Oleh: Yoh. Joni Liwu, S.Pd*
Dampak wabah Corona tak terbilang. Tidak saja mengancam kehidupan manusia sejagad, merusak pula sendi-sendi kehidupan di berbagai aspek. Aspek pendidikan misalnya, bagai mati total. Perencaan yang tertuang dalam program-program pendidikan menjadi berantakan, bak bumi diguncang gempa 7,5 skala richter. Bangunan pendidikan itu memang tidak hancur, tetapi perabotannya berantakan. Pemangku kepentingan di bidang pendidikan harus memeras otak untuk menata kembali seluruh perencanaannya lantaran wabah Corona sedang mengintai.
Atas alasan tidak boleh berkumpul, maka segala aktivitas pembelajaran diberhentikan dengan jangka waktu yang belum ditentukan. Pembelajaran bersinonim dengan pertemuan antara guru dan siswa/ pelajar/ mahasiswa. Dengan demikian haram hukumnya jika diberlakukan social distancing ataupun physical distancing.
Siapapun ahlinya belum bisa memastikan kapan berakhirnya Covid-19 bergentayangan di bumi ini. Mungkinkah karena wujudnya yang tak kelihatan, ataukan Covid-19 lebih cerdik dari seorang professor. Jika social distancing atau physical distancing hanya sebagai sebuah strategi memutus mata rantai, maka ke mana perginya, satu pun belum bisa memprediksi. Itu artinya, semua kita hanya dalam sebuah kepasrahan. Belum lagi sebagaimana dilansir Tribun News muncul virus baru di Nigeria lebih mematikan, maut 48 jam. Itu artinya corona menyebabkan kematian 14 hari, sedangkan virus baru itu hanya dua hari. Duh…apalagi jenis virus ini?
Terlepas dari Covid-19 dan jenis virus terbaru, hari-hari ini dunia pendidikan dari pendidikan dasar hingga sekolah menengah sedang giat-giatnya mempersiapkan diri melaksanakan hajatan akhir tahun pembelajaran di suatu jenjang yaitu ujian nasional. Ujian akhir yang berlabel Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) ini harus berakhir riwayatnya. Artinya, rencana Mas Nadiem meniadakan Ujian Nasional menemui titik terang sebagai sebuah percepatan. Apakah harapan Mendikbud ini direstui Sang Khalik? Tentu saja tidak.
Dampak Covid-19 sebagaimana saya sebutkan di atas telah memaksa penentu kebijakan untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan manusia di atas kepentingan lainnya.
Betapa Covid-19 tidak bisa dianggap sepele. Ketika siswa dirumahkan alias diliburkan selama 14 hari, banyak strategi dilakukan sekolah agar siswa-siswi dapat belajar di rumah. Pemantauan dilakukan guru dari rumahnya masing-masing. Salah satu caranya adalah pembelajaran melalui group WhatsApp. Guru dan siswa dapat saling berkomunikasi tentang jenis materi pembelajaran.
Ilustrasi UNBK. Foto: Syamsul Falaq |
Apakah siswa berlatih menyelesaikan soal-soal atau jenis pembelajaran lainnya. Semua dilakukan agar siswa lebih mempersiapkan diri mengikuti UNBK setelah hari-hari kemarin mereka telah melakukan gladi UNBK. Walaupun demikian, keganasan Covid-19 yang terus mengancam membuat legislatif dan eksekutif tidak tinggal diam untuk menyelamatkan warga. Mereka pun kemudian harus mengambil keputusan agar siswa-siswi pun mahasiswa tidak boleh melakukan pembelajaran di sekolah juga di kampus.
Hal itu berarti UNBK yang digelar akhir Maret dan April itu harus dibatalkan untuk alasan keselamatan jiwa manusia. Semua rencana persiapan ke arah UNBK dibatalkan. Harapan guru pengasuh mata pelajaran Ujian Nasional terkubur Covid-19. Bedah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang dilakukan beberapa bulan silam melalui kegiatan-kegiatan guru semisal MGMP, bak membuang garam ke laut. Kepenatan melaksanakan les- les tambahan harus berakhir karena wabah Corona.
UNBK yang semula bernama Ujian Penghabisan (1950-1956), Ujian Negara (1965-1971), harus berakhir sampai di sini. Lembaga pendidikan harus menyampaikan selamat jalan kepada hajatan akhir tahun yang pada tahun 1972-1979 disebut Ujian Sekolah dan berganti nama lagi menjadi EBTA dan EBTANAS pada tahun 1980-2001.
Sebagai seorang guru yang sedang mempersiapkan peserta didik untuk bertempur di UNBK, harus mengelus dada lantaran kerja keras selama dua tahun lebih berakhir tanpa sebuah evaluasi.
Selanjutnya, tentu saja hendak dipikirkan sebuah sistem penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa. Hal tersebut harus terukur sehingga dapat menjadi angka-angka konkret yang menghiasi lembar ijazah.
Sejak Menteri Pendidikan dijabat oleh nama-nama seperti Sarmidi Mangunsarkoro, Bahder Djohan, Wongsonegoro, Mohammad Yamin, Soewandi Notokoesoema, dan Prijono (1965-1970), evaluasi akhir pendidikan itu tentulah memiliki tujuan tertentu di antaranya pemetaan mutu program pendidikan dan atau satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sekolah di daerahnya masing-masing. Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan untuk pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.
Ditilik dari kemanfaatannya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2013, yakni Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan hasil UN untuk melakukan pemetaan pencapaian standar peserta didik, satuan pendidikan maupun wilayah. Dengan begitu, baik Pemda maupun sekolah bisa mempelajari letak kekurangan atau kelemahan setiap sekolah di setiap daerah jika dibandingkan dengan perolehan nasional. Selain itu, mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota, dan sekolah/ madrasah. Manfaat terakhir adalah mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, provinsi, kabupaten/ kota, sekolah/ madrasah, dan kepada masyarakat.
Semua tujuan dan manfaat pelaksanaan UNBK tidak serta merta diabaikan hanya karena UNBK tidak terselenggara. Namun karena belum terpikirkan format terbarukan untuk mewujudkan tujuan UNBK, tentu menjadi soal. Oleh karenanya kita berharap, dengan imbauan Presiden agar semua berkerja di rumah, akan ada inovasi-inovasi terbaru menggantikan UNBK, tidak untuk tahun ini, tetapi di tahun-tahun mendatang. Bahwa sinyalemen berakhirnya UNBK oleh Mas Nadiem, penggawa baris pendidikan di Indonesia telah menemui titik terang dengan musibah Corona.
Namun karena aksi dan strategi menggantikan UNBK belum muncul ke permukaan, sehingga jurus jitu dari seorang Mas Nadiem kita tunggu di beberapa hari ke depan. Hal ini menjadi penting sehingga guru-guru di setiap lembaga pendidikan bersama kepala sekolah akan memiliki panduan yang jelas dalam memberikan penilaian pada siswa peserta UNBK. Setidaknya, meminimalisir unsur subjektivitas dalam menilai kompetensi siswa yang akan disematkan di ijazah. Guru sedang menanti tangan dingin Mas Nadiem, agar ia tidak terlena dalam masa social distancing atau physical distancing yang menjenuhkan hari-hari ini.
*Penulis: Guru di SMP Negeri 13 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.