Kupang, LekoNTT.com -
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, SH, mengatakan sekolah mestinya tidak melakukan pungutan hanya semata-mata dengan
dasar kesepakatan bersama orang tua melalui komite, kecuali jika sekolah bukan
lembaga publik dan tunduk pada hukum privat.
Hal tersebut disampaikan kepada LekoNTT.com pada hari Kamis (5/7/2019), menyusul banyaknya keluhan orang tua siswa terkait
pemungutan yang dilakukan oleh sekolah. Menurutnya, suatu pungutan baru disebut
sah jika memiliki dasar hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan dipungut oleh orang/petugas yang memiliki kewenangan
untuk memungut.
“Hemat saya, jika sekolah adalah lembaga publik yang tunduk
pada hukum administrasi publik, maka dua unsur pungutan tersebut haruslah
dipenuhi agar tidak disebut melakukan pungutan tidak sah,” katanya.
Darius Beda Daton, SH, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT. Foto: Kanis Tokan. |
Masih menurut Daton, sampai saat ini pihak sekolah masih
memiliki pemahaman yang beragam mengenai bentuk partisipasi masyarakat yang
boleh dan tidak boleh, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 48
Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Akibatnya, dalam setiap
musim PPDB, partisipasi masyarakat kerap muncul dalam bentuk berupa Uang
Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran, Uang Pendaftaran Masuk, Uang Test
Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll), Uang Bangku/Kursi (Waiting
List), dan sederetan daftar panjang pungutan lainnya.
“Pungutan di sekolah negeri setiap bulan atau tahun bukan
angka yang terbilang kecil,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mencontohkan, jika setiap bulan sekolah
memungut uang sebesar Rp 150.000/siswa dari total 1000 siswa, maka setiap bulan
akan terkumpul uang sebanyak Rp.150.000.000, (seratus lima puluh juta), atau sebesar
Rp 1.800.000.000 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) per tahun. Dari jumlah tersebut dapat
dihitung berapa kebutuhan pembiayaan office
boy, satpam, guru komite dan kebutuhan-kebutuhan lain.
“Sisa dana selebihnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan
sekolah sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor: 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan,” ungkapnya.
Perda Pendanaan
Pendidikan
Sebagai saran untuk memperbaiki persoalan di atas, Daton mengungkapkan setidaknya enam hal yang bisa dilakukan.
Yang pertama, perlu ada Peraturan Daerah baik dari
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentang Pendanaan Pendidikan. Perda ini
selanjutnya diikuti dengan edaran dinas pendidikan terkait larangan pungutan
sekolah setelah menetapkan unit cost/riil cost siswa per tahun.
“Dengan demikian, jika ada pungutan yang melampaui kebutuhan
riil siswa pertahun dimaksud, maka pertanyaannya adalah pungutan tersebut untuk
pembiayaan kegiatan apa,” ungkapnya.
Hal kedua yang bisa dilakukan adalah membangun kesamaan
pemahaman sekolah dan stake holder lain mengenai pungutan yang boleh dan tidak
boleh. Ketiga, menyusun petunjuk teknis untuk sekolah mengenai penggalangan
partisipasi berupa sumbangan masyarakat untuk membedakan sumbangan, pungutan
dan iuran. Keempat, membangun sistem akuntabilitas dan transparansi anggaran
Sekolah. Kelima, membuat sekolah percontohan yang pengelolaannya berbasis
sumbangan sukarela. Keenam; iuran komite dijadikan sebagai Sumbangan Pihak
Ketiga (SP3) dan akan disetor ke kas daerah Pemerintah Provinsi untuk
selanjutnya dikelolah sebagai Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA).
“Jika demikian, penggunaan sumbangan dan pungutan orang tua
akan menjadi lebih transparan dan akuntabel, juga diaudit penggunaannya oleh
auditor pemerintah. Suatu hal yang tidak akan mungkin terjadi jika sumbangan
dan pungutan orang tua tersebut dikelola langsung oleh komite sekolah
sebagaimana terjadi saat ini,” tutupnya. (red)
Ombudsman NTT tidak cepat tanggap beberapa informasi yang menjadi wewenang ombudaman ntt.untuk itu diharapkan agar kedepan lebih baik.
BalasHapusTolong ombudsman juga perhatikan masalah tukang parkir liar di Kupang semakin byk & meresahkan. Ini termasuk pungli maladministrasi. Knp sllu tdk ada tindakan untuk menertibkan tukang parkir jadi2an yg merajalela !!!
BalasHapus