oleh: Marinuz
Kevin*
|
Ilustrasi kandang Natal di sebuah Gereja. AM/Desember 2019. |
Bismillahirrohmanirrohim, Selamat Hari Natal untuk para binatang! Eh, mungkin Natal sebenarnya tidak pernah ada? Kami saja yang terlalu kreatif menciptakannya? Kami menciptakan fantasi tentang Natal dan
mewujudkannya. Mewujudkan sebuah ketiadaan lalu menghamba
padanya!
Kami telah gagal menempatkan gengsi demi memelihara status sosial wajib se-ideal khayalan dan fantasi. Denial pada kedaifan. Agenda rutin seremonial
tahunan adalah glorifikasi yang selalu kembali meminta tagihan (bill)
Mewujud
kuat dalam napas kultural. Merayakan
kebutuhan-kebutuhan palsu secara riil. Nihil dan monoton seperti Sisifus merepetisi absurditas. Kutukan ini telah mencipta sumsum menjadi
karakter dan identitas.
Ah, Marx benar; tragedi cuma terjadi sekali,
seterusnya sejarah hanya mendaur ulang banyolan demi banyolan. Sebab, ketidaktahuan dan
ketidakpedulian adalah pembiaran (banalitas) yang
berakar. Tak berujung seperti
lingkaran setan!
Mengapa hal ini terjadi, tak pernahkah dikeluhkan? Hanya menerima
dan mengikuti kerumunan arus gerombolan tanpa nalar? Berulang-ulang tidakkah membuat capek
dan bosan?
Pemikiran seragam, steril dari realitas
beragam. Pemahaman labil-jauh dari khatam. Mode materialistik
membuat amnesia massal akan entitas esensial. Menghamba diri digiring pada budaya konsumtif. Selera trend sentral tata kelola kapitalisme neo-liberal.
Ditafsir parsial jadinya non-sense. Makna sakral pun bergeser oleh masing-masing manifestasi citra imajiner; perilaku-perilaku
hedonistik yang telah duluan meng-cover.
Distraksi-distraksi visual. Hiruk-pikuk iklan
melambai; diskon, promo, dan giveaway
dari berbagai platform digital dalam presentase algoritmik. Tumpah ruah insan
berbelanja di mall, plaza dan pasar
tradisional dengan trafik terus meningkat naik.
Coba temui ekosistem transaksional padat distorsi para
kolosal kartel sembako; kartel bawang, kartel cabai, kartel telur,
kartel daging, plus kartel parkiran di emperan toko bertopi Santa Claus sibuk
menjaga status quo. Literatur perdagangan
dalam skenario pertukaran perekonomian yang sembrono penuh libido tersedak dildo.
Sungguh kasih tak berkekurangan, ini krisis
berkelimpahan nyatanya. Sungguh perayaan peringatan ini menunjang penuh pembangunan ekonomi
kerakyatan yang dipimpin oleh nikmat keranjingan dalam pembelanjaan dan hiburan
yang diberikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Impulsif dan prematur! Kami butuh paduan moral untuk merevitalisasi kacamata kultus kelahiran
yang minus visi kehidupan sesungguhnya.
Rutinitas ini merupakan akses pemanfaatan lintas kelas (overlapping
class). Maka, sebuah tragedi menjelma transaksi komoditas. Tragedi tereduksi jadi
lelucon sejarah. Tragedi merekonstruksi aktivitas kolaborasi korporasi, industri, pasar dan media dalam kerja
kolektifnya untuk menjarah.
Mengentrifikasi kesederhanaan di kandang lalu
dibawa ke kota-kota dan ke desa-desa sebagai alat pembenaran demi memaksimalkan
keuntungan. Cerdik
meramu strategi pemasaran yang tertib. Secara stabil melakukan pendekatan-pendekatan humanis lagi simultan. Lihai memanipulasi sembari membentuk
kesadaran massa.
Menjaga dan merawat fantasi pelanggan setia. Mendaurulang
produk-produk ilusif budaya massa.
Doa-doa khusyuk dan lagu-lagu syahdu penyejuk bagi jemaat
setia.
Menyimak parade crazy rich Nasrani pesta donasi. Menuntut fungsi ganda; agenda. Pemenuhan program CSR (Corporate Social Responsibility) dan purifikasi. Tak lupa cek peta demografi komunitas filantropis! Asyik,
propaganda isu-isu mulia dalam kerja pro
bono secara sporadis. Sekali bergerak, naluri mendistribusi investasi sosial dan artis sociopreneur yang sintetis.
Saham kopong investasi bodong. Kami berteriak minta tolong.
Sebab, dari hasil menjangkau sepotong-sepotong. Kami berbondong-bondong masuki Kandang gelap. Mengajak serta Rumi ikut
berwisata agar lebih bijak meraba-raba dengan cakap menerka-nerka dengan sigap.[1]
Apa isinya? Semut di seberang pulau atau gajah
dipelupuk mata? Atau sepucuk alegori kisah cinta buta Qais kepada Layla[2]? Menjamah satu entitas
yang nyata kondisinya terpisah; isinya terdiskreditkan dan kemasan artifisial hasil fabrikasi dengan
narasi yang diromantisasi. Bersama tumpukan-tumpukan keyakinan buta berjejer menanti dimonetisasi.
Ekspansi modal dari jiwa kapital monopolis
mendeklarasikan sabda populis nan puitis via mikrofon. Dalam isinya wajib ada
kisah sedih sekaligus sukses untuk dijual ke penonton.
Semisal drama palungan yang menohok berhasil
masuk konten FYP (For Your Page) di beranda TikTok. Kemudian dibaluri dengan
kisah rohani inspiratif sekaliber Tiongkok yang jadi biang kerok pematok ulang
draft aturan main rantai pasok.
Kerja dan Kandang
Kini, tentang problematika rendahnya upah kerja koster dibanding kisah kasih malam
Natal yang kesejahterannya merata dan berlimpah. Kemudian terselamatkan berkat sokongan THR (Tunjangan Hari Raya) dan cashback 10 persen dari isi kotak derma. Seraya menyanyikan lagu
dalam playlist Spotify nomor 233 [3]
Ora et
Labora, harta, tahta, tak punya-hanya Omnibus Law Cipta Kerja. Ah, tanya Taylor [4] untuk adaptasi kinerja
metodelogi praktek manajemen ilmiah. Semoga Koster tak kena Pemutusan Hubungan Kerja. Tergerus pasar
tenaga kerja kontrak dan sistem alih-daya seperti nasib pelajar menengah-bawah
lulusan Sekolah Menengah Kejuruan.
Alhamdulillah! Semoga segala usaha istiqomah
penuh rahmat dan barokah. Semoga tak kehilangan hidayah.
Inovasi ekraf tanpa batas mengolah emas,
kemenyaan dan mur. Kontan temukan hasrat baru yang syur. Membuat adab kian menjadi kabur tak terukur. Para Majus entrepreneur
tak perlu lagi repot-repot untuk bermil-mil ke Betlehem. Persembahan tinggal ditransfer. Kandang adalah pabrik
mesin produksi multifungsi-bisa berupa ATM (Anjungan
Tunai Mandiri).
Kandang adalah aset multitasking-bisa berupa
bisnis model skema piramida multi level marketing. Menjual pohon Natal, pernak-pernik hiasannya,
baju baru, kado, cat tembok, dan berbagai bentuk dan varian rasa kue kering.
Maka, Kandang tak lebihnya dapur umum yang
harus merawat sirkulasi asap agar terus mengepul. Pusaran segala halu bergumul! Produsen pesta-pesta
yang jadi titik kumpul. Peternak donatur perangkul sponsor iklan pelbagai umbul-umbul
Ini gelora relasi baku ekonomi eksploitatif
dalam ekspansi peta produksi kapitalisme. Diri-Mu sudah lama lahir namun
masih menjadi ornamen kampanye. Fetisisme industri budaya dalam satu model template
meromantisasi hymne; "Raja diatas segala raja telah lahir di dunia, glory
glory hallelujah, puji dan sembah Dia!" Seraya gegap gempita euforia pesta genosida
kesadaran jiwa dan kepekaan hati manusia.
Ataukah mungkin Natal yang kudus khusus
teruntuk binatang? Karena bayi Kristus Yesus lahir di Kandang? Karena di Kandang maka
seharusnya kami lebih tahu diri, sadar diri, rendah hati dalam menyikapi dan
mengimani.
Bukan lakoni homogenitas bergelimang segala
atribut mewah yang mengenapi dan menemani kepongahan. Oh! Kasihani kami Tuhan, kasihanilah kami. Ampuni kami tak tahu apa
yang telah kami perbuat!
Unboxing dan flexing kesederhanaan-Mu
via reels dan NFT (Non
Fungible Token). Kisah-Mu terkapitalisasi, termanipulasi,
tereksploitasi, terpolitisasi, terkomodifikasi, terdisrupsi bermacam aksi
eksentrik yang terlampau jauh dari nubuat.
Nah, apakah benar kelahiran-Mu sebagai Sang
Juru Selamat? Ataukah diri-Mu hanyalah tokoh dekonstruktif yang tercatat dekat dengan
kandang guna
genapi riwayat?
Minta verifikasi malaikat? Coba tanyakan pada
moyang-moyang Yehuda, para gembala, atau validasi data akurat oleh Derrida? [5] Apakah butuh pendapat langsung dari kedua belas rasul
dengan perspektif berbeda? [6] Atau menunggu hingga kiamat lalu mati, kemudian duduk berdiskusi hangat di studio podcast bersama Maria?
Ya Tuhan! Kami sungguh sekarat, bahkan jauh
sebelum pergi layat di akhirat. Memang bukan perkara singkat. Ini perkara Daud versus
Goliat. Akulturasi,
rekonstruksi, atau berdaulat?
Memilih merubah kebiasaaan atau terus berkutat
mereproduksi bisnis turunan introduksi adat Barat. Dimana patuhi instruksi sudah kodrat. Melegitimasi amanat
ditelan bulat-bulat.
Kandang Digital
Ya Tuhan! Kami tersesat. Semoga Kandang juga
diberi tambahan akses free Wi-Fi (Wireless
Fidelity) agar lebih
cepat mempermudah proses penelusuran makna kelahiran yang terabstraksi dan
gagal dimengerti oleh kami sebagai umat.
Lalu, kami tinggal kutip ayat-ayat. Salin tempel segera publikasi via media sosial. Terus mengemis interaksi agar cepat hits dan
jadi viral. Ya, ini justifikasi yang meminta bukti
eksistensi, moralitas dan materialistik.
Semarak individualistik dan narsistik. Bukan otokritik namun
kami justru sibuk mengintervensi panggung ke panggung. Demi konten,
praktik-praktik aktualisasi diri harus terus masif bergaung.
Ya, sebab menciptakan sebuah konten itu mahal. Aktivitas praksis itu murah. Terlalu murah, kami berkacamata kuda hingga diambang delusi sampai tak
lagi menapak tanah. Hingga ruang pandang terdistraksi jadi blur. Jelas saja kami lupa
atas budi pekerti dan rahmat kebijaksanaan yang diberi. Sembari abaikan citra-Mu yang suci nan luhur.
Lalu, apabila dipersonifikasikan dalam lensa imajinasi
feminim. Mampukah membuat kami semakin berempati dan
hanyut dalam gelombang emosi hingga menyentuh lebih dekat dengan pengalaman
batin?
Ah, narasi manakah yang harus bertanggungjawab
untuk dijadikan sebuah protap? Atau mungkin kelahiran-Mu terlalu terburu-buru
bagi kami yang belum siap? Sebab sudah berabad-abad namun hingga kini
kami masih latah dan ambigu mengambil sikap.
Kesadaran luput pandang bagai titik buta di
belakang tronton. Kami mengira-ngira
tragedi kelahiran ini dari atas puncak keangkuhan menara Babilon. Menimbang-nimbangnya,
bila bukan jadi produk lelucon maka eksklusif dan mahal pada proposal-proposal
olahan berbagai jargon.
Hanya berlaku privat dalam ranah kopdar (kopi darat: tatap muka) intelektual. liminal
dan irasional. Inilah kerja-kerja resmi transaksional dari kami para koloni oportunis
lepas yang telah sukses berteatrikal.
Bisakah bayi Kristus Yesus lolos dari semua
perilaku-perilaku sehingga dapat mainkan peran baru sebagai penyintas? Menulis injil
baru ditemani Matius dan Lukas?
Kelak nanti dengan label dan narasi identitas
baru sebagai anak tukang las atau anak pengusaha gas dari kalangan sukses
borjuis mayoritas? Jangan lagi jadi anak seorang Marxis yang tubuhnya remuk
menata tatanan dunia baru yang padat kelas dan uniformitas.
Ah, bila kelahiran yang sedari awal sudah
dipreteli begini. Bagaimana dengan kronologi kisah kesengsaraan, kematian dan
kebangkitan nanti? Teladan ini jelas kudeta terhadap otoritas tertinggi. Mengapropriasi, merampas supremasi, mungkin benar adagium Nietzsche
"Tuhan sudah mati", bahkan sebelum lahir? [7]
Langgengkan penindasan Hak Asasi Manusia berlapis. Tersalib di pucuk pohon cemara, lalu setiap tanggal 25 Desember dikenang
sebagai martir?
Ijin, ini pledoi, mohon dengarkan Tuan Hakim!
Kandang
telah
bertransformasi sekotak rahim portabel mainstream yang terpenetrasi dobel
ketamakan secara intim oleh rezim! Lalu para binatang yang alim bertanggungjawab
mendomestikasi yang imanen untuk bermukim. Shadaqallahul
AdzimI!
Namun, tak lazim seperti bayi-bayi yang
terlahir penuh ledak tangis nan rewel. Sebab tak taat protokol CHSE-Cleanliness (kebersihan), Health
(kesehatan) Safety (keamanan) dan Environment Sustainability
(keberlanjutan lingkungan) sengatan bau cirit binatang di
kandang yang justru kejutkan Sang Immanuel.
Realisme ini memang mentah, tanpa perlu banyak
proses interpretasi dan framing. Tanpa perlu rekayasa green screen, biarkan tai itu sampai hilang amonia hingga keras
mengering. Seyogyanya, kandang tak butuh eufemisme
diplomatis khas soft power untuk
menyantuni realitas. Persetan dengan hospitalitas, sebab
sesungguhnya kami sudah terlampau jauh membias.
Maka, tentang memuji, memuliakan dan
mengagungkan merupakan peran para binatang di kandang yang lebih layak dan pantas. Seperti halnya patung-patung sebagai media
yang seringkali disembah?
Seharusnya kandang juga termasuk dalam
perangkat inti ibadah. Sebab kandang adalah subjeknya, dan bayi Kristus Yesus dinegasikan liyan. Bukankah sebuah pembelokan tradisi sakral dari
akidah ritual baku yang selama ini dilakukan?
Minta peta blueprint
kandang lalu selidik rentetan konflik! Hardik! Butuh didaktik, solusi analisis
profetik sebagai metode didik alternatif atau hanya aktivasi kesepakatan
kolektif yang kompromis untuk merumuskan standar kode etik? Segera rekonstruksi arsitektur kandang! Segera
rekonfingurasi setiap gestur yang timpang!
Bukankah ini upaya-upaya pengasingan Bayi Kristus Yesus dari kandang?
Eh, tapi ada spesial promo paket cuci Kandang! Jangan sampai
terlewatkan! Kandang artifisial bersertifikasi halal. Ramah bintang lima pada aplikasi digital. Tentunya mendukung metode
pembayaran via paylater!
Segera unduh sekarang di Play Store! Dijual
dan disewakan. Kandang standar dealer, kandang costum, kandang modifikasi, dan
tukar-tambah kandang. Melayani grosir maupun eceran! Serta Kredit Pemilikan Kandang dengan bunga kecil
dan cicilan rendah. Jadi, tunggu apa lagi? Segera miliki kandang idaman!
Ada pula tersedia artificial tourism--paket wisata rohani buatan; paket berziarah ke
kandang! Lengkap dengan para binatang ber-cosplay
ala SPG (Sales Promotion
Girl). Militan menyebar
product storytelling segencar narasi
dominan bahaya MSG (Monosodium Glutamat).
Sembari menyelipkan materialisme
dialektika-historisitas diantara poin-poin hafalan product knowledge pada tumpukan flyer. Natal begitu beralasan
dengan keatraktifan event-event sekuler.
Harap pilih tema mana yang lebih cocok?
'Kandang versus Everybody' atau 'E-Kandang merupakan
cara baru merayakan natal' untuk memantik sesi dialog? Terlalu hiperbolik atau itu dark jokes,
sama-sama berbasis kepentingan dalam rundown
showbiz. Di mana para netizen
sendiri bebas menakar versi masing-masing fetish.
Pada masanya, tibalah ketiga majus entrepreneur; si Imperialis, si Kapitalis, dan si Oligarkis kepada
sekerumunan orang-orang di depan lapak peternak Kandang, seraya mereka
bersabda;
"Wahai seluruh umat manusia di dunia
dengarkanlah kabar gembira penuh sukacita; Raja di atas segala raja telah lahir di
Kandang, glory glory hallelujah,
sembelih dan kuliti dia! Segera eksploitasi dia dan lalu mari kita berpesta pora!"(AM/LekoNTT)
*Penulis adalah seorang praktisi seni
entertainment; Master of Ceremony, Hip Hop Artist, Sopi Entrepreneur, dan Event Organizer dalam
rutinitasnya. Penulis dapat dihubungi melalui akun meddsosnya: Facebook-Marinuz
Kevin; Instagram @marinuz_kevin; TikTok @marinuz_kevin
Daftar Referensi
1. Maulana Jalaluddin Rumi, Gajah di Rumah Gelap, dalam Al Matsnawi.
2. Syaikh Nizami, Layla-Majnun, Yogyakarta: Diva Press, 2002. Disadur dari Syekh Nizami, The Classic
Love Story of Persian Literature, John Blake Publishing: 1997, penyadur Umu
Kusnawatih dan Latifatul Izzah.
3. Madah Bakti Nomor 233, Trimalah Ya Bapa, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 2000.
4. Frederick Winslow Taylor, Teori Manajemen
Ilmiah diterjemahkan dari Frederick Winslow Taylor The
Principles of Scientific Management, Cosimo Inc Publication: USA, 1991.
5. Jacques Derrida, Teori Dekonstruksi, Derrida pertama kali menggunakan istilah différance
dalam makalahnya "Cogito et
histoire de la folie" terbit tahun 1963. Istilah différance atau
Dekonstruksi memainkan peran kunci dalam keterlibatan Derrida dengan filosofof
Edmund Husserl. Istilah tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai karya termasuk
karya utama tentang Dekonstruksi, yakni Of
Grammatology dalam bahasa Perancis De la grammatologie terbit tahun 1967.
6. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelahiran_Yesus, diakses pada 23, 2022 pukul 15.30 WITA
7. Yulius Aris Widiantoro, Nihilisme sebagai
Problem Eksistensial, Thesis, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2009.
Related Posts: