Sabtu, 7 Juli 2019, di
tengah siang yang terik, saya
menjumpai seorang mama didampingi anak perempuannya. Ia menjual
rujak buah dan es campur di lapak sederhana miliknya di samping kawasan Ruko Oebobo, Kota Kupang. Ia terlihat sedang tidak bersemangat. Saya memilih menjumpai dan mengajaknya bicara. Anggukan dan senyum ramah di wajahnya, tanda ia
sepakat. Kami
pun akhirnya hanyut dalam perbincangan yang lumayan lama.
Mama
itu bernama Sherly Abi. Usianya lebih muda dari saya yaitu 25 tahun. Seperti
yang tertulis di etalase kaca miliknya, sehari-hari ia berjualan rujak manis,
es campur, es kelapa, es
pisang ijo dan kopi. Es kelapa dan es campur dijual dengan harga yang sama
yaitu Rp 5.000, rujak manis seharga Rp 8.000, pisang ijo seharga Rp 7.000, dan kopi
dijualnya
dengan harga cukup murah, Rp 3.000.
Sherly Abi tengah membuat es campur, pesanan pembeli. (Foto: Ira Olla) |
Mama
Sherly berjualan setiap harinya dari pukul 11.00 hingga 16.00 WITA, kecuali
hari minggu. Kontrakannya tidak begitu jauh dari tempatnya berjualan yaitu di
Jl. Bajawa,
Kota Kupang. Kontrakan tersebut ia tempati
bersama suaminya, Chris Nahas dan kedua anak perempuannya. “Katong masih
kontrak kaka, katong bukan orang asli sini nah. Sonde ada tanah untuk bangun
rumah,” ujarnya.
Perbincangan
kami terhenti
sejenak sebab dua pelanggan datang untuk membeli es campur. Mama Sherly dengan sigap menyiapkan es campur pesanan mereka. Sambil menunggu kedua
pelanggan menikmati pesanan mereka, kami melanjutkan perbincangan.
Ia banyak berkisah ketika ditanya
tentang alasan berjualan di tempat itu. Sebelumnya, kakaknya pernah
berjualan di situ, tetapi kemudian pindah dan digantikan olehnya. Tanah
tersebut rupanya milik Pemkot Kupang yang diawasi pihak satpam
Hotel Naka.
Pemandangan Ruko Oebobo dari dalam tenda jualan Sherly Abi. (Foto: HET) |
Mama
Sherly diijinkan berjualan di situ dengan membayar uang keamanan sebesar Rp
100.000 setiap bulan. Seturut kisah Mama Sherly, rupanya keuntungan
penjualan masih jauh dari harapan.
“Sonde untung banyak kaka e. Coba kaka hitung sa, misalnya rujak yang mama jual
satu mika Rp 8.000,
yang beli 10 orang baru bisa dapat Rp 80.000.
Mama punya modal pertama untuk jual rujak
sekitar Rp 300.000, karmana mau untung banyak kaka? Susah baru kembali modal”.
Tidak banyak pembeli ataupun
pelanggan yang mampir ke sana. Kalaupun ada, sudah tentu orang yang sama. “Kopi ju laku di konjak oto dong yang biasa singgah mangkal
di sini. Jadi dalam satu hari kira-kira mama untung Rp 50.000 sa”.
Keuntungan
sesuai harapan baru akan berpihak di
masa-masa puncak musim kemarau, sebab banyak
mahasiswa yang mampir untuk membeli produk es dan rujak yang
dijualnya.
Beberapa jenis makanan yang dijual Sherly Abi. (Foto: Ira Olla) |
Untuk menghidupi keluarganya, Mama
Sherly dan suaminya sama-sama bekerja. Menurutnya, perempuan tidak harus
tinggal di rumah saja dan menanti hasil dari suami. Semua memiliki kesempatan
untuk mendapatkan penghasilan, hal yang paling penting adalah kerja sama dan
saling percaya.
Chris Nahas, suaminya, bekerja sebagai sopir
mobil rental. Tetapi penghasilan dari suaminya tidak mengurung
tekadnya untuk terus berusaha dengan berjualan. Ia mengakui kalau usahanya itu
dapat membantu suami menambah
penghasilan. Lumayan untuk membiayai anak-anaknya bersekolah, membayar sewa
kontrakan dan kebutuhan sehari-hari.
Mama Sherly adalah seorang sarjana
dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sejarah, Universitas Persatuan Guru
1945 Kupang (sebelumnya dikenal dengan nama Universitas PGRI). Menyandang status
sebagai seorang sarjana, ia pernah melamar untuk mengisi beberapa lowongan
pekerjaan, tetapi usahanya itu tidak membuahkan hasil. Itu sebabnya, ia memilih
berjualan sambil terus berusaha untuk mendapatkan pekerjaan sesuai bidang yang
ia tekuni.
Foto: Ira Olla |
Perbincangan kembali terhenti ketika kedua pelanggan tadi
telah selesai menikmati es campur. Tampaknya mereka akrab, demikian ia menyapa dan
melayani setiap pelanggan dengan ramah. Saya
pun memilih
pamit setelah mendengar sedikit kisahnya yang tentunya memberi inspirasi untuk
banyak orang. Tetap semangat Mama Sherly!
Penulis,
Alberty Mariani Olla
0 Response to "Sherly Abi: Perempuan Tidak Harus Tinggal di Rumah Saja"
Posting Komentar