LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Archive for 2022

Bergiat dan Bangkit Bangkit Bersama-Pesan Natal Uskup Agung Kupang

 

Kadang menjadi pilhan Yesus Kristus untuk Natus=Natal=Lahir. Melambangkan kedatangnya sebagai Juruselamat./AM/Katedral Bogor, Desember 2019


KAK, LekoNTT.com-Kita mengenang dan merayakan Natal Desember 2022, pesta Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. “Kehadiran perayaan Natal setiap tahun senantiasa memberikan semangat baru sesuai perkembangan jaman” tegas Mgr. Petrus Turang, Pr melalui pesan Natal yang diterima redaksi, 24 Desember 2022.

Dalam pesan tertulis tersebut Uskup Agung Kupang menggambarkan bahwa banyak kejadian telah dialami. Terutama sesudah dunia terperangkap dalam pandemi Covid-19, badai seroja di Nusa Tenggara Timur dan gempa bumi bersama banjir di berbagai tempat. Pergerakan baru dengan pelbagai terobosan muncul dalam perjalanan hidup bersama.

Harapannya, perubahan baru dapat menghadirkan peta baru untuk memperbaiki keadaan yang terganggu akibat perubahan iklim seraya merawat persaudaraan, memajukan keadilan dan membuka jalan perdamaian.

Peta jalan baru mudah-mudahan menjadi jalan lain untuk membangun kembali kebersamaan sosial dalam upaya menggerakkan keseimbangan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dengan demikian keberlanjutan hidup dan penghidupan boleh mengalami dampak baru dalam memperkuat persaudaraan.

Pesan Natal ini telah disampaikan Mgr. Petrus sejak 8 Desember 2022. Menurutnya, para majus telah mendapatkan pesan malaikat untuk kembali melalui jalan lain, agar niat jahat Herodes tidak mencengkram mereka. Pada gilirannya, para majus kembali ke tempat masing-masing dalam suasana damai dan penuh sukacita (lih. Mt. 2:12)  sesuai petunjuk Tuhan.

Uskup yang baru saja merayakan pesta perak tahbisan Uskupnya menyatakan bahwa perjalanan bersama di dunia selalu tidak luput dari pelbagai tantangan dan kesulitan. Kerumitan hidup kita hanya dapat menemukan jalan keluar. Bilamana semua orang bersedia untuk bekerja sama dalam ketulusan dan kejujuran.

Kepada semua umat yang merayakan Uskup berpesan; perayaan Natal 2022 mengingatkan kembali betapa Tuhan baik dengan manusia. Tuhan menghendaki kebaikan untuk semua orang, biarpun dalam kerapuhan dan keterbatasan manusiawi: “Datanglah pada-Ku kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan padamu” (Lk. 11:28).

Nasehat untuk menempuh jalan lain adalah tanda dari rahmat Tuhan yang senantiasa membuka jalan ke masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan secara manusiawi. Dengan mengutus Putra-Nya ke dunia untuk membangun kembali persahabatan dengan diri-Nya, kita memiliki pengharapan dalam menghadapi pelbagai tantangan.

Solidaritas sosial dengan tingkat kepercayaan yang terbagi dalam kebenaran akan menjadi kekuatan bersama untuk menumbuhkan kembali jalan-jalan baru menuju keseimbangan hidup sosial ketika setiap orang dapat bergerak dengan leluasa untuk membangun kesejahteraan hidup.

Dengan demikian perayaan Natal membuka lembaran baru untuk mencermati tanda-tanda perubahan jaman, di mana watak sosial manusia boleh tumbuh dan merangkul semakin banyak orang.

Sebagai murid-murid Kristus, umat Kristiani menemukan kembali jalan yang diprakarsai oleh Yesus yaitu jalan cinta kasih: “Semua orang akan mengenal kamu sebagai murid-Ku, bilamana kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:35).

Pada gilirannya, para murid Kristus boleh menjadi saksi-saksi kebaikan Tuhan dalam berbagi jalan kasih seturut semangat injil-Nya. Dalam kelangkaan dan keterbatasan sarana penghidupan, kita bangkitkan semangat peduli sesama guna menyuburkan semangat melayani dan berbela rasa dengan ketulusan hati.

Jalan yang tetap aktual adalah jalan cinta kasih. Inilah jalan satu-satunya untuk memperbaharui dunia dengan semangat Natal, pesta cinta kasih. Keberagaman yang hadir dalam dunia kita harus dipandang sebagai sumber daya bersama untuk menyebarkan kasih karunia Roh Kudus yang dianugerahkan demi kebaikan bersama.

Dengan sumber daya demikian, jalan baru yang kita tempuh akan menghasilkan buah-buah berlimpah dalam mengembangkan pertumbuhan hidup yang terbagi secara setara: “Buah-buah roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5:22).

Sebagai homili Semangat Natal dalam menempuh jalan baru mudah-mudahan mampu menghilangkan kesombongan dan keserakahan yang pada galibnya merusak hubungan ekologis manusiawi.

Dengan lain kata, semangat Natal mendorong kita untuk memperkuat perutusan Laudato Si sebagai jalan baru untuk meneguhkan keutuhan ekologis, baik dalam membangun keluarga, memajukan pendidikan, memulihkan kesehatan dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

Kemuliaan Allah adalah bahwasanya manusia hidup dalam kepenuhan dan keutuhannya: “Kemuliaan kepada Allah di tempat yang mahatinggi damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lk. 2:14)

Dalam semangat karunia Natal, kita saling menghaturkan “Selamat Hari Raya Natal 2022 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2023” sebagai ungkapan persaudaraan yang penuh pengharapan menuju lingkungan hidup seimbang dan berkelanjutan secara manusiawi.

Dalam kasih Yesus Kristus, kita mampu berlaku sebagai murid-murid-Nya yang benar dengan cahaya injili. Marilah kita bergerak, bergiat dan bangkit bersama melalui jalan-jalan baru untuk memajukan kesejahteraan bersama!

Menerjemahkan Homili dalam Terang Iman 

Selaras dengan pesan Natal Monsiegnur,  Ketua Komisi Sosial Keuskupan Agung Kupang RD. Yohanes Kiri menjabarkan sekiranya "Uskup mengajak umat untuk menemukan semangat baru dari Natal yang sesuai dengan situasi jaman." terang Romo Yanqi sapaan akrabnya, 25 Desember 2022.

Pada galibnya, semangat Natal kiranya menghadirkan peta jalan baru untuk memperbaiki keadaan yang terganggu akibat pelbagai macam persoalan yang dialami manusia zaman ini. Kebaikan bersama (bonum commune) mungkin terjadi jika semua orang bersedia untuk bekerja sama dalam ketulusan dan kejujuran, lanjut Yanuarius Kiri, Pr. 

Dengan mengambil semangat pada kebaikan Tuhan yang menghadirkan Yesus Putera-Nya demi keselamatan dunia; Uskup mengajak umat untuk melihat bahwa di tengah perubahan sosial yang terjadi, cinta kasih tetap menjadi satu-satunya semangat dasar hidup manusia.

Bagaimana umat dapat memaknai wejangan Uskup? Ketua Komsos menjawab solidaritas sosial-lah yang mampu menggerakkan manusia ke arah hidup yang lebih baik. Cinta kasih mampu menghilangkan kesombongan dan keserakahan yang seringkali merusak hubungan antar manusia juga hubungan manusia dengan lingkungannya.

Caranya dengan mewujudkan semangat cinta kasih melalui upaya untuk menghadirkan kebaikan dalam kehidupan bersama. Membangun kepedulian sosial yang menggerakkan semangat untuk saling melayani hingga berbela rasa secara tulus.

Akhirnya penghayatan cinta kasih dalam hidup umat jadi tanda nyata bahwasanya umat sungguh membawa semangat Natal itu ke dalam hidupnya sehari-hari sebagai murid-murid-Nya dengan iman yang benar menurut semangat injil-Nya, tutup Pengajar Seminari Menengah Sto. Rafael-Oepoi Kupang.

Mengejahwantahkan Amanah dalam Keseharian

Sementara itu, menurut Dr. Drs. Watu Yohanes Vianneey, M.Hum,  "ada tiga gatra sosial yang ditekankan Uskup yakni  ekonomi, politik dan kebudayaan." jelasnya melalui pesan tertulis di gawai, 25 Desember 2022.

Watu Yohanes menggaris bawahi bahwa pesan tersebut adalah peta jalan baru demi perjuangan kemanusiaan yang adil dan  beradab sebagaimana Magnifikat Maria (Lk 1: 50-53).

Lanjut peneliti kebudayaan ini, pesan Natal Uskup mengandung nilai ekologis. Dalam terang Laudato Si bertujuan memanusiakan kehidupan sosial melalui tiga gatra tadi. Pesannya mengajak kita untuk wajib bersahabat dengan lingkungan alam (ekosistem) seraya mengajak alam raya (makrokosmos) untuk bersama-sama memuliakan Tuhan Yang Mahatinggi

Berhadapan dengan anomali iklim dan anomali virus (Corona Virus-19,  Human Imunodeficiency Virus, Hepatitis, dan Tuberkulosis) umat manusia patut meletis 'jalan-jalan baru' pada level fisik, psikologis dan spiritual  dalam tuntunan hukum dasar cinta kasih demi membuahkan Sembilan roh kebaikan (Gal 5:22-23).

Secara literel, warta nabi Yesaya dalam bacaan pertama Natal tahun ini mewahyukan  tentang kelahiran Immanuel dari seorang Perawan (Yes 7:4) yaitu Yesus Kristus. Yesus: penasihat ajaib dan raja damai (Yes 9: 5) adalah nabi yang segenerasi dengan Budha di India dan Konfusius di China.Bersama Yesus Kristus dan Bunda Maria mereka adalah para guru peradaban lintas batas dan zaman (overlapping time-geiheist).

Menutup pesannya pengajar Filsafat Kebudayaan Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandira ini menegaskan; pesan Natal dari Uskup dengan dukungan doa Bunda Maria wajib  diaktualisasikan dalam program kerja yang terukur di setiap Paroki.***(AM/LekoNTT)

Related Posts:

Ekonomi Kita dalam Jebakan Serius

Oleh: Suroto*

Pertemuan para pakar bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat-Republik Indonesia. Membahas pelaksanaan ekonomi konstitusi dan demokrasi ekonomi. S/AM/8Desember 2022






Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) pada tanggal 8 Desember 2022 lalu mengundang penulis bersama Dr. Rizal Ramli dalam Forum Aspirasi Konstitusi ( FAK) di Gedung Nusantara V. Kami diminta pandangan mengenai pelaksanaan ekonomi konstitusi, demokrasi ekonomi.

Dalam sesi tersebut, penulis sampaikan bahwa kita dalam masalah jebakan ekonomi serius oleh negara-negara global utara.  Konsekuensinya, ekonomi kita sulit bergerak bahkan mengalami ketergantungan yang serius terhadap ekonomi mereka.

Dari segi kebijakan moneter, yang otoritasnya di tangan Bank Indonesia (BI) telah dibuat menjadi tak berdaya agar mudah dikendalikan oleh negara negara maju atau global utara.

Tampakan peghisapannya jelas, tujuan Bank Indonesia menurut Undang-Undang tentang Bank Indonesia diredusir tugas dan tanggungjawabnya hanya satu: menjaga stabilitas nilai rupiah. Tragis. Operasi kudeta mereka telah masuk ke tingkat regulasi.

Bank Indonesia dalam Cengkraman Asing

Bank Indonesia dibuat menjadi semacam entitas hukum yang terpisah dari negara kita dan tidak memiliki tanggungjawab kebangsaan lainya seperti tanggungjawab terhadap pengangguran sebagaimana yang menjadi peranan dari bank sentral Amerika Serikat misalnya.

Bank milik rakyat ini dibuat tak ubahnya semacam penjaga portal yang fungsinya jika The Fed menaikkan atau menurunkan suku bunga maka bank milik rakyat Indonesia ini akan segera mengikutinya. Bank Indonesia sudah kehilangan kekuatannya sama sekali.

Bank Indonesia untuk mengontrol devisa kita juga sudah tidak efektif. Neraca perdagangan kita selama satu dekade terakhir menunjukkan angka surplus, namun tidak  berpengaruh positif terhadap peningkatan cadangan devisa kita. Data Bank Indonesia selama satu dekade malahan menunjukkan kurva penurunan secara signifikan. Menjadi fakta bahwa kebijakan kontrol devisa Indonesia sangat ultra liberal.

Tak hanya itu, kebijakan Bank Indonesia tak lagi punya wibawa di hadapan bankir. Keberpihakan pada masyarakat kecil tidak berjalan. Alokasi rasio kredit perbankkan hanya sebesar 3 persen untuk usaha skala mikro yang mengisi 99,6 persen atau 64 juta dari pelaku usaha kita (BI, 2021).

Kepentingan asing itu terlihat menonjol dengan dibiarkan-nya penguasaan kepemilikan asing di sektor keuangan kita hingga 99 persen menurut Undang-Undang Penanaman Modal kita. Perundangan paling liberal di dunia. Misalnya, Malaysia hanya diperkenankan 17,5 persen. Amerika Serikat hanya 30 persen.

Ekonomi dalam Jebakan

Mereka tahu bahwa sektor keuangan atau perbankan adalah industri paling sensitif. Sebab perbankkan itu dalam ekonomi ibarat darah dalam tubuh. Maka jika sektor perbankan kita dibiarkan dikuasai asing sepenuhnya itu artinya biarkan nilai tambah di sektor riil disedot habis untuk kepentingan mereka. 

Dari segi kebijakan fiskal, ruang fiskal kita menjadi bergantung pada mereka. Ruang kebijakan fiskal dibuat menjadi sangat lemah dengan dijebak utang, investasi asing, dan konsumsi.

Jebakan itu dilakukan melalui pintu masuk utang. Ini terlihat dari utang kita yang tidak lagi rasional dengan pembanding kemampuan bayarnya. Kita harus berhutang untuk membayar angsuran dan bunganya. Utang kita sudah ugal-ugalan, tak lagi gali lobang tutup lobang tapi gali lobang buat jurang.

Dalam simulasi fiskal, hingga 2024 nanti pemerintah Jokowi-Maruf Amin akan wariskan utang kurang lebih 10.000 trilyun rupiah. Beban pembangunan menanti bagi masa depan generasi mendatang.

Dari setiap utang ternyata telah dikomitmenkan penggunaanya untuk bangun infrastruktur yang kepentinganya sebetulnya sebagai faktor pendorong (endorcement) bagi kepentingan investasi asing atau foreign direct investment (FDI).

Dari investasi asing tersebut mereka fokuskan ke dua hal, yaitu investasi di sektor komoditi ekstraktif dan perkebunan monokultur seperti sawit.

Investasi di sektor komoditi ekstraktif seperti tambang dan sawit tersebut akhirnya sebabkan penurunan kepemilikan lahan per kapita kita. Dari data Susenas tahun 1980 kita masih 1,05 ha sekarang tinggal 0,33 ha.

Kita tak hanya mengalami penurunan per kapita penguasaan lahan dan penyerobotan tanah secara masif, tapi juga kerusakan lingkungan dan masalah kendali harga. Indonesia menjadi negara tercepat dalam proses penggundulan hutan atau deforestasi.

Kita jadi negara produsen sawit terbesar dunia, tapi kita bukan sebagai pembentuk harga. Harga harga komoditi itu ditentukan secara oligopolistik pasar internasional. Nilai tambah ekonominya tak lagi dapat dinikmati oleh rakyat.

Ketergantungan terparah adalah pada sisi konsumsi. Penguasaan lahan per kapita kita telah terus diserobot oleh konglomerat nasional dan perusahaan multinasional, maka apa yang kita makan menjadi bergantung pada importasi. Sebut saja misalnya kedelai, kita bergantung 86 persennya dari Amerika Serikat dan 12 persen dari Canada.

Petani telah kehilangan lahan untuk bercocok tanam, tak lagi mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Kebijakan kuno paket input seperti subsidi, malah bantuannya menguap sebelum sampai kepada mereka. Ironinya. Para petani gurem dan buruh tani yang memproduksi beras adalah pembeli beras pertama ketika paceklik tiba.

Petani Indonesia menjadi petani gurem dengan penguasaan lahan yang sangat sempit. Apesnya, buruh tani hanya andalkan tenaga. Hingga saat ini buruh tani kita jumlahnya 74 persen dari jumlah keseluruhan petani.

Implikasinya, apa yang kita makan tak lagi kita produksi sendiri pada akhirnya terancam serius dalam pengendalian total para kapitalis global yang berkongkalikong dengan konglomerat importir pangan nasional dan para birokrat. Indonesia bangsa bayang-bayang dari bangsa lain.

Penulis jadi teringat pada kata Bung Hatta, pendiri republik ini, sangat tegas dikatakan "lebih baik bangsa ini ditenggelamkan saja ke dasar lautan jika hanya jadi bayang-bayang dari bangsa lain." (AM/LekoNTT)

 


*Ketua Asosiasi Koperasi Seluruh-Indonesia dan 
CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

Related Posts:

Kembali ke Fitrah suatu Usaha Memaknai Peringatan Hari Ibu

Oleh: Rely F. Ire*

Ibu dan anak saling mengekspresikan kasih sayang di bawah mentari/Shutterstock/AM/Desember 2022



22 Desember selalu kita peringati sebagai Hari Ibu. Pada hari ini biasanya kita melihat berbagai ucapan selamat di media sosial kepada para ibu dengan kata-kata indah dan menyentuh. Anak-anak memberikan bunga, atau kado istimewa kepada ibunya. Seringkali para ibu dibebastugaskan dari beban kesehariannya sebagai bentuk penghormatan dari anggota rumah yang lain. Ada juga lomba-lomba bernuansa perempuan seperti lomba masak dan lomba merias. 

Dengan kata lain, peringatan hari ibu dimaknai sebagai momentum untuk merefleksikan jasa seorang Ibu. Kesempatan bagi anak-anak menunjukan bakti dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para ibu yang telah memberikan 364 harinya bagi keluarga. Singkatnya, peringatan ini menjadi hari spesial untuk menghargai sisi keibuan para ibu dan perannya dalam ranah domestik.

Meski selalu diperingati setiap tahun, namun pernahkah kita bertanya. Apakah memang seperti itu makna Hari Ibu yang sesungguhnya? Apakah memang hanya sebagai seremoni sentimentil belaka? Ataukah ada makna lain di balik penetapan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu ini? Untuk mengetahuinya, kita harus kembali membuka lembaran sejarah, awal mula ketika Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember tersebut menjadi Hari Ibu. Mari menyimak!

Sejarah Peringatan Hari Ibu

Peringatan hari ibu tidak lepas dari pergerakan perjuangan para perempuan yang melakukan kongres Perempuan I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, tepatnya di Gedung Dalem Joyodipuro milik Raden Tumenggung Joyodipuro. Pada saat itu para pejuang perempuan Indonesia yang berasal dari organisasi-organisasi perempuan terutama dari Jawa dan Sumatera seperti Soekonto dari Wanita Oetomo, Nyai Hajar Dewantara dari Wanita Taman Siswa, Nona Soeyatin dari Putri Indonesia berkumpul mengadakan kongres.

Semangat mereka ini terinspirasi dari momen Sumpah Pemuda yang mempersatukan para pemuda seluruh Nusantara dalam semangat yang sama demi kemerdekaan Indonesia. Para perempuan ini pun merasa terpanggil untuk bersatu, bahu membahu bersama kaum lelaki memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Meskipun baru pada saat itu terjadi Kongres Perempuan yang pertama. Bukan berarti bahwa perempuan Indonesia baru memulai perjuangan mereka pada saat itu. Sjak awal penjajahan kolonial, sudah banyak perempuan ikut memperjuangkan kemerdekaan, beberapa orang sebagai contohnya: Cut Nyak Dien, Cut Meutiah, R.A Kartini, Dewi Sartika, Kristina Martha Tiahahu dan Fransisca Fanggidae.

Hanya saja, pada saat itu perjuangan mereka masih bersifat kedaerahan sehingga memberikan efek kecil. Menyadari kekurangan ini, maka para perempuan termotivasi untuk melakukan kongres perempuan se-Indonesia. Tujuannya, menyatukan perjuangan mereka dalam satu semangat yang sama demi kemerdekaan dan perbaikan nasib mereka.

Kongres Perempuan I ini dihadiri 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera seperti organisasi Wanita Muhammadiyah, Aisiyah, Jong Islameten, Bond Dames Afdeling, Wanita Katolik dan Meiyes Kering (Jong Java bagian Perempuan). Dalam kongres ini mereka membahas berbagai isu seperti persatuan perempuan Nusantara, peranan perempuan dalam perjuangan, peranan perempuan dalam pembangunan bangsa, perdagangan anak dan perempuan, perbaikan gizi, kesehatan ibu dan balita, dan pernikahan usia dini.

Hasil dari kongres yakni; terbentuknya sebuah organisasi yang bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI), kesepakatan untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah Kolonial untuk menambah sekolah bagi anak-anak perempuan, meminta pemerintah untuk wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah, dan diadakannya peraturan untuk memberikan tunjangan kepada para janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia. Kemudian, pada tahun 1929, nama organisasi ini berubah menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).

Setelah Kongres Perempuan I sukses, diadakan lagi Kongres Perempuan II yang dilaksanakan di Jakarta pada tahun 1935. Kongres ini berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia dan menetapkan fungsi perempuan Indonesia sebagai ibu bangsa yang berkewajiban menumbuhkan rasa kebangsaan. Dalam kongres ini terbentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf). Peserta sepakat untuk menentang perlakuan tidak wajar atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang.

Kongres Perempuan Indonesia III dilaksanakan di Bandung pada tanggal 23-28 Juli 1938 yang dipimpin oleh Ny. Emma Puradireja. Selain menghasilkan Rancangan Undang-Undang Perkawinan Modern, pada saat ini  tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu. Penetapan ini dikukuhkan lagi secara resmi pada tahun 1959 oleh pemerintah melalui Dekrit Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, dengan No. 316 tahun 1959. Dengan adanya Surat Keputusan ini Hari Ibu resmi menjadi hari nasional serta dirayakan sampai saat ini.

Dalam sejarahnya peringatan hari ibu selalu berarti untuk mengingat perjuangan kaum perempuan dalam upaya memperbaiki kualitas bangsa dan generasi selanjutnya. Peringatannya selalu diisi dengan agenda menyuarakan kepentingan perempuan. Seperti saat peringatan 25 tahun hari ibu di Solo, dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. 

Hari Ibu tahun 1950 dirayakan dengan mengadakan pawai dan rapat yang menyuarakan kepentingan perempuan. Ada peristiwa bersejarah pada tahun 1950, untuk pertama kalinya perempuan diangkat sebagai Menteri, yakni Maria Ulfah yang menjadi Menteri Sosial pada kabinet Presiden Soekarno.

Mengembalikan Fitrah

Catatan-catatan historis di atas menunjukan kepada kita bahwa sesungguhnya kelahiran hari ibu dilatarbelakangi oleh semangat nasionalime dan jiwa patriotik yang tinggi dari para perempuan. Penetapannya oleh Presiden Soekarno untuk menghargai, mengenang dan merefleksikan perjuangan mereka sejak jaman sebelum kemerdekaan Indonesia. 

Namun, pada saat ini hari ibu dimaknai dengan cara pandang yang dangkal. Peringatannya hanya dijadikan sebagai momen untuk menghormati para ibu yang “telah melahirkan dan merawat anaknya” dan peran domestik mereka saja.

Tanpa mengurangi pentingnya peran para perempuan dalam ranah domestik, kita tentu saja sepakat bahwa hal ini berarti mengecilkan potensi perempuan dan menafikan peran lain perempuan-perempuan yang berkiprah di luar urusan domestik. Sehingga seolah-olah mereka tidak memiliki tempat terhormat dalam peringatan hari ibu ini.

Kini, peran perempuan menjadi sangat kompleks. Perempuan mengambil peran penting dalam mengisi kemerdekaan. Berbagai profesi yang dulunya diindetikan dengan maskulinitas, sekarang mampu dilakukan oleh perempuan.

Perempuan tidak lagi hanya berkutat dalam urusan-urasan domestik semata, semisal mengurus rumah dan keluarga. Perempuan kini dapat melakukan banyak hal seperti menjadi ahli mesin, ahli bangunan, ahli informasi dan teknologi, dokter, menteri bahkan menjadi presiden. Peran-peran tersebut dijalankan oleh mereka dengan sangat baik.

Akan tetapi, logika peringatan hari ibu masa kini jadi terbalik.  Penulis mencurigai, kenyataan ini dipengaruhi oleh kata penggunaan kata “Ibu” yang tersemat dalam peringatan tahunan. Kata ibu, menggiring pikiran kita hanya pada satu makna saja, seperti defenisi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut pengertian kamus, kata ‘ibu’ berarti : wanita yang telah melahirkan seorang anak, sebutan untuk wanita yang sudah bersuami. 

Pemaknaan ini yang akhirnya membuat kita menjadi lebih sentimentil sehingga melihat ibu hanya sebatas pada orang yang melahirkan dan membesarkan seorang anaka manusia. Hanya menilikaspek kelemahlembutan saja. Padahal, kata ibu di sini berarti juga adalah perempuan secara menyeluruh, seperti yang diamanatkan pada saat Kongres Perempuan I. 

Semestinya, peringatan hari ibu adalah milik semua perempuan yang telah memberikan sumbangsih bagi bangsa dengan peran mereka yang beragam.  Perempuan telah menorehkan perjalanan panjang perjuangan mereka mulai dari sebelum kemerdekaan dengan perjuangan secara langsung di daerah-daerah, kemudian mengadakan kongres sebagai wadah untuk melibatkan diri dalam gerakan perjuangan secara nasional. 

Pada tahun 1973 Kowani (Kongres Wanita Indonesia), nama peralihan dari Kongres Perempuan Indonesia, menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW) yang berperan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan hingga kini tetap diteruskan dengan berbagai kiprah mereka dalam mengisi kemerdekaan. Oleh karena itu, rasanya  sangatlah tidak elok, jika perjuangan para perempuan heroik ini dikaburkan dengan pemaknaan yang sempit tentang Hari Ibu.

Memaknai Hari Ibu dengan makna yang sempit tentu sah-sah saja. Lebih daripada itu, jika ingin memberikan penghormatan yang lebih mulia kepada para “Ibu”  harusnya kembalikan makna hari ibu kepada fitrahnya. Sesuai dengan pemaknaan awal, yaitu untuk mengingat perjuangan para perempuan di masa perjuangan sebelum kemerdekaan. Demi menghargai kiprah perempuan secara menyeluruh dan menggelorakan lagi semangat juang para perempuan di era sekarang.

Selamat Hari Ibu bagi semua perempuan hebat Indonesia. Teruslah berkarya mengisi kemerdekaan dengan merawat generasi bangsa. Mari! jadikan hari ibu sebagai tonggak kebangkitan perempuan Indonesia agar dunia tahu bahwa perempuan Indonesia adalah perempuan-perempuan tangguh yang dapat memainkan berbagai peran tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai seorang perempuan. Dirgahayu Perempuan Indonesia! (AM/LekoNTT


*Penulis adalah seorang pekerja seni: melatih paduan suara dan mendampingi sanggar anak.        

Related Posts:

Namaku Dilah Seorang Pekerja Rumah Tangga

Oleh: Suroto*

Pekerja rumah tangga sementara melakukan tugas hariannya/Deutsche Welle Indonesia/AM/Desember 2022


Ini adalah cerita tentang seorang Ibu dengan anak enam. Anak paling besar Sekolah Dasar kelas 5, baru melahirkan dengan suami terkapar terkena stroke di tempat tidur dan bekerja sebagai pembantu dengan gaji Rp250.000 ibu per bulan. Ini adalah kisah hidupku sendiri.

Ya, ini adalah kisah hidupku. Aku Dilah. Nama panjangku Dilah Ratnaningsih. Umurku Dua Puluh Tujuh tahun. Aku bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga.

Sebagai Pekerja Rumah Tangga, sehari-hari aku mengerjakan pekerjaan rumah tangga majikanku seperti  mencuci pakaian, menyeterika, memasak, mengepel, menyapu, membersihkan jendela, pintu, langit-langit, halaman dan pekerjaan rutin rumah tangga lainnya.

Aku mulai bekerja pagi sejak jam Enam pagi sampai pulang jam Empat sore. Sebelum berangkat kerja, aku pagi sekali sudah bangun jam Empat pagi. Memasak untuk anak-anak dan suamiku. lalu, bersih-bersih rumah seperlunya.

Selain itu, aku mendapatkan tambahan penghasilan dengan menawarkan jasa mencuci pakaian dengan bayaran sistem "pocokan" ke tetangga tetangga perumahan majikan ku.

Sistemnya, sekali mencuci dengan tumpukan cucian segunung bayaran Rp15.000. Aku mengerjakan dengan membawanya pulang dan kukerjakan malam hari setelah selesaikan pekerjaan rumah.

Selain penghasilan rutin Rp250.000 dari majikan. Aku mendapatkan tambahan uang sekitar Rp300.000 sebulannya dari "pocokan". Kadang ada saja yang baik dengan memberi tambahan bayaran sedikit. Jadi kurang lebih Rp500.000 hingga Rp700.000 pendapatanku sebulan.

Menjadi pekerja di rumah orang sesungguhnya sangat berat. Aku tak menginginkanya sama sekali. Kalau ada pekerjaan yang lebih baik tentu aku akan memilih tidak menjadi pekerja rumah tangga. Apa daya, aku tak punya ijasah sekolah. 

Ini kisah rahasiaku, hal terberat dari pekerjaanku itu bukan pekerjaan yang menumpuk. Aku sangat kuat untuk mennuntaskannya. Apa yang membuatku seringkali tak kuat adalah perlakuan majikanku. Majikan perempuanku sering memakiku dengan seenaknya dengan menyebutku babi, anjing, bangsat jika merasa kecewa dengan pekerjaanku.

Ada satu hal yang sangat mengenaskan. Itu selalu menggangu kejiwaanku. Aku akan berat melangkah setiap berangkat kerja. Majikan laki-lakiku sering melakukan tindakan pelecehan seksual terhadapku.  Dia sering menggerayangi tubuhku. Kadangkala malahan menciumiku secara paksa bibir dan buah dadaku.

Suamiku yang Aku Cintai Meski...

Aku tak punya keterampilan lain selain menjadi Pekerja Rumah Tangga. Suamiku hanya seorang lelaki lumpuh, Kini, ia terkapar parah di tempat tidur karena terkena stroke di rumah. Aku harus memilih pekerjaanku yang mirip sebagai neraka. Aku terpaksa harus menjalaninya. Hari berganti hari aku jalani demi satu hal: keluargaku.

Sebelum terkena stroke sesungguhnya suamiku juga sudah tidak bisa kemana mana sejak lama. Dia memang mengalami kelumpuhan akibat penyakit saraf sejak awal kami menikah. Entah penyakit apa, aku tak pernah tahu jelasnya karena tak pernah kami memeriksakanya ke dokter. Kami tak punya cukup duit  konsultasi ke dokter yang katanya mahal.

Umurn suamiku jauh sekali di atasku. Duda berumur Lima Puluh Enam tahun dan aku Empat Belas tahun ketika menikah dengannya. Tiga belas tahun silam. Aku menyayanginya. Aku tak peduli umurnya. Sebab, ia-lah laki-laki pertama yang datang pada orang tuaku dan memohon pada orang tuaku untuk menikahiku.

Dialah cinta pertamaku. Walaupun, ia sering menyiksaku. Membentak, memaki maki dan memukuliku, aku tetap menerimanya.  Sebab dia itu kekasihku. 

Dialah yang telah membebaskanku dari derita kesulitan ekonomi orang tuaku. Setidaknya meringankan beban orang tuaku dengan membawaku pergi dari rumah. Apa yang kuingat adalah belaian manisnya.

Dia memang menjadi sangat sensitif setelah mengalami kelumpuhan. Soal sekecil apapun kalau tak berkenan selalu akan memanggilku mendekat ke tempat duduknya. Menyiksa. Memukuliku dengan rotan. Demikian siksaan yang selalu aku dapatkan. 

Bahkan saat membagi makanan pun, aku bisa saja dianggap salah. Menurut aturannya, dia musti didahulukan menerima jatah makanan sebelum anak-anak.

Aneh. Aku sering melanggar aturannya karena rengekan anak-anak sering membuatku tak tahan. Aku lebih baik merelakan diri menerima hukuman cambuknya ketimbang hati perih mendengarkan tangis sesenggukan anak-anak.

Mahligai Rumah Tangga

Baru seminggu lalu, aku melahirkan.  Aku dibantu oleh bidan bayi di kampungku. Kelompok Ibu Dasa Wisma di Rukun Tetangga memberi sumbangan uang Rp500.000 sebagai bantuan atas kelahiran anaku. Aku gunakan sebaik baiknya untuk membeli segala  kebutuhan bayiku.

Aku memilih melahirkan bayi laki-lakiku di rumah. Ya, karena melahirkan di rumah sakit itu butuh biaya. Aku khawatir tak ada yang mengurus anak-anak dan suamiku yang terkapar di tempat tidur. Apalagi, anak-anak sekarang sedang musim pengambilan raport di sekolahnya.

Benar saja, ternyata anak ku yang nomor tiga, di kelas Tiga Sekolah Dasar tak dapat mengambil raportnya. Kata gurunya karena belum bayar sumbangan sebesar Rp200.000. Dengan menahan perih karena lahiran, aku datang ke sekolah.

Aku memohon keringanan kepada guru wali kelas bagi anakku. Keringanan pembayaran dengan cara mencicilnya setiap bulan. Seperti cicilan "mendring" yang sering aku lakukan.  Sebab, uang sejumlah Rp200.000 bagiku sangat berarti sekali.

Ternyata raport itu tak dapat aku ambil. Kata pak guru itu di depanku "sudah banyak yang bilang tentang penderitaan memiliki Enam orang anak. Suami terkapar di tempat tidur dan hanya menjadi pembantu rumah tangga dengan pendapatan Rp250.000".

Aku marah. Hatiku mendongkol. Tak tahan melihat anakku yang kelas Tiga menangis karena ingin mendapatkan daftar nilai belajarnya selama Enam bulan. Aku hanya ingin melihat anakku tersenyum sejenak. Tertawa sumringah melihat raport hasil belajarnya seperti teman sekelasnya.

Aku tak ingin orang menaruh belas kasihan padaku. Aku tak ingin disantuni. Aku tak butuh itu.  Itu prinsip hidupku.

Perlakuan guru membuatku kecewa. Bukan karena tak dapat mengambil raport. Tapi, mengapa wali murid anakku itu tak menunjukkan sikap bijaknya. Kecewanya lagi, kenapa harus keluar kalimat menyakitkan itu. Padahal dia bisa saja diam tanpa menyakiti perasaan orang lain.

Aku memang hidup menderita. Tetapi, aku menerimanya dengan lapang dada. Aku selalu mengingat petuah almarhum ibuku "nduk, urip iki mung sak dermo nglakoni, lakonono kanti ikhlas yo nduk" artinya 'hidup ini hanya sekedar menjalani, jalanilah dengan ikhlas ya nak.'

Begitulah petuah ibuku, tapi dalam gemuruh hatiku, aku tak ingin melihat anakku menderita, aku tak ingin melihat satupun anak-anakku kelak jadi Pekerja Rumah Tangga sepertiku. Begitu bunyi sujud doaku sebelum tidur malam.***(AM/LekoNTT)

                

* Penulis adalah penggiat koperasi kerakyatan. Lebih suka menyebut dirinya sebagai rakyat jelata





Disclaimer: Ini adalah kisah nyata dari seorang Pekerja Rumah Tangga. Nama dalam kisah ini bukan aslinya. Tulisan ini sengaja penulis dedikasikan untuk memberikan kesadaran kepada kita semua tentang arti penting keberadaan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) yang sedang diperjuangkan oleh Jaringan Pembantu Rumah Tangga (Jala PRT) dan teman-teman masyarakat sipil lainya agar segera disahkan.

Tulisan ini juga merupakan ajakan kepada seluruh masyarakat untuk memberikan perhatian kepada Pekerja Rumah Tangga. Memberikan dukungan kepada mereka dalam bentuk apapun. Menghentikan semua kisah derita mereka.

Tulisan ini juga merupakan ajakan kepada masyarakat untuk tidak memilih partai dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Calon Presiden, Gubernur serta Bupati atau Walikota yang tidak menunjukkan dukungan kepada pengesahan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga dan membela nasib mereka.


Related Posts:

Nyawa Pekerja Migran Terancam di Depo Tahanan Imigrasi Malaysia (Bagian Kedua-selesai)

 

Ilustrasi pekerja migran yang ditahan/thinkstocksphotos/AM/Desember 2022.


Malaysia, LEKONTT. Video yang tersebar luas mengenai kondisi Depo Tahanan Imigrasi (DPI) Malaysia memicu kecaman publik. Dari video yang beredar luar terungkap fakta menyedihkan mengenai kondisi para pekerja migran Indonesia di rumah tahan imigrasi Malaysia.

Video tersebut seolah melengkapi investigasi Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) atas para pekerja migran yang ditahan dalam rumah tahanan dan yang telah dideportasi kembali ke Indonesia.

Menurut Koalisi Buruh Migran Berdaulat sesuai rilis yang diterima redaksi, pada periode Januari 2021 sampai Maret 2022, sedikitnya Tujuh Belas tahanan berkewarganegaraan Indonesia di Depo Tahan Imigrasi-Tawau telah meninggal dunia ketika menunggu proses deportasi. Hanya dalam Lima bulan, Empat belas nyawa melayang yakni pada bulan Juli sampai November 2021.

Dalam Laporan Ketiga berjudul: “Seperti Di Neraka, Kondisi Pusat Tahanan Imigrasi Di Sabah, Malaysia” (2022), menyibak tabir gelap Depo Tahanan Imigrasi Malaysia. Berbagai fakta menyeruak ke permukaaan, menunjukan bahwa Malaysia sama sekali tidak menghormati martabat manusia Indonesia.

Hampir seluruh deportan terkecuali yang berasal dari Depo Tahanan Imigrasi-Sandakan menderita penyakit kulit akut. Baik bayi, anak-anak, orang dewasa dan lanjut usia menderita penyakit kulit, terutama skabies (kudis). Mulai dari yang infeksinya hanya terjadi pada bagian tubuh tertentu, hingga telah menyebar ke sekujur tubuh. Dari yang tampak ringan sampai bernanah.

Seorang deportan anak berusia tujuh tahun yang menyaksikan ibunya meninggal di Depo Tahanan Imigrasi-Sandakan. Selama enam bulan dalam tahanan, ibunya mengeluhkan sakit pada bagian perut dan kesulitan bangun. Namun bantuan medis terlambat. Ibunya baru dilarikan kerumah sakit ketika keadannya semakin buruk. Seminggu setelah itu, sang anak mendapat kabar jika ibunya sudah meninggal.

Penderitaan seolah tak berujung. Ruang tahanan depo imigrasi penuh sesak, kotor dan tanpa sinar matahari. Pada Depo Tahan Imigrasi di Sabah mengalami persoalan kelebihan kapasitas. Dengan rata-rata luas Delapan kali Dua Belas meter, setiap blok umumnya dihuni oleh 200-260 orang. Setiap rumah tahanan diperkirakan memiliki Sepuluh sampai Empat Belas blok di dalamnya.

Blok tahanan juga sering terkena kemasukan air hujan. Beberapa blok sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran. Kondisi di Sandakan sedikit lebih baik karena air bersih mengalir selama dua puluh empat jam dan kondisinya tidak penuh sesak.

Sesuai catatan Koalisi Buruh Migran Berdaulat, sebanyak Sembilan persen atau 195 migran yang dideportasi pada periode Maret 2021 hingga Juni 2022, adalah anak-anak berusia di bawah Delapan Belas tahun, dan Lima Puluh Tujuh di antaranya adalah bayi berusia di bawah Lima tahun. Setengah dari deportan anak pernah ditahan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau.

Seluruhnya rata-rata pernah berada di pusat tahanan imigrasi selama tiga sampai enam bulan. Bahkan, ada satu kasus di Depo Tahan Imigrasi-Menggatal, seorang bayi yang lahir dan baru dideportasi ketika umurnya Tiga tahun Delapan bulan.

Derita Perempuan dan Anak

Masa penahanan anak-anak tidak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa juga menjadi korban dari praktik penahanan berlarut-larut. Tidak ada blok khusus anak-anak, mereka semua ditahan pada blok orang dewasa.

Tahanan yang berusia di bawah Empat Belas tahun akan ditempatkan bersama orang tuanya. Jika ia tertangkap bersama ibunya, baik anak laki-laki maupun perempuan akan ditempatkan di blok perempuan bersama ibunya. Apabila tertangkap bersama bapaknya (tanpa ibu), jika anak tersebut laki-laki maka akan ditempatkan satu blok bersama bapaknya, dan jika perempuan akan disimpan di blok perempuan.

Tahanan Perempuan juga menceritakan persoalan mereka terkait kesehatan reproduksi. Terbatasnya air bersih membuat mereka selalu kesulitan ketika menstruasi. Sehingga sulit bagi tahanan perempuan untuk menjaga higienitas.

Sejak Februari 2021-April 2022, ada lima kasus wanita yang mengalami keguguran di dalam Depo Tahan Imigrasi, empat di antaranya terjadi di Depo Tahan Imigrasi-Papar.

Mereka rentan terkena berbagai infeksi. Beberapa menyebutkan persoalan menstruasi yang tidak teratur. Ada beberapa yang selama berbulan-bulan di tahanan imigrasi tidak pernah lagi mengalami menstruasi.

Setiap tahanan perempuan hanya diberikan dua buah pembalut ketika masuk ke Depo Tahanan Imigrasi. Hal ini membuat mereka menggunakan kain yang disobek dari pakaiannya yang terbatas untuk menjadi pembalut.

Makan-Minum Tak Sehat

Para deportan mengaku jika mayoritas tahanan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau mengalami keracunan, pada November 2021.  Deportan mengalami sakit perut dan diare. Saat itu belasan tahanan dibawa ke rumah sakit.

Satu orang tahanan asal Indonesia meninggal karena keracunan makanan. Menurut beberapa tahanan yang mengenalnya, dia menderita diare lebih dari satu minggu. Para tahanan menyebut peristiwa keracunan ini sebagai kasus kencing tikus. Ada dugaan jika tempat makanan di dapur depo tahan Tawau kotor, tidak dicuci dan telah dikencingi tikus sebelumnya.

Meski kondisi memilukan tidak ada inspeksi berkala yang dilakukan baik oleh imigrasi maupun otoritas kesehatan di dapur-dapur pusat tahanan imigrasi. Tidak ada tes rutin untuk menguji kelayakan, nutrisi, dan kesehatan dari makanan dan minuman di pusat.

Ironinya, peraturan di Malaysia mewajibkan adanya inspeksi dan tes terhadap makanan yang ada di penjara. Pemberian makan busuk ini adalah bagian dari strategi untuk menimbulkan efek jera, membuat tahanan kapok menjadi migran tidak berdokumen. Penghukuman lewat makanan di pusat tahanan tidak menargetkan individu, melainkan semua tahanan yang mendekam di blok-blok yang penuh sesak.

Penyiksaan demi Penyiksaan

Seorang tahanan berusaha lari dari tempat tahanan namun kemudian upaya melarikan diri itu gagal. Konsekuensinya, almarhum dikeroyok oleh petugas Depo Tahan Imigrasi di hadapan tahanan lainnya. Peristiwa pemukulan itu dengan sengaja dipertontonkan. Sama sekali tidak dilakukan sembunyi-sembunyi.

Menurut kawan sesama tahanan, “almarhum dihantam, ditonjok dadanya, ditendang dan kejamnya dipukuli menggunakan batu merah. Tidak ada petugas yang menghantam bagian paha atau bawah. Mereka hanya mengincar dada dan kepala. Ada juga yang memukul menggunakan pipa besi.”

Meski sesamanya disiksa di depan mata tidak ada satupun tahanan dan keluarga korban yang berani menghentikan penganiayaan tersebut. Mereka takut akan terkena siksaan. Setelah dianiaya dengan kejam, almarhum dengan kondisi penuh darah langsung dijebloskan ke dalam sel isolasi sambil tangannya tetap diborgol.

Pada rumah tahan lain seperti di Depo Tahanan Imigrasi-Tawau dan Depo Tahan Imigrasi Papar, bagi yang ketahuan berkelahi, mereka akan diminta untuk duduk sambil memanjangkan kaki keluar dari teralis blok tahanan. Lalu telapak kaki mereka akan dipukul dengan pipa plastik yang di dalamnya telah ditaruh besi panjang.

Ada yang dipukul sebanyak 10 kali, bahkan lebih. Setelah dipukul telapak kakinya, korbanbiasanya tidak akan bisa berjalan normal selama beberapa hari. Sehingga harus merangkak atau dipapah oleh kawannya jika harus ke toilet.

Bentuk pengkukuman tidak manusiawi ini berlangsung sepanjang hari. Setiap jam Enam atau Tujuh pagi waktu Malaysia, para tahanan akan diminta untuk berhitung. Ketua blok (merupakan tahanan yang dianggap senior yang kemudian ditunjuk oleh petugas untuk menjadi ketua blok) akan meminta seluruh tahanan untuk berbaris berdiri. Satu baris biasanya terdiri dari Sepuluh orang.

Ketika petugas masuk ke dalam blok, serempak mereka semua akan mengucapkan “Selamat pagi, Cikgu! (guru)” Petugas kemudian akan meminta mereka menundukan kepala dan melipat tangan di belakang. Kemudian diminta berhitung mulai dari satu sampai selesai. Jika telat berbaris karena masih tertidur atau sedang ada di toilet, atau melakukan kesalahan menghitung, biasanya mereka akan dipukul atau ditendang oleh petugas tersebut. Setiap habis dipukul, mereka harus mengucapkan “Terima kasih, Cikgu!”, jika tidak mereka akan kembali dipukul.

Perampasan di dalam Rumah Negara

Petugas Depo Tahan Imigrasi kerap mengambil barang yang dikirim kepada tahanan oleh keluarga mereka. Kiriman makanan mereka akan dipotong jatahnya. Jika keluarga mengirim Dua pack mie instan (Satu pack Lima bungkus), maka yang sampai kepada tahanan hanya Satu pack. Begitupun uang. Jika keluarga mengirim RM200, yang sampai kepada tahanan hanya RM100.

Pememerasan demi keuntungan ekonomi terjadi dalam rumah tahanan. Kebutuhan dasar dijual dengan harga berkali-lipat. Ada dua skema penjualan barang, keduanya diatur oleh petugas Depo Tahan Imigrasi.

Skema pertama, petugas memasang tarif jasa penyelundupan barang ke dalam Depo Tahan Imigrasi berdasarkan jenis barang atau ukuran karung yang berisi barang-barang selundupan. Keluarga dari tahanan akan membayar untuk menyelundupkan barang-barang guna dipakai sendiri oleh tahanan atau dijual kepada sesama tahanan lain. Harga yang harus dibayar untuk memasukan barang jualan ke dalam rumah tahanan berkisar antara RM300 hingga RM500 tergantung pada ukuran karung.

Skema kedua, petugas justru bekerja sama dengan tahanan dalam transaksi penjualan. Barang milik petugas Depo Tahanan Imigrasi dijual oleh ketua blok di blok masing-masing. Ketua blok merupakan tahanan. Dalam skema ini, petugas dan ketua blok sama-sama meraup keuntungan dari barang yang dijual. Harga barang di Depo Tahan Imigrasi sangat mahal dibanding harga barang di luar.

Sebagai gambaran, harga garam dalam satu sendok plastik yang diperjualbelikan di Depo Tahan Imigrasi-Tawau adalah RM2 sementara di Depo Tahan Imigrasi-Menggatal adalah RM5. Harga garam yang diperjualbelikan di Depo Tahan Imigrasi-Papar mencapai RM25 per Satu plastik dengan berat setengah kilogram. Sementara itu, harga garam yang dijual di luar DTI adalah RM1-RM3 per 400 atau 500 gram.

Menyikapi fakta yang memilukan ini dan ditunjang oleh video yang beredar mengenai kondisi pekerja migran di Depo Tahan Imigrasi-Malaysia,  maka Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menyatakan sikap bahwasanya:

Pertama, klaim dari Datuk SH Siti Saleha Binti Habib Yusoff selaku pengarah Imigresen Negeri Malaysia mengenai penanganan tahanan imigrasi yang telah sesuai dengan ketentuan Akta Imigresen 1959/63 dan peraturan imigresen tentang pentadbiran dan pengurusan depot imigresen tahun 2003 jauh dari kenyataan. Pernyataan tersebut sangat jauh berbeda dengan hasil pemantauan yang kami lakukan.

Buktinya, banyak kasus deportan terserang penyakit hingga mengakibatkan kematian dalam tahanan imigrasi pada bulan Oktober 2022 silam. Kematian tersebut sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah Malaysia benar-benar memiliki komitmen dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia khususnya hak para pekerja migran dalam mengelola sebuah rumah tahanan imigrasi.

Kedua, pernyataan Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifudin Nasution yang mengelak dari buruknya tata kelola pusat tahanan imigrasi merupakan peryataan yang tidak etis. Korban jiwa dan penderitaan yang tidak perlu terus menimpa pekerja migran di Sabah. 

Pemerintah Malaysia seolah tidak berempati dan tidak bertanggung jawab sebagai sebuah negara beradab dalam melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak pekerja migran sebagai manusia bermartabat.

Ketiga, pernyataan dari dua pejabat publik Malaysia tersebut patut dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Tidak mencerminkan fakta lapangan sebagaimana video tersebut dan juga temuan investigasi kami.

Untuk itu kami mendesak pemerintah Malaysia agar segera mengubah kondisi Depo Tahanan Imigrasi yang selama ini tidak manusiawi. Berhenti melakukan pelanggaran atas hak asasi manusia! Termasuk terhadap hak-hak pekerja migran yang selama ini menjadi penopang penting perekonomian Malaysia.***(AM/LekoNTT)

*Artikel ini merupakan siaran pers dari Koalisi Migran Berdaulat yang diolah redaksi.

Related Posts:

Indonesia Tak Masuk Lagi dalam Jajaran 300 Koperasi Besar Dunia

Oleh: Suroto*

Ilustrasi keberadaaan koeperasi dan manfaatanya bagi rakyat/malangvoic.com/AM/Desember 2022


Pada tanggal 1 Desember lalu di Belgia telah dirilis hasil riset 300 koperasi besar dunia untuk setiap dua tahun sekali. Namun dari 300 koperasi besar dunia atau daftar ICAGlobal300 yang diterbitkan oleh lembaga riset Euricse tersebut, tak satupun koperasi di Indonesia yang masuk di dalam daftar.

Negara tetangga kita seperti Singapura mencatatkan dua koperasi dan Malaysia satu koperasi. Negara yang paling banyak  yang masuk dalam 300 koperasi besar dunia adalah dari Amerika Serikat. Jumlahnya hingga 71 koperasi atau sekitar 23, 66 persen.

Selain itu Eropa tetap memimpin dalam keseluruhan jumlah sebanyak 141 koperasi atau 47 persen. Kemudian disusul benua Amerika sebanyak 91 koperasi atau 30 persen dan Asia Pasifik sebanyak  41 atau 13,66 persen.

Sumbangsih dari 300 koperasi besar dunia tersebut mencatatkan jumlah putaran bisnis sebesar 32 trilyun rupiah atau lebih besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Italy tahun 2021.

300 koperasi yang ada, sektor asuransi paling banyak mendominasi. Kemudian disusul sektor pertanian, sektor keuangan, sektor konsumsi/perdagangan, sektor industri, lalu sektor layanan publik seperti kesehatan, perlistrikan dan sektor perumahan.

Kekuatan Ekonomi Domestik

Dilihat dari sektoralnya, koperasi terlihat mendominasi masalah pemenuhan kebutuhan domestik terutama pangan dan energi. Ini artinya bahwa koperasi berkesinambungan dengan konsep pertahanan atau keamanan sosial ekonomi dan tentu politik satu negara.

Penguasaan koperasi di sektor ekonomi domestik ini juga artinya negara tersebut menggambarkan adanya kendali yang kuat dari masyarakat mereka terhadap ekonomi mereka sendiri. Menjadi pengendali harga dan dampak multiplier lainya seperti berputarnya nilai tambah ekonomi di masyarakat, penciptaan lapangan kerja lebih banyak dan penunjang ekonomi masyarakat menengah.

Koperasi besar dunia yang di dominasi negara-negara global utara seperti Eropa, Amerika, dan negara maju seperti Asia Pasifik contohnya Jepang, Korea dan Singapura, New Zealand, Australia menunjukkan bahwa koperasi turut membuat negara tersebut menjadi negara maju, berdaya saing tinggi dan ekonominya lebih berkeadilan. 

Masalah Koperasi Kita

Koperasi dari tanah air yang tak satupun masuk dalam ICAGlobal300 menunjukkan bahwa perkoperasian kita dalam masalah besar. Koperasi sebagai konsep yang sesuai dengan demokrasi ekonomi atau ekonomi konstitusi kita itu sengaja tidak dikembangkan secara serius.

Persoalan utamanya dimulai dari masalah paradigma. Masyarakat kita banyak yang  tidak mengerti apa itu koperasi dan arti pentingnya bagi pembangunan. Apalgi, soal kemandirian dan kedaulatan sosial ekonomi kita.

Masalah paradigma ini disebabkan oleh persoalan serius tentang dunia pendidikan kita. Orang-orang muda tidak memiliki bekal pemahaman yang cukup tentang koperasi. Koperasi sebagai ilmu pengetahuan dan temuan penting peradaban tidak diajarkan dan bahkan disingkirkan sejauh mungkin sebelum masuk ke pikiran.

Soal selanjutnya adalah masalah regulasi. Koperasi dalam banyak regulasi kita sengaja didiskriminasi, disubordinasi bahkan dieliminasi. Contoh paling kongkrit misalnya koperasi tidak diberikan kesempatan sebagai opsi untuk pengembangan di sektor layanan publik misalnya. 

Di mana dalam Undang-Undang BUMN koperasi tidak diberikan opsi sebagai badan hukum atau hanya persero. Sementara itu, dalam Undang-Undang layanan kesehatan diwajibkan berbadan  persero, investasi asing wajib berbadan hukum perseroan dan lain sebagainya.

Masalah ini akhirnya membentuk pemahaman yang keliru dalam penyusunan kebijakan perkoperasian. Koperasi yang seharusnya diperkuat dengan diberikan otonomi justru terus dibina(sa)kan melalui program program pemerintah.

Reformasi Besar

Untuk mencapai tahapan agar koperasi kita dapat berkembang dengan baik sebetulnya dapat dilakukan dengan tahapan tahapan yang jelas.

Pertama, koperasi semestinya melakukan rehabilitasi dengan membubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal-abal. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan citra koperasi agar masyarakat tahu apa itu koperasi sebenarnya dan arti pentingnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua, setelah dilakukan rehabilitasi, sebetulnya perlu dilakukan upaya reorientasi. Tahapan ini dilakukan dengan cara mengarahkan koperasi untuk melakukan konsolidasi strategis ke arah yang benar.

Ketiga, yaitu tahap pengembangan. Dalam tahap ini koperasi perlu diberikan otonomi dan juga juga dihargai prinsip prinsipnya agar berkembang secara natural dalam menjawab berbagai kebutuhan masyarakat***(AM/LekoNTT)


*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR Federation)



Related Posts:

Berlari Membawa Pesan Pembebasan dalam Olahraga: dari Robinson sampai Socrates

Oleh: Ade Setiawan Simon*

Ilustrasi Olimpiade Atletlik pertama di dunia/history.com/AM

 

Darius Agung I murka pada Athena dan Eritrea karena ikut campur membantu para pemberontak Ionia (499 SM-493 SM)[i]  sebuah pemberontakan terorganisir kelompok militer di wilayah Asia kecil yang ingin melepaskan diri dari dari pengaruh Persia karena dianggap tiran oleh wilayah koloninya.

Namun, bantuan militer dari Athena dan Eritrea belum mampu mengalahkan kekuatan militer Persia pada saat itu. Petaka bagi kedua negara kota ini datang ketika informan Persia mengetahui keterlibatan mereka dalam pemberontakan Ionia, Darius Agung I mulai mengkampanyekan invasi terhadap kedua negara ini. Darius Agung I mengirimkan invasi pertama armada lautnya di bawah pimpinan Artaphernes, seorang jendral perang kerajaan Persia dan berhasil lego jangkar di Yunani.

Darius bersumpah hendak menguasi Athena dan Eritrea dengan mengirim legion perang sebanyak enam ratus ribu infantri dan sepuluh ribu kavaleri. Pasukan diangkut oleh enam ratus kapal armada perang Persia. Mereka berhasil berlabuh di perairan Yunani dekat kota Marathon[ii], sebuah kota Pelabuhan.

Kekuatan Persia begitu besar membuat gentar warga kota di wilayah Yunani. Bagaikan hari kiamat, pendaratan pasukan Persia di teluk Marathon bakal menjadi hari-hari terakhir kemerdekan dan kebebasan bagi warga Yunani. Tak disangka, pasukan Yunani dengan jumlah pasukan tidak seimbang berhasil memukul mundur armada dan infantri Persia.

Kemenangan spektakuler Yunani pada Persia di Marathon perlu disampaikan dengan cepat kepada seluruh warga Yunani untuk mengembalikan moril dan kepercayaan warga Yunani kepada pemerintah kota mereka. Dari medan perang di Marathon diutuslah Pheidippides anak Pheídippos, seorang warga kota Athena, sang kurir harian  atau hemerodrome[iii] yang mendedikasikan diri sebagai pelari professional untuk membawa pesan penting dari satu kota ke kota yang lain.

Ia berlari membawa pesan kemenangan kepada warga Athena. Pesan kemenangan yang dibawa oleh Pheidippides ini dianggap penting bagi Athena dan kota-kota lainnya di Yunani. Peristiwa ini dianggap sebagai momen awal dari kebangkitan Eropa dimasa selanjutnya.

Pheidippides berlari membawa sukacita dan pembebasan dari medan perang kepada warga kota yang sedang dirundung ketakutan atas bayang tiran. Nama sang kurir menjadi satu dari beberapa nama dalam perang Marathon yang mashyur.

Atas aksi heroik sang hemerodrome atau si pelari harian maka jasanya diabadikan dalam perlombaan atletik. Lomba Marathon kemudian diperkenalkan pada olimpiade pertama Athena 1896. Setidaknya kini Olimpiade bukan saja menjadi ajang kompetisi para atlet namun juga menjadi tempat dan waktu bagi setiap negara memperkenalkan kebudayaan, identitas dan masyarakatnya.

Robinson Sampai Socrates Berlari Menyuarakan Kesetaraan

Para penonton di stadion dan pendengar radio di kedai kopi terdiam ketika komentator radio lokal berseru, “Home run ...Jackie got his first home run”.  Jackie Robinson si pendatang baru berhasil melakukan home run pertama dalam karir profesionalnya untuk Brooklyn Dodgers[iv]. Seketika keheningan menyeliputi seisi stadion karena seorang kulit hitam berhasil menaklukan Amerika dengan home run.  Robinson merupakan warga kulit hitam pertama yang berhasil masuk pada klub baseball professional Brooklyn Dodgers.

Pada tahun 1947, setelah beberapa  tahun terlibat dalam ajang kompetisi baseball The Negro Leagues, yakni liga yang diperuntukan pada masyarakat kulit hitam di Amerika. Wesley Branch Rickey[v], sang presiden klub berhasil mendaratkan Robinson ke Brooklyn Dodgers dengan berbagai kontroversi dan penolakan dari panitia Major League Baseball

Pada era Jackie Robinson, Amerika sedang berjuang mengamalkan cita-cita dari para pendiri bangsa untuk menciptakan alam demokrasi yang bebas dari segala bentuk penindasan dan perbudakan. Perjuangan juga dikibarkan oleh para aktivis demokrasi pada saat itu. Jackie Robinson adalah sosok awal dari liga baseball modern Amerika yang berhasil mendobrak sentimen rasial terhadap kelompok kulit hitam.

Lewat kemampuannya ia berhasil melakukan perlawanan rasial di Amerika pada saat itu. Perundungan di lapangan, percobaan pembunuhan dan ancaman menjadi aral dari perjuangan Robinson untuk tetap berada pada liga kompetisi nasional. Sebagai bentuk dedikasinya menyuarakan hak sipil serta kesetaraan, ia terus membuat home run untuk timnya dan tentu saja untuk menunjang perjuangannya menyuarakan ketidakadilan.

Lain halnya dengan Sócrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira[vi], sang jenius dari Brazil. Socrates lahir dari keluarga berada di Sao Paulo, ia tumbuh dalam himpitan kemiskinan masyarakat. Sejak kanak-kanak, Socrates mengamati kedua fenomena sosial itu dalam diam.  Socrates adalah seorang dokter, pemain sepak bola professional dan kapten tim nasional Brazil 1981. Dia menjadi satu dari sedikit atlet dunia yang mencintai ilmu pengetahuan.

Sejak kecil Socraters kecil sudah diperkenalkan dengan buku juga artikel serta tumbuh dengan keyakinan kelak akan menjadi dokter. Kemudian hari cita-citanya berhasil terwujudkan. Memiliki kecerdasan dan pendidikan tinggi membuatnya menjadi berbeda dalam tim. Meski demikian, itu tak membuat dirinya menjadi spesial.

Socrates menjadi satu-satunya pemain sepak bola yang berani menyuarakan kesetaraan dan kesejahteraan bagi setiap pemain dalam tim ketika sepak bola atau olahraga lain mulai dikomersialisasikan.

Saat pertama masuk dalam tim sepak bola Botafogo[vii], Socrates melihat ketidakpastian dalam manajemen klub. Banyak pemain berkulit warna mengalami diskriminasi di lapangan maupun ruang belakang manejemen klub. Ketidakpastian kontrak dan ketimpangan dalam pengupahan pemain menjadi fenomena yang dikomparasikan oleh Socrates sebagai dampak dari kehidupan sosial di luar stadion.

Pemerintah memaksa warga kulit hitam tinggal di pinggiran kota dalam kemiskinan. Lagi, tindakan otoritarian militer sayap kanan Brazil membuat Socrates mulai bersuara. Ia menggunakan popularitasnya untuk memperjuangkan perubahan sosial di negaranya.

Ketika bergabung di klub Corinthians, Socrates memperoleh dukungan dari direktur olahraga Corinthians yang progressif. Konsep kesetaraan mulai diterapkan dalam klub tempatnya bernaung. Socrates menginisiasi gerakan sosial dalam klubnya sendiri, pada kemudian hari dikenal dengan sebutan Corinthians Democracy.[viii]

 Socraters mengkampanyekan konsep egaliter di dalam klubnya. Setiap anggota klub dari direktur hingga kit-man memiliki hak suara, kejelasan kontrak kerja hingga bonus. Perubahan dari kelompok kecil manajemen klub memiliki dampak besar bagi keberlangsungan hajat hidup rakyat Brazil selanjutnya.

Pada saat itu, Corinthians memiliki lebih dari 27 juta pendukung. Melihat revolusi yang terjadi di dalam klub tercinta[ix], sontak sorak serta nyanyian memuji klub kecintaan atas apa yang sudah mereka capai berkumandang setiap kali Socraters dan kawan-kawan turun bertanding.

Kala itu, Corinthians Democracy bukan lagi jadi hymne pujian tetapi berubah menjadi nyanyian kritik dan perjuangan rakyat Brazil terhadap korupsi yang terjadi dalam dunia olahraga maupun oleh pemerintah junta saat itu. Sócrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira tidak saja memikul nama besar seorang filsuf, ia turut memperjuangkan nilai-nilai dari ajaran filsafat sang filsuf.

Olahraga Membawa Pesan Damai

Tak dapat dipungkiri ajang perhelatan olahraga selalu menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk berkumpul bukan saja untuk menonton pertandingan. Ajang perhelatan olahraga saat ini sudah melampaui apa yang dikonsepkan terdahulu sebagai tempat adu ketangkasan bagi setiap orang yang terlatih. Perhelatan olahraga kini sudah menjadi tempat perputaran ekonomi, pertukaran budaya, tempat bersosialisasi bahkan sekedar sebagai tempat wisata berswafoto.

Setiap individu melihat perhelatan olahraga sebagai tempat yang ramah baginya gelanggang olahraga kerap jadi tempat rekreasi bagi keluarga yang hendak menghabiskan waktu senggangnya.

Ajang olahraga juga sering disusupi dengan kampanye  dari federasi olahraga yang bertujuan mengajak para pencinta olahraga bersimpati untuk ikut ambil bagian dalam gerakan perubahan sosial yang dikampanyekan. Contohnya kampanye no racism dan fair play ketika menonton sepakbola, atau kampanye run for equality pada cabang marathon.

Pada olimpiade di Rio tahun 2006 Komite Olimpiade Internasional mengambil satu kebijakan penting sebagai bentuk pesan damai kepada dunia. Komite memutuskan menambahkan satu tim dalam kompetisi olimpiade di luar negara-negara perwakilian di seluruh dunia. 

Tim ini Bernama Refugees Olympic Team[x] (ROT) yang beranggotakan atlet dari berbagai negara konflik. Salah satunya adalah Yusra Mardini seorang atlet renang perempuan asal Suriah yang menjadi pengungsi di Jerman setelah berhasil berenang melintasi laut mediterania. Perang sipil dan diskiriminasi terhadap perempuan memaksa Yusra harus keluar dari negaranya untuk  mengejar mimpi dan kehidupan lebih layak.

Terbaru datang dari tim Jerman pada perhelatan piala dunia Qatar. Kesebelasan Der Panzer menutup mulut mereka sebagai simbol pembungkaman. Kampanye ini mengkritisi kebijakan pemerintah lokal yang menolak keras kampanye kesetaraan gender dalam lingkungan masyarakatnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh para punggawa Iran.  Para pemain menolak menyanyikan lagu kebangsaan mereka sebagai bentuk belasungkawa dan perlawanan terhadap pemerintah yang represif terhadap gelombang demonstran, aktivis dan pejungan hak perempuan di Iran. Pesan ini disampaikan oleh kapten tim Iran; Ehsan Hajsafi yang menegaskan timnya ingin menyuarakan perubahan di dalam negeri[xi].

Berbagai bentuk kampanye yang dilakukan oleh para pelaku olahraga ini merupakan bagian dari rasa kesadaran terhadap kemanusiaan. Sekaligus penolakan terhadap kekerasan dan diskiriminasi. Arena olahraga menjadi tempat paling efektif bagi setiap mereka yang berempati pada kemanusiaan. Sebab, pada prinsipnya ajang olahraga adalah tempat menyampaikan kebebasan dan menyebarkan perdamaian bagi setiap mereka yang tertindas.*** (AM/LekoNTT)



*Penulis adalah Alumnus STFK Ledalero-Maumere dan Relawan J-RUK Kupang. Memilik hobi berkeliling NTT sambil menebar senyuman.








Daftar Pustaka

[i] Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_Ionia, akses tanggal: 28-11-2022

[ii] Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Marathon

[iii] Dikutip dari: greekboston.com/culture/ancient-history/Pheidippides/

[iv] Grant, Adam, “The Originals”. Jakarta: Penerbit Naura, 2017

[v] Dikutip dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Jackie_Robinson

[vi] Dikutip dari: https://thesefootballtimes.co/2020/07/15/the-triumph-and-troubles-of-the-socrates-and-how-he-ended-his-remarkable-career-in-west-yorkshire/

[vii] Ibid.

[viii] Ibid.

[ix] Ibid.

[x] Dikutip dari: https://www.dw.com/id/atlet-tim-pengungsi-olimpiade-terus-bertambah/a-57822933

[xi] https://ntb.jpnn.com/olahraga/3755/pemain-iran-lakukan-aksi-bungkam-di-piala-dunia-2022

 

Related Posts: