa, yang ikut terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang. 

Tidak ada intelijen berjiwa patriot yang mengadu domba bangsa sendiri! Apalagi memanfaatkan Udin Pelor, warga Batam untuk memimpin aliansi 13 Ormas, termasuk di dalamnya mencatut nama GP Ansor. Tidak ada hak tanpa kewajiban!

Surat pernyataan sikap ini kami buat sebagai tanda protes terhadap ketidakadilan yang ditunjukan dengan brutal oleh aparat negara yang terlibat dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Batam yang menjadi bagian dari rantai mafia global perdagangan orang. Tanpa penegakan hukum, kemajuan ekonomi hanya lah kesia-sian, sebab rakyat tidak pernah menjadi tuan, dan malah dijual sebagai budak belian.

Kami, warga negara Republik Indonesia, dengan ini menyatakan bahwa perang terhadap perbudakan adalah amanat konstitusi. Kami sebagai bagian dari Bangsa Indonesia menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Tindakan Wakabinda Batam yang melepaskan pelaku perdagangan orang dari tangan Kapolsek merupakan kejahatan luar biasa dan patut diusut secara serius untuk membuktikan bahwa Hukum di Republik ini masih ada.

Kronologi Kejadian

Romo Paschal telah mengirim surat keprihatinan kepada Kepala Badan Intelejen Nasional di Jakarta pada 12 Januari 2023. Suratnya terkait dugaan keterlibatan oknum pejabat Badan Intelijen Daerah Kepri (Kolonel BPP) dalam hal membekingi mafia sindikat pengirim Pekerja Migran Indonesia secara Ilegal.

Kemudian, Romo Paschal dilaporkan ke Polda Kepri, pada 17 Januari 2023 oknum pejabat Badan Intelejen Daerah Kepulauan Riau dengan sangkaan pasal pencemaran nama baik dan fitnah (310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Objek laporan tersebut adalah surat laporan Romo Paschal kepada kepala Badan Intelijen Nasional yang sampai saat ini belum membalas surat laporan tersebut.

Persoalan tersebut sedang dalam penanganan Dirkrimum Polda Kepri. Romo Paschal telah diperiksa pada Senin, 6 Maret 2023 terkait klarifikasi atas laporan yang oknum pejabat Badan Intelijen Negara Kepri sudah layangkan. Dalam waktu yang sama beredar informasi berupa surat bahwa akan ada demo besar-besaran di Polda Kepri oleh sebuah aliansi yang diketuai oleh Udin Pelor.

Romo Paschal mengenal Udhin Pelor tetapi tidak ada persoalan pribadi. Informasi yang kami terima Udin Pelor dan beberapa ormas sudah ditemui oknum pejabat Badan Intelijen Daerah Kepulauan Riau tersebut dan diminta untuk cipta kondisi. Sebelum ini ada beredar berita online juga dari Udin Pelor mengultimatum Romo Paschal. Selain itu tidak ada kepentingan hukum pihak aliansi dengan Romo Paschal.

Dalam surat yang saya tujukan kepada kepala Badan Intelijen Negara di Jakarta, tidak ada narasi satupun menyebut tentang Suku, Agama, Ras dan Etnis tetapi menjadi pertanyaan mengapa itu yang diangkat oleh aliansi. Hal ini bisa berpotensi konflik horizontal di Batam.(AM/Lekontt.com)

Warga Negara yang menyatakan sikap:

1. Pdt.Emmy Sahertian (Komunitas HANAF)

2. Sr. Laurentina SDP (JPIC Divina Prudentia)

3. P. Dr.Otto Gusti Mandung, SVD (IFTK Ledalero)

4. Rm.Marthen Jenarut, S.Fil, SH, MH. (Koordinator KKPMP Nusra)

5. Rm.Benny Harry Juliawan, Ph. D SJ (Provinsial SJ)

6. Veronika Ata SH, M.Hum. (Aktivis NTT)

7. Alita Karen (Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulsel)

8. W.S.Libby Sinlaeloe (Rumah Perempuan)

9. Imel Lopo (Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT)

10. Pater Seles Panggara, CMF

11. Florent Goncalves (OMK)

12. Rudy Tokan (Seknas Jokowi)

13. Chris Hitarihun (Aktivis 98)

14. Wahyu Susilo (Migrant CARE)

15. Boedhi Wijardjo (Ketua BP ITP/Advokat)

16. Maria Hingi (SBMI)

17. Pater Eman Embu, SVD (JPIC SVD Ende)

18. Sr.Ika (TRUK F-Maumere)

19. Pater Hubert Thomas

20. Pater Fande Raring

21. Pater Ignas Ledot

22. Marselinus Vito Bria (Eksekutif Kota LMND Kupang)

23. Umbu Wulang Tanamahu (WALHI NTT)

24. Marianus Humau (PMKRI)

25. Dominggus Elcid Li, Ph.D (Forum Academia NTT)

26. Dr.Wilson Therik (Forum Academia NTT)

27. Dr.Ing.Jonatan Lassa (Forum Academia NTT)

28. Yohanes V. Lasi Bobo (IRGSC)

29. Rekki Zakkia (Akar Makna Institute)

30. Kristian Redison Simarmata (Suluh Muda Inspirasi - Medan )

31. Conny Tiluata (IRGSC)

32. Yoseph Yulius Diaz (Koordinator KKPMP Denpasar)

33. Torry Kuswardono (PIKUL)

34. Ragil S. Samid (Forum Academia NTT)

35. Gabriel Goa (Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM PADMA INDONESIA)

36. Victor Manbait (LAKMAS Cendana Wangi)

37. Watty Bagang (Rumah Perempuan)

38. Ronald Roger (LMID)

39. Harold Aron Perangin-Anging (IRGSC)

40. Gracelia(Youth Task Force)

41. Erasmus Nagi Noi ( TVRI NTT)

42. Rambu Dai Mami (Sabana Sumba)

43. Jeny Laamo (JPIC SDP)

44. Ithje Mau (Warga Alor)

45. Denny Irosna (PPBNI SATRIA Banten)

46. Cak Nurharsono (Migrant Care)

47. Sr. Catarina FSGM

48. Sr. Katrin RGS

49. Sr. Verena FCJM

50. Sr. Anastasia PMY

51. Gregorius Daeng (Advokat HAM)

52. Sr Raynalda, SFD

53. Hermenigildus Djawa (Delegasi.Com)

54. Joe (PMI Hongkong)

55. Lusya Tawu Loko (Komunitas Buku Bagi NTT Regio Hongkong)

56. Pater Yeremias Nardin CMF

57. Pdt.Paoina Bara Pa (Sinode GMIT)

58. Rm.Vinsensius Tamelab (Ketua JPIC Keuskupan Agung Kupang)

59. Imelda Sulis Setiawati Seda (Yayasan Donder Sumba Barat Daya)

60. Sr.Irene OSU (Talitakum Jakarta)

61. Lia Kailo (JPIC Divina Providentia Kupang)

62. Ester Mantaon, SH (Advokat)

63. Ardy Milik (IRGSC)

64. Sr.Agustina BKK

65. Fitriyatun (Serikat Islam NTT)

66. Yuli Benu (Komunitas Hanaf)

67. Musa Mau, M.Pd. (Ketua DPD Satgas NTT Peduli Kepri).

68. Romo Reginaldus Piperno (KKP-PMP Ende)

69. Djonk Wutun (KOMPAK)

70. Marten Klau (Koordinator Relawan Peduli Migran NTT-Malaka)

71. Abdul Muis (Ketua Forum Pemuda Lintas Agama NTT)

72. Suratmi (BP3MI NTT)

73. Bung Tomo (Teraju Indonesia)

74. Lusia Pulungan (Advokat)

75. Muh. Reza Sahib (KRuHA)

76. Laurensis Juang (Talitakum Sumba)

77. Pdt. Agripa Selly (Pembina Satgas NTT PEDULI Kepri)

78. Sr Luiza Anin SDP

79. Fery Koban (JPIC Paroki Maria Banneux Lewoleba)

80. Djonk Wutun (KOMPAK)

81. DS Sugeng Agung N (Yayasan Bina Mandiri)

82. Irwan (YEP Batam)

83. Ptr. Herman Yosef Bataona CMF

84. Rudy Soik (Jaringan Hapus Perbudakan NTT)

85. Yublina Yuliana Oematan (Ketua Federasi Serikat Buruh Perkebunan sawit Kalimatan Barat)

86. Sr. Genobeba Amaral, SSpS (VIVAT Internasional Indonesia)

87. Romo Ismartono, SJ (Moderator Talitakum Jakarta)

88. Ermelina Singereta ( Advokat Publik )

89. Chalid Tualeka (Formajo Indonesia Institute)

90. Sr Geno Amaral SSpS - Vivat Internasional

91. Fredi Buga ( Wartawan Sumba )

92. Emil Bunga (Wartawan Sumba )

93. Rm. Stefanus Mae Molo Sanggu, Pr (Pangkal Pinang)

94. Sr. Sari SDP

95. Konsul Penyintas Indonesia

96. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)

 

Related Posts:

Ribuan Pulau Kecil Terancam Krisis Iklim WALHI Tuntut Kebijakan Perspektif Ekologis

 

Foto bersama personel WALHI Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua. Lombok, Februari 2023/WALHI/AM 


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau. Dari keseluruhan Pulau terdapat  7.280 pulau di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua (BANUSRAMAPA). Pada pulau-pulau tersebut, terdapat beragam kebudayaan bahari yang menjadi ciri khas Nusantara. Wilayah BANUSRAMAPA adalah benteng terakhir keanekaragaman hayati dan diversifikasi pangan lokal Nusantara. 

Ironisnya, kebijakan pembangunan di Indonesia saat ini berkebalikan dengan prinsip kekayaan biodiversitas,  kedaulatan dan keberlanjutan pangan masyarakat di BANUSRAMAPA. Rakyat di sana memiliki karakter harmonisasi dengan alam pada wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil. 

Proyek pembangunan yang digaungkan oleh Pemerintah adalah ekspansi proyek strategis nasional berjumlah 210 proyek. Landasan hukumnyatertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022. Peraturan tersebut bias pembangunan infrastruktur dan industrialisasi skala besar berbasis kawasan. Di masa depan nanti, orientasi pembangunan semacam ini akan mendorong hilangnya ruang kedaulatan rakyat,  dalam tata kuasa maupun tata kelola rakyat.

WALHI regio BANUSRAMAPA melihat pembangunan infrastruktur, industrialisasi berbasis kawasan (industri pertambangan, industri kehutanan, perkebunan sawit monokultur, industri food estate dan industri pariwisata). Watak pembangunan infrastrukrisme berpotensi menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.  Dengan demikian dapat menyingkirkan hak kuasa dan kelola masyarakat di wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil di wilayah Bali, Nusa tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur Maluku Utara dan Papua.

Dari data Izin Usaha Pertambangan per November 2021, tercatat 2.919.870,93 hektar (1.405 Izin Usaha Pertamabangan) wilayah pesisir, dan 687.909,01 hektar (324 Izin Usaha Pertambangan) wilayah laut.Adapun persentase pertambangan timah 373.265,58 hektar area (13%), batubara 446.215,40 hektar are (14%), biji dan pasir besi 538.769,99 hektar are (18%), nikel 568.169,85 hektar are (20%), emas 583.161,86 hektar are (20%), granit dan marmer 5.999,80 hektar are (0,2%), gamping dan tanah liat 35.121,66 hektar are (1%), mangan 37.599,88 hektar are (1%), tembaga 80.489,39 hektar are (3%), pasir dan batu 81.814,974 hektar are (3%), lain-lain 169.262,54 hektar are (6%).

WALHI mencatat sebanyak 35 ribu keluarga nelayan terdampak proyek tambang. Dalam jangka panjang, pemberian izin usaha pertambangan, mendorong penurunan jumlah nelayan yang sangat signifikan. Selain dampak pertambangan, proyek reklamasi pada tahun 2019 dengan luasan 79.348 hektar telah mengakibatkan 747,363 orang nelayan kehilangan wilayah tambatan perahu dan wilayah tangkapan di pesisir laut. Sementara total luasan reklamasi yang direncanakan sampai 2040 yang tertuang dalam 22 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecilm (RZWP3K) seluas 2.698.734,04 hektar are

Sektor pariwisata dan kawasan konservasi laut   merupakan rangkaian proyek strategis nasional yang berkontribusi terhadap hilangnya wilayah tangkapan nelayan.  Pemerintah menargetkan 32 jutahektar are pada tahun 2030 untuk kawasan konservasi laut. Ada 88 Kawasan Strategis Parwisata Nasional (KSPN) sampai tahun 2025, mayoritas proyek tersebut berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ada ratusan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (KDPN).

Sepanjang 2010–2019, telah terjadi penurunan jumlah nelayan. Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 2,16 juta orang nelayan. Namun, pada tahun 2019, jumlahnya tinggal 1,83 juta orang.  Dalam satu dekade terakhir, 330.000 orang nelayan di Indonesia tidak lagi melaut. Penyebab utamanya, keberadaan industri ekstraktif, seperti tambang pasir di laut yang merusak wilayah tangkap nelayan.

Kini, kebijakan pembangunan di Indonesia belum memiliki alur yang tepat dalam upaya memenuhi target Perjanjian Paris, yaknimenjaga suhu bumi tidak melewati ambang batas 1,5 derajat celcius. Sebagamana disampaikan presiden Indonesia dalam pidatonya di pertemuan COP 26 yang berlangsung di Glasgow.

Laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) Februari 2022 mengemukakan peningkatan suhu akan memaksa ikan berpindah dari wilayah tropis sehingga akan mengurangi pendapatan nelayan tradisional di Indonesia sebesar 24 persen. Dampak lanjutannya, 95 persen akan mencapai kategori level ancaman tertinggi, berdampak pada perikanan yang bergantung dengan karang.  Di Asia Tenggara, 99 persen terumbu karang akan mengalami pemutihan dan mati dikarenakan krisis iklim pada tahun 2030.

Masyarakat yang berada di 3.658 desa pesisir di BANUSRAMAPA akan merasakan dampak dari kebijakan proyek strategis nasional. Dengan penggunaan energi fosil dalam pengembangan industri pertambangan terutama di wilayah timur Indonesia akan semakin mempercepat laju degradasi lingkungan serta krisis iklim yang berdampak pada kelangkaan pangan, ketidakpastian hasil tangkapan nelayan, hilangnya pulau-pulau kecil dan bencana ekologis.

WALHI regio BANUSRAMAPA melihat rezim saat ini melupakan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam karena dikelilingi oleh gunung berapi aktif yang tersebar di darat dan di laut, 12 sesar aktif yang berpotensi terjadinya gempa dan tsunami.

Kebijakan yang dipenuhi oleh industri ekstraktif justru akan mempercepat bencana ekologis serta menciptakan pengungsi iklim akibat dari hilangnya tempat bermukim di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Catatan dari Indonesia Timur

·          Bali

Made Krisna Bokis Dinata Direktur WALHI Bali menjelaskan jika perusakan wilayah pesisir oleh pembangunan infrastruktur terus menjadi mimpi buruk yang menghantui pesisir Banusramapa. Bayangkan saja, pemerintah Provinsi Bali  dengan segala kewenangannya justru ingin menggunakan Mangrove Tahura Ngurah Rai dan Perairan Sanur untuk menjadi tapak Terminal LNG.

Terlebih, telah terungkap pemrakarsa dari proyek pembangunan Terminal LNG Sidakarya adalah PT Dewata Energi Bersih. Mayoritas saham dipegang swasta yakni PT. Padma Energi Bersih. Perumda Bali yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah berada di bawah kewenangan Gubernur Bali paling ngotot menggunakan Mangrove. 

Pemda diduga melakukan perubahan blok Tahura untuk mengakomodir pembangunan Terminal LNG dikala saham Perumda hanya minoritas dan didapat dari hutang (saham kosong) . "Ini sungguh siasat privatisasi Blok Khusus terhadap lahan publik kepada swasta" tegasnya.

·      Nusa Tenggara Barat

Direktur ED Walhi Nusa Tenggara Barat  Amri Nuryadin menjelaskan, dari sederet pembangunan yang merupakan program strategis nasional dan investasi, baik itu pertambangan, pariwisata, pertanian dan kehutanan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu daerah yang menjadi locus sejumlah pembangunan tersebut.Namun keberadaan program strategis nasional dan investasi sebagian besar jauh dari harapan akan mendatangkan “berkah” bagi rakyat, sebaliknya justru telah meninggalkan berbagai kerugian dan kerusakan alam di Nusa Tenggara Barat baik di kawasan hutan sampai dengan pesisir.

Sebagian besar pembangunan di NTB tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat justeru berdampak serius hingga terjadinya kerusakan ekologi, perubahan bentang alam baik kawasan hutan maupun pesisir yang mengakibatkan meningkatnya resiko bencana di banyak wilayah di Nusa Tenggara Barat. Selain itu, pada kenyataannya sebagaimana data dan informasi yang banyak direlease oleh media massa tentang masyarakat Nusa Tenggara Barat masih hidup dalam kemiskinan

Nusa Tenggara Barat masuk dalam urutan ke delapan dari sepuluh  daerah termiskin di Indonesia. Berdasar data yang diperoleh oleh WALHI Nusa Tenggara Barat dari beberapa sumber dan data tahun 2021 yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Nusa Tenggara Barat  sekitar 13,83 % dari jumlah penduduk atau total penduduk miskin mencapai 735,30 ribu jiwa.

Salah satu investasi yang digadang dan menurut Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan mendatangkan berkah bagi pariwisata di Nusa Tenggara Barat  adalah pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani (RTK 1). Luasan areal 500 hektar are beserta pembangunan infstrukturnya dan rencana pembangunan resort dengan nilai investasi sebesar 2,2 trilyun rupiah. 

WALHI Nusa Tenggara Barat melihat pembangunan tersebut akan meningkatkan terjadinya laju kerusakan hutan dan hanya memberikan keuntungan bagi investor bukan menjadi solusi dari kesulitan ekonomi rakyat pasca pandemi covid-19;

Bahwa selain laju kerusakan hutan di Nusa Tenggara Barat yang begitu parah yakni hampir 60% dari 1,1jt Ha luasan hutan dalam keadaan kritis. Keterancaman kerusakan ekologi juga terjadi di pesisir pulau Lombok dan pulau Sumbawa diduga kuat disebabkan oleh investasi skala besar dalam industri pariwisata yaitu Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di pesisir selatan Lombok Tengah seluas 1.250 hektar, investasi tambak Udang di seluruh pesisir Pulau Lombok, investasi budidaya mutiara skala besar yang menyebabkan hilangnya sebagian besar ruang tangkap nelayan di pesisir Jerowaru-Lombok Timur.

Selain itu pula rencana pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara seluas 7.030 Hektar juga akan mengancam terjadinya kerusakan ekologi pesisir Lombok Utara. Adapun sejumlah pertambangan besar yang menguasai lahan dalam wilayah hutan dan pesisir antara lain:  PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (dahulu PT. NNT) dengan luas 125.341,42 hektar di Kabupaten Sumbawa Barat dengan dampak seriusnya juga terjadi karena pembuangan limbah tailing nya ke pesisir pantai.

Industri tambang yang sedang memulai eksplorasinya yaitu PT. STM memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Hu’u Dompu dengan luas 19.260 hektar yang merupakan wilayah Kawasan hutan di Hu’u Dompu (masuk dalam KPHL-Toffo Pajo) yang juga mengancam kerusakan di pesisir pantai Lakey-Dompu. Begitu pula dengan Proyek Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat yang saat ini tengah dibangun di Kabupaten Sumbawa Barat seluas 100 hektar yang mengancam pesisir di Benete-Maluk, Sumbawa Barat.

Keterancaman akan terjadinya kerusakan ekologi dan privatisasi pulau-pulau kecil juga dikhawatirkan terjadi terhadap 403 pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat baik itu karena investasi pariwisata dan juga investasi skala besar lainnya serta penjualan pulau-pulau kecil.  

Adapun pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Barat  yaitu: Lombok Barat sebanyak 126 pulau; Lombok Tengah 44 pulau; Lombok Timur 65 pulau; Kabupaten Sumbawa 23 pulau; Kabupaten Bima 23 pulau; Dompu 58 Pulau; Kabupaten Sumbawa Barat 19 pulau dan Lombok Utara 3 pulau.

 Nusa Tenggara Timur

Direktur WALHI Nusa Tenggara Timur, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menyampaikan, Nusa Tenggara Timur saat ini berada dalam dua ancaman besar yang sedang dan akan menggempur.

Pertama, perubahan iklim memberikan dampak yang buruk bagi keberlanjutan lingkungan di Nusa Tenggara Timur. Beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur seperti pulau Komodo, Salura, Kera, dan gugusan pulau kecil lainnya terancam hilang akibat kenaikan permukaan air laut. Belum lagi meningkatnya bencana iklim menambah kerentanan bagi kelompok rentan. Ancaman kedua datang dari masifnya investasi kotor yang masuk di Nusa Tenggara Timur. Investasi yang rakus lahan dan berujung pada privatisasi serta alih fungsi kawasan memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup. 

WALHI Nusa Tenggara Timur  mencatat provinsi ini dikepung oleh 309 Izin Usaha Pertambangan Minerba, Industri Pariwisata, Monokultur, Food Estate, serta beberapa Proyek Strategis Nasional yang tersebar di seluruh wilayah.

Proyek-Proyek kotor ini diwarnai dengan perampasan lahan dan alih fungsi kawasan tanpa kajian daya dukung dan daya tampung yang mendalam dengan dalil peningkatan kesejahteraan rakyat. Legitimasi ini bertolak belakang dengan catatan Badan Pusat Statistik  pada 2021 yang mencatat 20 persen masyarakat Nusa Tenggara Timur mengalami kemiskinan ekstrim. 

Ini membuktikan pertumbuhan investasi tidak menjadi solusi mengatasi kemiskinan. Meningkatnya kemiskinan di Nusa Tenggara Timur  justru membuat jumlah kelompok rentan semakin bertambahkarena kelompok miskin lebih memiliki sedikit alternatif untuk menghadapi krisis iklim dan dampak bencana ekologi.  

  Maluku Utara

Direktur Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela menyampaikan bahwa provinsinya luas lautan lebih besar dari luasan daratan. Luasan lautan sekitar 100.731,44 kilometer persegi sedangkan luas daratannya hanya 45.069,66 kilometer. Luasan daratan yang kecil telah dipenuhi oleh investasi pertambangan berjumlah 110 dengan luas 615.179,44 hektar are dan tersebar di 10 kabupaten.

Dua kabupaten yaitu Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan masuk dalam proyek strategis nasional. Sementara, Halmahera Timur masuk dalam program strategis nasional dengan industri pertambangan nikel, perkebunan monokultur 59949,14 hektar are, 867.352 hektar are industri kehutanan, serta industri pariwisata di pulau-pulau kecil. 

Industri tersebut berdampak pada 934 desa yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara yang menggantungkan sumber kehidupannya dari wilayah laut dan daratan. 

·          Papua

Tanah Papua bukan hanya dikenal dengan hutan papua yang rimba dan kaya akan flora dan fauna yang ada di darat. Papua juga memiliki banyak pulau-pulau kecil yang berada di wilayah timur indonesia, terdapat 3.676 pulau yang punya nama dan ada 6 pulau yang tidak punya nama dari. Dari pulau-pulau kecil yang ada saat ini memiliki kawasan hutan mangrove yang sangat tinggi mengikat karbon.

Kawasan Hutan mangrove mempunyai beberapa fungsi yakni pengikat karbon, penahan substrat pantai dari abrasi, penahan angin atau gelombang, penahan intrusi air laut. Selain itu peningkatan suhu akibat perubahan iklim memicu rusaknya terumbu karang. Persoalan terbesar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah tata kelola ruang. Baik di wilayah darat maupun lautan kondisi keterancaman ini sangat mengkhawatirkan, karena memiliki resiko besar mendegradasi wilayah tersebut, termasuk resiliensi terhadap bencana, karena perpaduan bencana perubahan iklim dan rusaknya kawasan yakni memunculkan potensi kerentanan wilayah. 

Kekhawatiran Nelayan Masyarakat adat Papua 

Perubahan iklim memicu anomali cuaca sehingga mengacaukan kalender musim nelayan, sehingga banyak nelayan yang merasakan dampaknya terutama menurunnya hasil tangkapan serta keselamatan mereka saat melaut. Selain itu, nelayan masyarakat adat Papua juga terlihat bersaing dengan masyarakat lain yang datang dari luar Papua. Ancaman datang juga dari beberapa investor yang sedang beraktivitas di kawasan sekitar pulau-pulau kecil, yaknikabupaten yang berada di Provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk 4 daerah provinsi baru.

Demi mengatasi problem dibutuhkan sebuah kebijakan dan regulasi yang berbasis pada kondisi faktual masyarakat. Kebijakan hendaknya memiliki perspektif ekologis Dalam kebijakan dan regulasi nantinya penting melihat aspek perlindungan, rehabilitasi dan memperhitungkan loss and damage untuk menghitung potensi yang akan hilang serta dampaknya bagi keberlanjutan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. 

WALHI Region BANUSRAMAPA menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk sesegera mungkin memetakan dan mendokumentasikan semua wilayahnya sebelum wilayahnya hilang akibat dari bencana ekologi dan krisis iklim yang akan melanda seluruh wilayah Indonesia.

Terutama wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. WALHI  juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi dan menghentikan seluruh proyek industri ekstraktif di wilayah pesisir dan pulau kecil di kawasan timur Indonesia.

Mendorong pemerintah menjamin pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat di wilayah pesisir pulau kecil serta segera menyusun skema penyelamatan kawasan dan masyarakat pesisir dari ancaman dampak buruk krisis iklim.(AM/Lekontt.com)

Related Posts: