LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Archive for Oktober 2020

Hari Terakhir Merekam Kota, SkolMus Bawa Arsip Menyapa Masyarakat Kota Kupang

 

Kupang, LekoNTT.com - Sabtu, 31 Oktober 2020, hari terakhir Merekam Kota: Pameran Arsip Publik bertajuk Memori, Ruang, dan Imajinasi. Di hari terakhir ini, panitia penyelenggara memberi kejutan kepada publik di Kota Kupang terutama masyarakat yang tidak sempat berkunjung ke bekas Pabrik Es Minerva, tempat pameran dilangsungkan.

Kepala Komunitas Sekolah Multimedia Untuk Semua (SkolMus) Armin Septiexan mengungkapkan dalam rangka penutupan pameran, panitia ingin menyapa dan memberi kejutan kepada masyarakat. Kejutan itu merupakan bagian dari rangkaian pameran.

"Katong ingin foto-foto yang ada dalam pameran ini dibawa keluar dari dalam gedung untuk 'bertemu' orang-orang yang sonde sempat datang ke pameran," kata Armin.


Armin menuturkan, panitia meminta bantuan dari Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi (Jikom) Universitas Nusa Cendana yang difasilitasi oleh Henny Lada, dosen Jikom. Para volunteer yang berjumlah delapan orang ini membantu panitia mengunjungi beberapa titik keramaian di Kota Kupang. Pada pukul 10:00 WITA panitia bersama volunteer mulai beranjak dari Minerva menuju target lokasi.

"Katong bersama volunteer keluar dari Minerva menyasar ke tempat-tempat publik. Katong turun ke lokasi pertama di Rusunawa Oeba. Di sana katong berdiri, pegang foto-foto, saat orang tanya, katong mulai jelaskan narasi-narasi penting di balik foto-foto itu lalu dikaitkan dengan pameran arsip publik yang katong jalankan," jelas Armin.

Sempat Disangka Penjual Foto

Armin mengisahkan ketika panitia dan volunteer tiba di lokasi, mereka disangka penjual foto. "Orang-orang pikir katong mau jual foto, mungkin karena katong turun dalam rombongan macam sales mau tawarkan produk begitu. Tapi mereka punya pertanyaan, itu yang buat katong jelaskan ke mereka soal foto-foto itu, juga bagian dari acara penutupan Pameran Arsip Publik."


Sangkaan itu ditegaskan Henny Lada, dosen Jikom Undana yang juga anggota SkolMus. Henny mengisahkan selain di Rusunawa Oeba, pertanyaan yang sama mereka hadapi di beberapa tempat lainnya.

"Selesai dari Rusunawa, katong lanjut ke Pasar Oeba. Di sana mereka kira katong mau bajual foto. Sama juga saat katong lanjut ke LLBK-Pantai Kupang, Rumah Abu, Terminal Bus Lama, dan Gereja Kota Kupang," kata Henny.

Henny menandaskan, pertanyaan itu yang kemudian mengundang antusiasme masyarakat tentang arsip yang dibawa dan dipamerkan di tempat-tempat umum. "Saat lihat foto-foto, beberapa orang langsung bercerita: oh ini situasi tahun 80-an. Memori mereka tentang Kupang dulu langsung hadir begitu."


Selain berkisah tentang memori-masa lalu, beberapa orang pun bertanya tentang beberapa arsip seperti Teddy's tempo dulu, kunjungan Soekarno ke Kupang, dan rapat raja-raja. "Selain beri mereka informasi, cerita-cerita mereka juga menambah informasi buat katong. Misalnya tentang Rumah Abu yang selama ini katong kira itu Klenteng."

Reporter: Nong Emanuel Seto
Editor: Herman Ef Tanouf
Foto-foto: Tim Dokumentasi Pameran Arsip Publik, SkolMus.

Related Posts:

Panduan Minum Sopi atau Moke untuk Pemula


Sopi, moke, atau minuman tradisional lain selalu menjadi bagian dari setiap upacara adat di Nusa Tenggara Timur, juga di sebagian besar tempat di Indonesia bagian timur. Mulai dari acara sukacita seperti peminangan, acara duka seperti kematian, sampai acara kecil lain seperti menyampaikan permohonan maaf atau meminta suatu pertolongan/bantuan dari orang lain.

Kadang kita tidak perlu berbicara panjang lebar. Cukup bawa sebotol sopi dan sopi yang akan berbicara. Sopi yang membuka ataupun menutup. Sopi bisa menjadi awal, sopi bisa menjadi akhir, sopi bisa menjadi penanda.

Foto di atas diambil di sebuah acara perkenalan keluarga. Laki-laki membawa keluarganya ke rumah perempuan yang ia cintai. Mereka mengetuk pintu, minum sopi, dan berkenalan secara adat. Acara seperti ini ada di semua tempat, baik di NTT maupun di wilayah lain.

Ayo, apa nama acara itu dalam bahasa daerah kalian? Apakah disertai minuman tradisional? Minuman apa yang biasa kalian bawa?

Tinggalkan komentarmu di kolom komentar-bagian bawah dari artikel ini. Tapi sebelum menulis komentar, yuk baca dulu bagaimana seharusnya kita minum sopi atau moke atau minuman tradisional lainnya.

Panduan Minum Sopi atau Moke

Tingkat perkelahian, kecelakaan dan hal lain yang tidak diharapkan karena konsumsi minuman beralkohol lumayan tinggi di Indonesia. Ini membuat minuman beralkohol mendapat pandangan yang sangat negatif.

Tak ketinggalan, sopi, moke dan minuman tradisional lain ikut mendapat label negatif. Padahal, sopi, moke, dan minuman tradisional hasil distilasi lainnya sering adalah sarana mulia dalam upacara-upacara tradisional. Pengolahannya melibatkan kearifan lokal. Ada banyak filosofi yang terkandung dalam setiap prosesnya.

Peribahasa Latin mengatakan in aqua sanitas, in vino veritas. Di dalam air putih ada kesehatan, di dalam wine ada kebenaran.

Namun, pandangan negatif pada minuman beralkohol ini juga tidak sepenuhnya salah. Ini disebabkan oleh ulah para peminum yang tidak bertanggungjawab. Ini yang harus dihentikan.

Untuk itu, kami tak henti menghimbau agar masyarakat mengkonsumsi minuman beralkohol jenis apapun itu secara bertanggung jawab. Contoh tanggung jawab sederhana bisa dilakukan dengan cara:

Pertama, kenali minuman yang Anda minum. 
Darimana asalnya? Dari bahan apa minuman itu diolah? Apakah aman? Dewasa ini banyak pengedar minuman yang mencampur-aduk minuman dengan bahan alkohol berbahaya seperti metanol ataupun isopropanol

Kedua, mengkonsumsi tidak melebihi batas.
Seperti yang disinggung di atas, ada tiga jenis alkohol: Etanol, Metanol, dan Isopropanol. Hanya etanol yang bisa dikonsumsi karena bisa diolah oleh hati manusia. Dua yang lain bisa menyebabkan keracunan (spritus, tiner, cat, dan lain-lain). Namun, mengkonsumsi etanol secara berlebihan, dalam jumlah yang lebih banyak dari kemampuan hati memprosesnya, bisa menyebabkan muntah-muntah, bahkan sakit yang lebih parah.

Ketiga, minum untuk menikmati minuman, bukan untuk mabuk. Ada anak muda yang kalau ke pesta harus minum dulu supaya bisa berani masuk tenda. Ini adalah kebiasaan yang harus dihentikan. Anda harus berani tampil tanpa alkohol, jangan jadi penakut yang berani hanya kalau sudah minum.

Mengapa harga bir mahal walau kadar alkoholnya hanya 5%? Mengapa wine/tinto (tintu) harganya mahal walau kadar alkoholnya tidak sampai 15%? Karena orang minum untuk menikmati rasanya, menikmati kebersamaan, menikmati karya tangan, menikmati filosofi, merayakan ekosistem, dan peradaban yang dibangun. Bukan asal mabuk-mabukan.

Keempat, minum secukupnya. Tidak ada manusia yang tidak mabuk kalau minum sopi. Minum, rileks, istirahat. Jangan minum sampai mabuk, mulai cerewet dan mulai tunjuk jago. Anda hanya akan menyesalinya.

Ayo, apa contoh lain dari minum secara bertanggungjawab? Tuliskan komentarmu di kolom komentar ya, jangan lupa beberapa pertanyaan di atas juga.

(Tua Kolo)

Related Posts:

Mengurai Peran Negara dalam Menciptakan Kebebasan Beragama

Oleh: Ardy Milik*


Krisis kebebasan beragama di Indonesia sedang berada dalam titik akut. Data dari Setara Institute menunjukan bahwa sepanjang lima tahun terakhir terjadi peningkatan perilaku  intoleran antar umat beragama dan penghayat kepercayaan.

Pada tahun 2019 Setara Institute mencatat 10 besar propinsi dengan kasus terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan tertinggi yakni; Jawa Barat (162 kasus), DKI Jakarta (113 kasus), Jawa Timur (98 kasus), Jawa Tengah (66 kasus), Aceh (65 kasus), DI Yogyakarta (37 kasus), Banten (36 kasus), Sumatera Utara (28 kasus), dan Sulawesi Selatan (27 kasus). Umumnya konflik antar umat beragama ini terjadi antara kelompok mayoritas dan minoritas, serta tidak adanya sikap tegas negara untuk mengakhirinya.

Lemahnya peranan negara dan ketidakmampuan memberikan kebebasan beragama bagi semua warga, salah satunya tercermin dalam beberapa kasus intoleran seperti: pelarangan ibadah natal pada umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat pada 14 Desember 2019. Dalam kasus ini, justru pemerintah daerah yang melakukan tindakan diskriminatif dengan tidak membolehkan umat Kristiani merayakan ibadah Natal bersama.

Efek Media Sosial

Penggunaan media sosial yang salah sasar dengan mudah menyulut kebencian antar umat beragama. Cepatnya arus informasi, tidak ada verifikasi atas postingan yang beredar, dan kekuatan buzzer dalam melakukan propaganda bagi pengguna media sosial menjadikan berita bohong tersebar dengan cepatnya hingga memicu konflik di tengah masyarakat.

Selain itu, media sosial sebagai sarana komunikasi publik dapat menjadi medium kampanye yang menyejukkan hubungan antar umat beragama. Produksi konten-konten kreatif dalam bentuk caption, mems dan video yang menggambarkan damainya hubungan antara umat beragama turut menciptakan perasaan bersama sebagai suatu bangsa yang tidak dibatasi oleh pulau, suku, agama dan ras.

Kehadiran konten yang menyejukkan di media sosial tidak berangkat dari ruang hampa, ia mengangkat kenyataan keseharian suatu entitas masyarakat yang menghidupi nilai-nilai  toleransi dan kebersamaan dalam tradisi yang telah dihidupi turun-temurun. Warisan nilai dan tradisi inilah yang membuat keberagaman Negara bangsa Indonesia menjadi perekat yang menyatukan sekian sekat perbedaan.

Negara dan Toleransi

Kehadiran negara dalam memberikan rasa aman bagi  warganya telah diamanatkan dalam pasal 28 dan 29 UUD 1945. Kedaulatan individu yang diberikan pada negara sebagai bentuk kesepakatan bersama agar negara dapat mewujudkan hak asali warga yakni memeluk dan melaksanakan ritus keagamaannya secara bebas dan bertanggungjawab.

Negara merupakan sistem organisasi masyarakat yang berdaulat. Di dalam negara sebagai suatu organisasi masyarakat, terdapat sekelompok orang yang bekerjasama dan membagi tugas demi mencapai kesejahteraan bersama (Kealan MS: 2013). Demi mencapai cita-cita tersebut, setiap warga negara memiliki andil dalam mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama setiap warga sesuai dengan kapasitasnya.

Jaminan keamanan dari negara diharapkan mampu menciptakan kondisi aman sehingga pemeluknya dengan sadar dan tahu melakukan ritus keagamaannya, mengaplikasikan dalam kehidupan harian serta bersama mewujudkan kehidupan yang damai lagi adil sesuai dengan amanah ajaran imannya.

Kehadiran negara tak terbatas pada golongan keagamaan tertentu yang hanya ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku, melainkan hadir bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, kelangsungan jaminan kebebasan dan keadilan dalam beragama lahir bukan karena individu memeluk agama tertentu melainkan karena ia adalah warga negara berdaulat.

Praksis beragama yang bebas tidak hanya berlaku momental. Damai ketika bukan hari raya. Nyaman saat tak ada pembangunan tempat ibadah. Menjadi kacau ketika menjelang hari raya, maraknya perilaku intoleran.

Apalagi, menjelang hari raya terbit peraturan normatif yang mengekang kebebasan beragama. Sepanjang umur republik ini, sepanjang itulah negara berkewajiban mengusahakan kebebasan beragama bagi pemeluk agamanya.

Sejatinya nilai-nilai luhur yang terkandung inheren dalam praksis agama-agama di Indonesia memiliki nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan yang dapat menjadi titik temu dalam berdialog satu dengan yang lainnya. Termasuk di dalamnya agama-agama samawi maupun agama-agama tradisional, misalnya pemuda lintas agama mengatur parkir saat sholat berjamaah di masjid.

Jamaknya tegangan antara keduanya merupakan konsekuensi dari diskrepansi pemahaman sampai penghayatan terhadap teologi setiap agama. Mengakui bahwa setiap agama punya kandungan nilai harmoni adalah kunci menuju tenggang rasa dalam hidup harian.

Implikasi logis dari ketidakmampuan memahami dan mengakui ajaran iman agama lain meningkat pada konflik antara mayoritas dan minoritas agama. Kedigdayaan mayoritas seolah mendapat legitimasi untuk mendiskreditkan bahkan merepresi minoritas. Parahnya, kekerasan atas nama agama ini difasilitasi oleh negara.

Difasilitasi dalam artian negara tidak mampu melindungi korban perilaku intoleran dan melakukan pembiaran terhadap tindakan represif yang belum tentu mewakili sikap keseluruhan pemeluk agamanya. Tidak semua pemeluk agama menghendaki kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Hanya karena sesat pikir dan tindakan yang brutal dari seorang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan agama.

Peranan Negara

Demi mengoptimalkan peran negara dalam menjamin kebebasan beragama warganya, butuh keterlibatan aktif semua individu dalam setiap tingkatkan kelas. Nilai kemanusiaan yang menjadi prinsip dasar dalam kehidupan sebelum terpilah dalam agama-agama merupakan bekal bawaan yang harusnya menciptakan rasa sepenanggungan dan seperasaan dalam duka dan tawa antar sesama manusia.

Bahwa saya mengakui engkau sebagai manusia bukan sebagai manusia beragama tertentu atau manusia dengan predikat tertentu melalui internalisasi pemahaman akan pengakuan terhadap sesama yang beragama lain. Interaksi yang rutin dengan yang berbeda kepercayaan melalui kegiatan-kegiatan konstruktif dapat mengurangi prasangka antar yang berbeda, dengan demikian akan terbuka jalan menuju dialog.

Memilih jalan dialog daripada konflik dapat terwujud secara berkelanjutan bila negara benar-benar hadir memberikan dirinya dalam bentuk ketetapan yang jelas tidak berat sebelah. Negara hendaknya berani keluar dari kerangkeng normatifitas kaku dan melaksanakan kebijakannya melampaui sekat birokrasi yang berbelit-belit. Usaha menciptakan perdamaian tidak sekedar dalam bentuk program-program yang habis nilainya ketika masa berlaku program tersebut selesai, melainkan berusaha terus menginternalisasikan nilai dari program tersebut ke dalam kehidupan harian para peserta.

Kehadiran negara ini tidak saja melulu melalui institusi yang fokus mengurusi urusan keagamaan, yang mandatnya mengusahakan kerukunan antar umat beragama seperti Forum Kerukunan Umat Beragama. Dalam jalinan kerja sama kolaborasi dengan orang muda, komunitas kreatif dan warga yang berbeda keyakinannya diharapkan dapat menciptakan suatu tatanan kehidupan bersama yang harmonis, adil dan damai.

Usaha menuju tatanan kehidupan itu membutuhkan kerja sama yang kuat dan erat dari semua pihak yang menjiwai nilai-nilai persatuan, kemanusiaan dan keadilan dalam pikiran dan perbuatannya, sehingga dapat menjadi titik temu dalam mengusahakan kebaikan bersama bagi negara bangsa Indonesia. Usaha mencapai kebaikan bersama ini mewujud dalam aktualisasi diri demi meraih prestasi terbaik sebagai sumbangsih pribadi terhadap kemajuan bangsa (Latif: 2020, hlm 83).

Bagaimana Negara Menciptakan Dialog

Negara harus kembali merumuskan tujuan berdirinya dengan merujuk pada konstitusi dan ideologi negara; Pancasila, sesuai dengan kebaharuan zaman. Tafsiran yang kontekstual dengan kondisi terkini memungkinkan keberlanjutan negara. Mencapai kesejahteraan bersama sebagai tujuan negara, mensyaratkan adanya kebebasan dalam menentukan pendapatnya serta berusaha menjamin sikap keterbukaan dari setiap agama untuk mencapai kemerdekaan dalam mengekspresikan diri dan agamanya.

Model keterbukaan dalam berdialog antar agama bertolak dari kejujuran dan keterbukaan untuk mengakui persoalan di masa lalu yang sempat menjadi luka dalam perjalanan sejarah. Meminta maaf serta berusaha menjalin rekonsiliasi dari persoalan masa lalu yang mendera, memungkinkan dialog antar umat beragama dapat terlaksana tanpa adanya prasangka.

Dalam menciptakan kebebasan beragama, konsep toleransi bukan saja berarti membiarkan atau mentolerir suatu keadaan tertentu, melainkan mengakui bahwa keberadaan suatu agama mempunyai nilai-nilai keterbukaan dalam mewujudkan kedamaian di muka bumi ini. Lawan dari toleransi adalah intoleran. Intoleran berarti sikap teguh pada peraturan tanpa pengertian apa pun bagi yang melanggarnya (Kleden: 2006).

Usaha menciptakan kedamaian, perdamaian, dan keadilan hanya bisa terwujud jika kehendak untuk merubah kondisi kehidupan beragama menjadi lebih baik, tumbuh dalam kesadaran laku dan tindakan setiap komponen masyarakat mulai dari pranata paling utama yakni, keluarga.

Negara tidak dapat masuk ke dalam ruang privat ini, tapi menjamin keberlangsungan hidup dan tumbuhnya spirit keberagaman dan pengakuan terhadap yang lain melalui pengarusutamaan kemajemukan sejak masih dalam rumah. Hal itu disertai dengan regulasi yang tidak berat sebelah atau membiarkan anak-anak terpapar pada penyebaran ujaran kebencian yang merasuk melalui kegiatan yang diselenggarakan di tingkat rukun tetangga.

Harmoni di Tengah Masyarakat

Mengusahakan hidup harmoni dalam keseharian adalah perkara menyatukan berbagai keragaman pendapat, pemikiran dan tindakan yang sedianya dapat bertemu dalam perjumpaan antar wajah, saling tegur sapa, membalas senyuman demi menghilangkan prasangka atau kepura-puraan. Keragaman yang bertolak belakang itu mencapai titik temunya dalam kesadaran untuk mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang jauh dari pertikaian akibat mudah tersulut dengan intrik politik atau adu domba. Menghargai pencapaian setiap pemeluk agama yang adalah manusia dan mengusahakan terjadinya dialog yang berkelanjutan.

Dialog yang berkelanjutan ini, memungkinkan adanya komunikasi intens dalam menangani persoalan kemanusiaan yang membutuhkan kerja sama lintas agama. Komunikasi itu dibutuhkan untuk mengurai sengkarut persoalan yang mengurat akar di masyarakat seperti korupsi, kekerasan terhadap perempuan dan anak dan perdagangan orang ataupun tanggap terhadap situasi bencana yang menimpa belahan daerah lainnya di Indonesia.

Melalui karya-karya nyata yang membebaskan, rumah negara bangsa Indonesia dapat terjaga dari berbagai bentuk rongrongan, baik dari dalam sikap ekstrimisme fundamentalis yang menolak jalan dialog, hanya mementingkan satu tujuan. Selain itu, upaya destruktif dari luar berupa penguasaan sumber daya politik dan ekonomi hanya pada sebagian kalangan yang dapat memicu kecemburuan sosial sehingga gampang dipolitisir menjadi konflik mengatasnamakan agama.

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia sudah membuktikan itu. Belajar dari sejarah kelam di masa lalu, kita patut berbenah, menjaga kewarasan akal, merawat nurani demi memastikan masa depan negara bangsa Indonesia yang dapat diwariskan kepada anak cucu sebagai rumah bersama yang berketuhanan, berkemanusiaan, bersatu, bermusyawarah dan berkeadilan.

Warisan kemampuan menangani konflik di masa depan bersumber dari tradisi, adat-istiadat dan pengetahuan yang diteruskan dari generasi ke generasi secara lisan dan tulisan. Menjaga panjang umurnya rumah bersama Indonesia adalah tanggung jawab semua warga negara Indonesia yang berkehendak baik menciptakan keadilan dan perdamaian bagi tanah air tercinta.


*Peneliti di Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC).





Daftar Pustaka:

Paul Budi Kleden, Mendefinisikan Ulang Toleransi: Agama-Agama dalam Perjuangan, Pos Kupang,  2006.
H. Kealan, M.S, Negara Kebangsaan Pancasila, Paradigma: Yogyakarta, 2013
Yudi Latif, Wawasan Pancasila, Bintang untuk Pembudayaan, Mizan: Jakarta, 2020.


Related Posts:

Menyuarakan Hak dan Keadilan Bagi Nelayan, PIKUL Bikin Rembug Pesisir

 

Kupang, LekoNTT.com - Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia dan menyongsong Hari Ikan Nasional, Perkumpulan PIKUL melangsungkan rembug pesisir secara daring melalui zoom meeting selama dua hari (27-28/10). Rembug Pesisir dengan tema Hak Atas Keadilan Produksi dan Keadilan Ruang Bagi Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan ini diikuti oleh para nelayan dari berbagai daerah di NTT.

Perkumpulan PIKUL dalam Rembug Pesisir menghadirkan pembicara dari berbagai pihak. Beberapa di antaranya, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) dan Akademisi. Rembug tersebut dimoderatori oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan PIKUL, Torry Kuswardono.

Terkait pemenuhan hak pelaku usaha kelautan dan perikanan,  Muhammad Zaini, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan, pemerintah melalui KKP telah mengupayakan hak-hak atas nelayan maupun keluarganya termasuk hak atas pendidikan dan teknologi.

"KKP telah mendirikan beberapa sekolah mulai dari SMK sampai Perguruan Tinggi yang difokuskan untuk 70% pelaku usaha kelautan dan perikanan baik itu nelayan, pembudidaya ikan, hingga petani garam," ungkap dalam zoom meeting pada Selasa (27/10).

Ia berharap agar semua stakeholder dapat mensosialisasikan pentingnya beasiswa pendidikan dari pemerintah kepada putera-puteri para pelaku usaha kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia. "Agar anak-anak pelaku usaha kelautan dan perikanan mempunyai akses yang setara dengan anak-anak lain di perkotaan serta dapat meningkatkan pendidikan mereka."

Sekjen KIARA, Susan Herawati dalam diskusi mengungkapkan, pemerintah Indonesia telah berupaya mendorong adanya poros maritim dunia, namun pada kenyataannya pengambilan berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur  maupun pelebaran destinasi wisata di Indonesia tidak melibatkan nelayan sebagai salah satu subjek penting dalam perumusan kebijakan. "KIARA melihat adanya perampasan ruang secara perlahan, pembatasan akses, privatisasi hingga penggerusan ruang hidup masyarakat pesisir."

Hal itu ditegaskan lagi oleh Dr. Suhana, dosen dan peneliti isu kelautan dan perikanan. Ia menandaskan, kebijakan atau perundang-undangan harus memperhatikan pemenuhan gizi bagi masyarakat yang kerap masih menjadi permasalahan khususnya di daerah pesisir. "Kebijakan juga harus mencegah eksploitasi atau budidaya ikan secara berlebihan agar kelestariannya tetap terjaga."

Suhana pun mengkritisi penyusunan UU Cipta Kerja. UU tersebut menurutnya "jangan sampai melanggar amanah dari UUD 1945. RUU Cipta Kerja perlu diapresiasi karena tetap memudahkan perijinan bagi nelayan kecil namun satu hal yang kurang konsisten adalah terkait SIPI dan SIUP, pengecualian hanya berlaku bagi SIPI tidak untuk SIUP."

Suhana menegaskan, perlu adanya konsistensi terhadap pemenuhan hak pelaku usaha kelautan dan perikanan karena kondisi perikanan tangkap perairan Indonesia meskipun terlihat mengalami peningkatan dalam produksi namun pertumbuhan produksi semakin menurun. "Jika setiap tahun mengalami penurunan, keberadaan ikan di perairan Indonesia akan hilang sehingga perlu adanya upaya untuk mempertahan produksi agar stabil. Sebisa mungkin meminimalisir eksploitasi ikan agar tidak sampai melebihi penangkapan yang diperbolehkan."

Sementara itu Project Manager Rights To Food Perkumpulan PIKUL, Andry Ratumakin mengungkapkan, keadilan sosial harusnya sampai kepada nelayan, keadilan seharusnya tidak terbatas pada narasi tetapi dalam bentuk aktualisasi. Ia pun membeberkan usaha Perkumpulan PIKUL dalam mengakomodir para nelayan.

"PIKUL melalui program Rights to Food atau hak atas pangan telah menjembatani pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk mengklaim identitas mereka. Perempuan pelaku kegiatan produksi dan pasca produksi adalah nelayan. Sejauh ini baru 20% nelayan yang diakomodir untuk mengklaim identitas mereka, ini membuktikan bahwa pengakuan negara masih minim."

Menyikapi situasi tersebut,  Deselina M.W Kaleka, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Budidaya mewakili Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT mengharapkan kerja sama yang baik. Menurutnya, pengembangan perikanan ke depan akan lebih maju kalau ada kerja kolaborasi dari berbagai pihak. (alk)

Related Posts:

Uiasa Camp, Wujud Ekowisata Berbasis Masyarakat di Pulau Semau


Semau, LekoNTT.com - Desa Uiasa, Semau, Kabupaten Kupang, salah satu obyek wisata di NTT yang jadi primadona pada era 1990-an. Penginapan dan bar berjejer di sepanjang garis pantai membuat wisatawan asing menjadikannya sebagai lokasi pilihan, terutama wisata bawah air seperti diving dan snorkeling. Situasi itu lalu berubah ketika Indonesia dilanda krisis moneter dan terhentinya penerbangan langsung Kupang-Darwin (Australia). Bangunan-bangunan terlantar, semua sebatas kenangan bagi masyarakat Desa Uiasa.

Tanggal 23 Oktober 2020, momentum kembalinya pariwisata Desa Uiasa. OCD Beach and Cafe bersama masyarakat Desa Uiasa melakukan peluncuran (Soft Launching) Uiasa Camp yang menjadi momentum kembalinya pariwisata dengan pesisir pantai yang memiliki ekosistem terumbu karang, layak dieksplorasi.

Beberapa bagian terumbu karang di Uiasa, telah rusak akibat penangkapan ikan menggunakan bom dan racun. Untuk mengembalikan keutuhan terumbu karang Uiasa, OCD Beach and Cafe bekerja sama dengan Global Environmental Facilities-Small Grant Program (GEF SGP) Fase VI wilayah Pulau Semau, melakukan project Pengembangan Ekowisata Uiasa. Tujuannya untuk membangkitkan kembali pariwisata di Desa Uiasa yang pernah berjaya pada tiga dekade lalu.

"Selama kurang lebih 10 bulan bersama masyarakat OCD Beach and Cafe berkolaborasi memperbaiki alam pesisir Uiasa dan mengembangkan jejaring penyedia jasa pariwisata di Desa Uiasa agar alam pesisir Uiasa tetap terjaga dan masyarakat desa mendapatkan manfaat langsung dari pariwisata," ungkap Ody Messakh, Koordinator OCD Beach and Cafe melalui keterangan tertulis pada Jumat (23/10).

Ody menandaskan, dalam kurun waktu tersebut OCD Beach and Cafe bersama masyarakat Uiasa melakukan upaya konservasi terumbu karang menggunakan bioreeftek (terubu karang buatan) yang telah disebar di perairan Uiasa sebanyak 60 unit. Kegiatan itu dilakukan dengan melibatkan kelompok pemuda Uiasa sejak dalam pembuatan sampai pada pembenaman bioreeftek di dalam laut.


Selain itu, OCD bersama para relawan pun mendampingi kelompok anak sekolah dalam belajar Bahasa Inggris dan pengenalan lingkungan untuk mempersiapkan pemandu wisata lokal. Para ibu juga turut dilatih Bahasa Inggris sederhana agar dapat berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara. Adapun patihan memasak bagi kelompok ibu-ibu dengan pemanfaatan bahan lokal.

Camping ground wisata yang dikelola oleh komunitas di Uiasa dengan sarana MCK telah disiapkan beserta fasilitas atraksi seperti snorkeling, diving, dan cannoe.

"Dalam jangka panjang diharapkan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi
melalui kunjungan wisata dan pemerintah desa akan terus mendampingi serta mengembangkan ekowisata ini melalui dana desa. Pemerintah Desa juga diharapkan dapat mengembangkan aturan untuk melindungi lingkungan pesisir melalui Perdes dan membangun kesepakatan bersama antar desa di sekitar pesisir Pulau Semau untuk perlindungan lingkungan."

Atraksi wisata pesisir yang dapat dinikmati oleh wisatawan ketika mengunjungi Desa Ekowisata Uiasa cukup beragam. Pantai Uiasa dengan bentangan pasir putih yang luas dan membentang sekitar satu kilometer menjadikannya sebagai satu-satunya pantai di pesisir Pulau Semau yang menawarkan aktivitas renang, snorkeling dan diving.

Terdapat beberapa titik snorkeling dan
penyelaman disekitar pesisir yang mudah dijangkau dan memiliki anekaragam karang dan ikan. Tidak hanya itu, Desa Uiasa juga memiliki Kolam Air Tawar Uiasa. Kolam mandi itu berasal dari sumber air alami yang mengalir.

"Kolam ini sudah lama dibangun dan menjadi sumber air bagi Desa Uiasa. Jika tertarik mengunjungi bangunan sejarah, pengunjung dapat mengunjungi mercusuar Uiasa yang merupakan mercusuar pembangunan zaman kolonial dan satu-satunya mercusuar di Pulau Semau yang masih digunakan sampai sekarang."

Mercusuar ini terletak di ketinggian bukit sehingga pemandangan indah di pesisir Utara Pulau Semau dapat dijangkau dan dinikmati. Matahari terbit (sunrise) juga merupakan momen yang tak dapat dilewatkan jika berkunjung ke desa ini. Pantai Uiasa terbuka ke arah timur sehingga pemandangan Kota Kupang pada malam hari juga pemandangan sunrise yang sangat terbuka dan indah.

"Komunitas masyarakat dan pemuda di Desa Uiasa-lah yang akan mengelola kunjungan-kunjungan wisata di desa. Usaha masyarakat ini dinamakan Camp Uiasa. Sarana yang disediakan di Camp Uiasa bagi para pengunjung berupa tenda kemah untuk menginap, penyewaan alat snorkling, cannoe serta sarana MCK."

Dalam kaitannya dengan program tersebut, sejak bulan September 2018 terdapat 10 organisasi masyarakat sipil dan entitas usaha menengah yaitu: Perkumpulan Pikul, Geng Motor Imut, CIS Timor, Komunitas Kupang Batanam, Komunitas Tani Organik Dalen Mesa, Perkumpulan Tafena Tabua, OCD Beach and Cafe, Yayasan Alfa Omega, dan Yayasan Cemara bersama-sama menyelenggarakan program Ketahanan Sosial Ekologi di Pulau Kecil di Pulau Semau. Program ini merupakan program didukung oleh GEF-SGP Indonesia Program fase ke VI.

Tujuan utama program Ketahanan Sosial Ekologis di Pulau Semau adalah membangun resiliensi masyarakat dan alam melalui praktek-praktek penghidupan dan konservasi yang berkelanjutan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh 10 organisasi ini adalah: pengembangan pertanian organik, pengembangan agrosilvo-pastoral dan agroforestri, konservasi daratan dan pesisir untuk ketahanan air dan pangan, pengembangan sumber dan produk pangan lokal, serta ekowisata berbasis masyarakat, percontohan penggunaan energi terbarukan.

Program ini dilaksanakan di enam Desa di Kecamatan Semau yaitu Desa Uiasa, Desa Hansisi, Desa Huilelot, Desa Batuinan, dan Desa Bokonusan. Sedangkan di Kecamatan Semau Selatan terdapat empat desa yaitu Desa Uiboa, Desa Uitiuh Ana, Desa Uitiuhtuan, dan Desa Onansila. (red)

Untuk dapat menikmati alam Uiasa, pengunjung bisa menghubungi langsung pengelola Uiasa Camp di Instagram: @camp_uiasa.

Related Posts:

Merekam Kota Kupang, Shooting Film Setan?

 

Merekam Kota Kupang: Pameran Arsip Publik bertajuk Memori, Ruang dan Imajinasi yang diinisiasi Komunitas Sekolah Multimedia Untuk Semua (SkolMus) punya banyak kisah. Minggu, 18 Oktober 2020 tepat pukul 22.00 WITA atau tiga jam setelah pameran ditutup, gedung bekas Minerva Ijs Fabriek (Pabrik Es Minerva) tempat pameran dilangsungkan sudah dikosongkan, gerbang dan pintu-pintu pun telah ditutup.

Di dalam itu gedung, tak ada lagi pengunjung maupun panitia penyelenggara. Hanya ada arsip-arsip masa lalu yang dipajang dengan instalasi sarat seni di dinding-dinding gedung dilingkupi remang-remang cahaya pijar-kekuningan. Musik instrumental dari speaker bluetooth mungil di sudut ruangan di dekat bekas box es bikin isi gedung yang dibangun pada tahun 1930-an atau sebelum Perang Dunia II itu makin antik-romantik.

Sedang di luar gedung, para penyelenggara dan sebagian pengunjung yang belum mau pulang khusyuk dan asyik dalam cerita-cerita lepas. Ifana Tungga, salah satu anggota Tim Arsip berkisah tentang proses pengumpulan arsip selama 10 bulan; Frengky Lollo, ketua Tim Instalasi pameran bicara soal kekurangan-kekurangan instalasi yang belum sempat dilengkapi, Armin Septiexan, Kepala SkolMus sedikit berkisah tentang usahanya mengkoordinir segala kebutuhan terkait pameran, 15 menit setelahnya ia lalu memilih lelap di lantai di halaman depan rumah pemilik Minerva saat ini.

Merekam Kota dan Mama-Mama Pemilik Lapak Jualan

Di saat Armin benar-benar lelap oleh sebab lelah, datanglah sekelompok mama-mama; ialah para penjual makanan dan minuman di Pasar Malam Kampung Solor, Jalan Siliwangi Kota Lama, Kupang. Jarak pasar yang sangat dekat-kurang lebih tiga meter membuat mereka penasaran akan aktivitas di dalam gedung tua berukuran 10×26 meter itu. Sejak persiapan hingga Pameran Arsip Publik dibuka pada 17 Oktober 2020 lalu, mama-mama yang setiap sore hingga tengah malam berjualan di pasar itu mengira sedang ada program shooting film.

“Selama ini katong kira ada syuting film setan,” kata seseorang di antara mereka yang akrab disapa Mbak Ririn.

Dugaan itu muncul sebab sehari (16 Oktober 2020) sebelum pameran dibuka, panitia penyelenggara melakukan rekaman video terhadap teatrikal “Kota” yang dibawakan oleh kelompok Teater Arspira. Namun dua hari setelahnya, aktivitas di Pabrik Es Minerva tetap berjalan. Orang-orang mulai berkunjung, mama-mama pun makin bingung: “ada apa?”

Persis di saat gedung peninggalan Tjiong Koen Siong itu kosong, mama-mama yang tadinya sibuk melayani pengunjung di lapak-lapak kesayangan menyempatkan diri berkunjung. Sebab segala aktivitas di gedung dengan atap perisai itu menimbulkan banyak tanya di benak mereka.

“Bismillahirrahmanirrahim," doa seorang mama berjilbab ungu, jelas terdengar di telinga para panitia yang duduk-berjejer di lorong di dekat pintu keluar. Kata mereka, gedung itu memang ‘menyeramkan’ sebelum dijadikan tempat Pameran Arsip Publik. Dan, mama-mama itu memang izin untuk masuk lewat pintu keluar.

Asis Nadjib, salah satu panitia berusaha menjelaskan bahwa pameran telah ditutup, di saat yang sama ia seperti diserang suara mama-mama itu. “Katong tadi sibuk jualan kakak. Su bertahun-tahun katong jualan di sini, tapi belum pernah masuk ke sini. Boleh katong masuk lihat-lihat ko kakak?” ungkap seorang mama didukung mama-mama yang lain lagi. Asis yang tidak mau jadi ‘anak durhaka’ akhirnya mengizinkan mama-mama itu masuk setelah disetujui panitia lainnya.

Kurang lebih 20 menit, mama-mama itu ada di dalam ruang pameran. Satu per satu arsip yang dipajang diamati, tanpa diam. Ruangan yang tadinya ‘sepi’ seketika jadi riuh. Suara-suara sarat cerita pecah di dalam ruangan. Ifana Tungga tampak jadi bingung. Di saat ia berusaha menjelaskan, mama-mama itu malah balik menjelaskan dengan menghadirkan memori tentang beberapa arsip: Tugu HAM, Terminal Kupang-Teddy’s, Pelabuhan Tua, Bioskop Raya, lorong pertokoan dan beberapa arsip lainnya. Ifana dan beberapa panitia seperti Alwi Kolin dan Ete Umbu Tara akhirnya lebih banyak menyimak sambil mendokumentasikan momen tersebut.

“Di samping Teddy’s dulu katong sebut Pos Satu. Dulu beta jualan di situ, tahun 80-an. Dulu ju katong ame es batu di sini (Pabrik Es Minerva), sampai taon 1998 masih ada,” kata Mbak Ririn. “Di depan Minerva itu Taman Kota, dulu ramai sekali. Katong lahir taon 70-an nah, masih dapat Taman Kota yang lama,” sambung Bibi Nona.

Sama seperti mama-mama yang lain, Bibi Nona juga punya kisah tentang ini kota sewaktu remaja. Arsip-arsip itu telah ‘memanggil’ datangnya memori masa lalu di isi kepala.

Beta terbayang masa lalu. Biasa habis lari sore, katong ketemu katong pung nyong di sini. Dulu bagus, kalau mau bilang beta senang tampilan yang dulu. Kalau sekarang buat katong pung mata sakit. Terima kasih buat kakak-kakak semua yang sudah buat acara ini, bagus sekali,” kata Bibi Nona sambil menunjuk foto Tugu Sonbai.

“Kakak dong mau makan apa? Minum apa? Ikan bakar? Es Jeruk? Es Teh?” Bibi Nona menawarkan jualannya kepada para penggiat untuk dinikmati secara gratis. Asis Nadjib menolak, khawatir mama-mama rugi. “Sonde apa-apa sayang, itu buat kakak dong karena su kasih izin katong masuk.” Beberapa menit kemudian, 12 gelas es teh dinikmati panitia. ***

Minerva Ijs Fabriek, 20 Oktober 2020
Herman Ef Tanouf


Kata dalam Bahasa Melayu Kupang:
Katong: kami
Beta: saya
Ju: juga
Su: sudah
Ame: ambil
Taon: tahun
Dong: mereka
Pung: punya
Sonde: tidak

Related Posts:

Merekam Kota Kupang, Pameran Arsip Pembuka Mata Publik


Sepuluh bulan, proses yang lumayan lama untuk menyelenggarakan sebuah event kesenian, event kebudayaan ataupun event sejenis. Belum lagi kalau para pekerja kreatif lebih mengandalkan motivasi untuk melayani publik melalui ide dan karya-karya kreatif. Lelah tentu saja ada, tapi tidak bagi hilangnya motivasi.

Minimnya pusat-pusat kesenian pun berpotensi mematikan geliat berkesenian. Kota Kupang dan umumnya di Nusa Tenggara Timur, memang masih sangat minim ruang-ruang kreatif. Mungkin ada, tapi belum dikelola atau dimanfaatkan secara baik, maksudnya bisa diakses publik terutama para pekerja kreatif.

Situasi pandemi dengan berbagai protokol kesehatan, turut berpengaruh terhadap aktivitas kesenian dan kebudayaan. Komunitas-komunitas misalnya, dihadapkan pada berbagai persoalan. Kalau selama berkegiatan, mereka [kelompok-kelompok kecil] mampu menghimpun banyak orang, pandemi telah menyempitkan ruang temu yang nyata.

Jalur virtual? Bisa jadi pilihan, tapi tidak begitu maksimal, tidak begitu dinikmati. Tongkrongan dengan ide, cerita-cerita 'gila', kopi dan mungkin kepul asap, tidak cukup nikmat dirayakan dalam layar-layar handphone. Namun demikian, ide-kreativitas tidak pernah mati selagi orang-orangnya belum mati. Lupakan, mari fokus ke sini, tulisan di bawah ini. Butuh waktu tidak lebih dari lima menit saja untuk dibaca.

Ini sedikit tentang hari pertama dari proses sepuluh bulan yang akan dilangsungkan selama dua minggu, 17 Oktober hingga 31 Oktober 2020.

Pameran Arsip Publik: Keluarga, Romantisme dan Peran Perempuan dalam Pengarsipan

Pameran Arsip Publik bertajuk Memori, Ruang dan Imajinasi yang diselenggarakan oleh Komunitas Sekolah Multimedia Untuk Semua (SkolMus) resmi dibuka pada Sabtu, 17 Oktober 2020 pukul 16.00 WITA di Pabrik Es Minerva, Jalan Siliwangi Kota Lama, Kupang. Acara pembukaan pun disiarkan secara langsung melalui youtube dan akun fanpage SkolMus.

Sebelum dibuka secara resmi oleh pemerintah Kota Kupang melalui tapping video, Pameran Arsip Publik ini didahului dengan Bincang Arsip (talkshow). Para pembicara adalah pelaku pengarsipan yang sebagian arsip dijadikan bahan pameran.

Keluarga, Romantisme dan Peran Perempuan dalam Pengarsipan, demikian tajuk yang menjiwai Bincang Arsip Publik I. Hadir sebagai pembicara, Susan Ellen Frans-Onksen (istri Pdt. Ishak Nikolaus Frans), Mans Mandaru bersama istrinya Beatrix Mandaru-Soi dan dimoderatori oleh Matheos Viktor Messakh. Sedangkan Leopold Nicolaas Nisnoni yang sudah dijadwalkan sebagai salah satu pembicara tidak sempat hadir karena kedukaan.


Para pembicara sekaligus kontributor arsip dalam Pameran Arsip Publik SkolMus. Lebih dari 20 orang hadir sebagai peserta bincang arsip, jumlah tersebut disesuaikan dengan protokol kesehatan yang telah disepakati panitia bersama pemerintah dan Satgas Covid-19.

Susan Ellen Frans-Onksen dalam talkshow mengisahkan usahanya dalam mengarsipkan sejarah. Keluarga adalah sosok-sosok yang menginspirasi Susan dalam menyimpan arsip, terutama ibunya.

Istri dari Direktur pertama Yayasan Alfa Omega (YAO) ini pun ikut mendirikan TK Permata yang berlokasi di Tarus. Perempuan kelahiran Anderson, Amerika Serikat ini pernah menjadi pengajar Bahasa Inggris di Sekolah Teologi Kupang (Universitas Kristen Artha Wacana). Sebagian arsip dan sejarah terkait YAO pun diketahui dari keluarga Susan.

"Saya selalu simpan arsip dan foto-foto. Arsip yang sama yang dikasih ke Yayasan Alfa Omega juga saya simpan. Kadang orang tanya, kalau orang Alfa Omega sibuk, saya jawab," kata Susan.

Mans Mandaru bersama Beatrix Mandaru-Soi mengisahkan usaha mereka dalam mengarsipkan peristiwa masa lalu termasuk hal-hal sepele seperti surat cinta, tapi punya pengaruh besar dalam menjalani kehidupan setelahnya. Mereka berkisah tentang awal dimana cinta dan kasih dibangun hingga hidup sebagai suami-istri. Saat ini, mereka masih menghidupi masa lalu lewat arsip surat-surat cinta dan arsip lainnya seperti dokumen dan foto-foto.

Mans Mandaru juga berkisah tentang peran keluarga-orang tua sebagai sosok yang mengajarkan pentingnya menyimpan arsip. Punya ayah yang berprofesi sebagai seorang guru-menyimpan berkas atau dokumen sekolah, turut mempengaruhi kebiasaan dalam keluarga. Bahkan, "ayah saya punya kebiasaan menulis catatan harian. Kami kagum, ayah masih menulis catatan harian [hingga] dua hari sebelum meninggal," kisah Mans.

Surat-menyurat, jadi media komunikasi utama saat itu. Mans menuturkan, semasa sekolah catatan-catatan penggunaan biaya pun harus dilaporkan kepada orang tua. "Kami harus membuat laporan keuangan karena kalau tidak, maka kami tidak mendapat kiriman uang dari orang tua."

Aktivitas itu kemudian berpengaruh terhadap ungkapan-ungkapan cinta-romantisme yang menyata dalam surat cinta. "Kami bangun hubungan jarak jauh. Untuk merawat cinta itu, saya mengirim surat cinta [kepada Beatrix] lewat kantor pos, dua kali seminggu. Malah di amplop tertulis: Pos Kilat Khusus." Surat-surat yang ditulis sejak 1975 hingga 1980-an masih tersimpan rapi, sebagian dicopy dan diberi kepada tim arsip SkolMus.

Beatrix Mandaru-Soi yang saat itu mengemban pendidikan menengah di SPK Lela, Flores kemudian ditugaskan di daerah Timor Timur membenarkan kisah Mans. Ungkapan cinta dalam surat-surat Mans, jadi bukti bahwa kata-kata yang tertulis dan diabadikan hingga saat ini direalisasikan dalam kehidupan rumah tangga. Kata-kata, bukan bualan semata.

"Yang dilakukan [ditulis Mans] sama seperti yang dilakukan kepada saya. Saya tidak pernah dipukul, tidak pernah disakiti selama 45 tahun menikah," kisah Beatrix.

Pameran Arsip Publik dan Apresiasi

Walikota Kupang Jefrry Riwu Kore ketika membukan secara resmi Pameran Arsip Publik melalui tapping video mengapresiasi usaha SkolMus dalam menyelenggarakan event tersebut. "Atas nama pemerintah Kota Kupang, saya menyampaikan apresiasi atas kepedulian Komunitas Sekolah Musa terhadap sejarah dan perkembangan Kota Kupang," kata Jefrry.

Dalam sambutan Jeffry menandaskan, Kota Kupang eksis sebagai kota modern, juga memiliki banyak situs bersejarah-peninggalan masa lalu sehingga ditetapkan pemerintah RI sebagai heritage city sejak tahun 2013. "Tugas kita untuk menjaga peninggalan sejarah yang masih ada hingga saat ini seperti yang diwujudkan Komunitas Sekolah Musa."

Matheos Viktor Messakh, salah satu kurator dalam arsip menilai Pameran Arsip Publik sebagai participatory archives (arsip partisipatif). Situasi dimana masyarakat benar-benar sadar untuk memberikan atau menjaga arsip-arsip mereka yang akan digunakan untuk kepentingan riset dan aktivitas lainnya.

"Event ini, event pembuka mata bagi masyarakat bahwa sebenarnya mereka punya arsip. Orang berpikir arsip itu yang ada di kantor-kantor pemerintah dan arsip lain, tapi mereka tidak sadar bahwa selembar surat baptis, surat nikah bahkan surat cinta adalah arsip yang bisa digunakan untuk menjelaskan tentang suatu masyarakat," kata Viktor Messakh.

Tindak lanjut dari usaha SkolMus, menurut Viktor perlu dijaga secara rapi agar membuat orang untuk sadar dalam menjaga dan memberikan arsip untuk dilestarikan ataupun dikodifikasi. "Warga Kupang harusnya sadar bahkan pemerintah juga harus sadar bahwa ini langkah yang baik. Digitalisasi arsip saja untuk diakses publik adalah langkah bagus dan maju."

Ayu Ratu, salah satu pengunjung Pameran Arsip Publik pada hari pertama, mengaku mendapat informasi ini dari akun Instagram Merekam Kota (@memoriruangimajinasi). Kesempatan ini dimanfaatkan Ayu untuk menjawabi segala pertanyaan dalam isi kepalanya.

"Sudah lama, beta ingin tahu asal-usul Kota Kupang. Kebetulan sekali ada info kalau SkolMus akan selenggarakan pameran tentang Kota Kupang. Sudah lama juga, beta kepo, beta penasaran, ini bangunan tua [Pabrik Es Minerva] sebenarnya gedung apa? Isinya apa? Es itu maksudnya ice cream? Setelah ke sini, oh ternyata," kata Ayu.

Ia pun menilai kalau bagunan-bangunan tua dan beberapa situs sejarah di Kota Kupang masih jauh dari perhatian pemerintah. "Sebenarnya miris sih [ia membandingkan Kupang dan Kota Tua Jakarta]. Beta harap pemerintah punya andil memperhatikan situs dan bangunan-bangunan bersejarah. Ini kan arsip pribadi, arsip masyarakat, harusnya pemerintah juga lebih jeli, lebih peka terhadap sejarah dan budaya. Terima kasih SkolMus, sudah buka mata kami."

Selain talkshow, Pameran Arsip Publik dibuka dengan penampilan dari beberapa kelompok dan seniman muda di Kota Kupang. Teatrikal "Kota" dipersembahkan oleh Teater Aspira, Digital Drawing oleh Remon Narakaha dari Komunitas Timore Art Graffiti, Pembacaan Puisi dibawakan oleh Ayi Rambu Kareri Emu dari Komunitas Leko, Pertunjukan Musik Akustik dibawakan oleh Fandy Tukan, Ani Mawardy, Ria Hera dan Holly Spirit Band. Beberapa acara tersebut sebelumnya telah direkam dan diedit oleh para penggiat di Komunitas Film Kupang. Sejak 17 Oktober hingga 31 Oktober nanti, Pameran Arsip Publik akan dipandu oleh Alwi Kolin, seniman gambar dari TAG.

Di pameran ini, para pengunjung disuguhkan ratusan arsip yang dipajang di tembok-tembok Pabrik Es Minerva. Selain itu, arsip lainnya dipajang di beberapa titik di wilayah Kota Lama Kupang. Arsip-arsip pilihan itu berupa foto, audio, dokumen disertai narasi pendukung. Anda bisa berkunjung ke ini tempat, menyaksikan dari dekat. 

Pabrik Es Minerva, 17 Oktober 2020
Herman Ef Tanouf

Foto-foto: Tim Dokumentasi Pameran Arsip Publik, SkolMus.

Update informasi terkait jadwal dan jenis kegiatan bisa dipantau di akun Instagram Merekam Kota: @memoriruangimajinasi dan @sekolahmusa.

Related Posts:

Test Swab Massal dan Gratis di NTT

Catatan Membangun Laboratorium Biomolekuler dalam Gerak Kerakyatan Mei-Oktober 2020 di NTT

Oleh: Dominggus Elcid Li*

Konon jika sudah sering berjalan, duri-duri tidak lagi menjadi duri, tetapi duri telah berubah menjadi bunga mawar. Ini kata seorang teman mengutip Si Kecil Theresia, ketika kami bertukar pesan di media sosial.  Telapak yang menginjak duri tak lagi terasa sakit. Hanya seuntai senyum tanda pengertian. Jalanan yang dulu tiada, kini terbuka, dan mulai ramai dilalui. Bahkan pertemuan yang tak disangka menjadi mungkin. Ide berkembang, bertumbuh, dan yang terlibat berlipat ganda. Kegembiraan itu datang dari pertemuan, kerja sama, dan semangat untuk belajar. Tangan yang terbuka, bersedia memberi jauh lebih dibutuhkan daripada tangan yang mengambil. 

Tulisan ini merupakan catatan refleksi perjalanan membangun laboratorium biomolekuler untuk tes massal atau pool test Covid-19. Laboratorium ini adalah laboratorium pertama di Indonesia yang khusus melakukan riset inovasi terkait tes massal. Laboratorium datang dari Kupang, Nusa Tenggara Timur untuk Indonesia.

Krisis tidak hanya melahirkan penderitaan tetapi melahirkan inovasi. Gambaran ini muncul pada Fainmarinat S.Inabuy PhD, doktor biomolekuler pertama asal NTT lulusan Washington State University. Ia datang dengan ide tes massal. Proses inkubasi idenya seiring dengan rekan lain di Bandung, Hafidz. Tak heran mereka kerap berkomunikasi bersama dengan Dahlan Iskan, wartawan senior itu. 

Pada tanggal 1 Mei 2020 Fainmarinat S. Inabuy PhD dari Forum Academia NTT pertama kali mempresentasikan idenya tentang pembuatan laboratorium biomolekuler untuk test massal di depan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Ia menjelaskan dengan gamblang tentang metode pooled test.

Ide itu diam cukup lama, tidak mendapatkan sapaan balik dari pemerintah. Meskipun demikian Fima tetap punya keyakinan. Ia mulai merekrut, dan melakukan pelatihan untuk para laboran di awal Bulan Juni. Dukungan pertama datang dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Mereka menyiapkan ruangan, alat, dan reagen. Tak hanya itu, acara pembukaan dan penutup pun mereka persiapkan. Mereka masih sempat memberikan tenun tanda persaudaraan untuk semua peserta. 

Awalnya, Fima sempat mendisain acara pelatihan selama setengah hari saja. Pelatihan berhenti sebelum jam makan siang. Ya, dana makan siang memang tidak ada. Kas Forum Academia NTT sisa 500 ribu. Hanya cukup untuk makanan ringan. Namun dukungan publik luar biasa. Gelombang dukungan masyarakat NTT maupun dari luar NTT datang begitu saja mendukung. BLK (Balai Latihan Kerja) dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT pun turun tangan. Mereka ikut membawa makan siang. Pelatihan bisa selesai sore jam 6, dan peserta masih bisa makan malam bersama atau dibawa pulang. Kebanyakan laboran anak kos.

Sejak itu tim pool test berisi para laboran muda terbentuk. Pelatihan demi pelatihan mereka jalankan. Sejak Juni mereka bekerja tanpa mengharapkan upah. Hanya semangat. Modalnya gerakan sukarelawan. Gotong royong. Prinsipnya jika saling membantu kita tidak pernah kekurangan, sebaliknya jika ini dianggap proyek, duit selalu kurang. 

Sejak Juli 2020, SK untuk pendirian laboratorium biomolekuler keluar. Laboratorium ini ditempatkan di Universitas Nusa Cendana. Sejak itu selama tiga bulan doktor biomolekuler ini tak hanya membaca jurnal. Ia adalah mandor laboratorium. Mandor bukanlah kata yang pas, sebab Fima dan keluarganya kemudian juga memberi secara harian. Seluruh makan siang para laboran disumbangkan oleh Ibu Ietje  yang adalah Mama dari Fima, dari Sekolah Abdi Kasih Bangsa, Kupang. 

Sikap sukarelawan itu menular. Setidaknya ada 8 laboran pejuang yang bertahan hingga kini dari 16 orang. Bekerja dari pagi hingga menjelang tengah malam adalah hal biasa. Sebagai anak muda. Mereka telah bertarung hingga titik tertinggi. Memberikan yang terbaik tanpa pamrih. Bekerja dalam kondisi darurat syaratnya hanya satu: one for all, all for one. Humanity

Anak-anak muda ini tak hanya laboran. Mereka adalah pasukan task force sesungguhnya. Dari memasak, cleaning service, mencatat laporan keuangan, hingga membuka jurnal membahas alur pool test mereka kerjakan dalam satu hela nafas. 

Kehadiran Doktor biomolekuler ke-dua asal NTT juga amat membantu. Alfredo Kono, PhD yang pulang dari Iowa State University juga turut mengambil sebagian peran dari pundak Fima. Edo pulang lebih cepat ke Kupang untuk membantu. Jika sudah tiba membaca hasil qPCR, mereka bercakap-cakap dalam dunia mikro itu. Mereka tenggelam dalam alam laboran. Hening dan detil. Waktu seolah diam.

Dari Dinas Kesehatan Provinsi ada srikandi pejuang. Ibu Erlina R. Salmun. Ia adalah pejuang pekerja di dalam birokrasi. Ia membantu yang belum macet. Menyambungkan yang perlu. Ia adalah anomali dalam birokrasi. Pakai hati.

Sekian bulan lalu tim interdisipliner dari Forum Academia NTT yang menginisiasi laboratorium ini sempat difitnah mendapatkan uang 900 ribu per jam oleh beberapa wartawan lapar. Namun isu tidak pernah mereka selesaikan dengan bukti. Tapi, semua itu sudah lama berlalu. Kini, duri-duri itu tak lagi terasa, hanya ada bunga yang mekar. 

Malam-malam menunggu hasil tes dari qPCR sudah terbayarkan. Panas dalam APD di ruang ekstraksi sudah lewat. Jari yang penat menggunakan micro pipet, sudah berlalu. Tubuh yang dingin diguyur air dingin tengah malam keluar dari ruang ekstraksi sudah tak lagi terasa.  

Hari ini, 16 Oktober 2020,  anak-anak muda Indonesia ini sedang mencatatkan sejarah bersama. Mereka membuat Laboratorium Biomolekuler yang hadir karena insiatif rakyat. Momentum semangat persaudaraan yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh mereka buktikan. 

Ya, insiatif ini mungkin yang pertama terjadi di dunia. Laboratorium rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Semangat itu yang sering hilang. Rakyat adalah entitas politik dari republik. Tanpa rakyat tidak ada republik. Ide ketika dikerjakan tanpa kepentingan (interest), dan uang hanya menjadi salah satu variabel dan bukan tujuan ternyata bisa menghasilkan sesuatu.

Hari ini adalah hari kemenangan mereka. Generasi yang menolak tunduk pada sistem normatif birokratis. Sebaliknya mereka berpacu menorehkan keindahan. Gubernur NTT pun tergerak,  Gubernur berjanji akan memberikan swab gratis untuk seluruh warga. Untuk bersama-sama sehat, semua harus punya akses yang sama di saat pandemi.

Prioritas tim saat ini adalah mengurai antrian sample swab sebanyak 3000-an, dan membantu tim surveillance Dinas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten di NTT kita sedang berjalan bersama keluar dari krisis. Pendekatan ekonomi saja tidak lagi menjadi solusi. Pendekatan Ekonomi-Kesehatan harus menjadi panglima. Selama para teknokrat dan birokrat meminggirkan rakyat, hanya ada nestapa beruntun. Sebaliknya jika republik dikerjakan dalam politik kerakyatan, untaian bunga mawar jadi hadiah perjalanan melalui sekian duri dan onak. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. 

Dari sebelah Timur rombongan anak muda dari mahasiswa, tukang batu, sarjana baru lulus, para doktor bekerja sama dengan target meringankan beban kita semua saat krisis akibat pandemi Covid-19. Mudah-mudahan krisis segera berlalu, anak-anak bisa segera bersekolah, dan kita semua bisa bekerja, dan berinteraksi seperti sedia kala. Supaya cium hidung atau pipi di tenda duka atau suka bisa berjalan tanpa takut.

Mengerjakan republik perlu dilakukan dengan gembira. Agar pekik ‘merdeka’ dilepaskan ke angkasa tanpa beban, cuma rasa syukur masih bisa saling sapa dan bantu demi kehidupan yang lebih baik. Semoga pemulihan akibat krisis bisa lebih cepat.

*Moderator Forum Academia NTT, Anggota Tim Pool Test untuk NTT

Related Posts:

SkolMus Merekam Kota, Pameran Arsip Publik di Kota Kupang


Kupang, LekoNTT.com - Komunitas Sekolah Multimedia Untuk Semua (SkolMus) akan menyelenggarakan event Merekam Kota. Event bertajuk Pameran Arsip Publik: Memori, Ruang dan Imajinasi ini akan dilangsungkan pada 17 Oktober hingga 31 Oktober 2020 di bekas Pabrik Es Minerva, Jalan Siliwangi Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, NTT.

Pabrik Es Minerva yang dijadikan sebagai tempat Pameran Arsip Publik adalah salah satu gedung bersejarah di Kota Kupang. Pemilik sekaligus sosok di balik adanya pabrik itu adalah Kong Seo yang kini diwariskan kepada Muljadi Pinneng Sulungbudi.

Selain itu, letak Pabrik Es Minerva sangat strategis untuk menjangkau beberapa situs sejarah di Kota Lama, Kupang. Beberapa di antaranya, Benteng Concordia, Tugu HAM atau Tugu Deklarasi Four Freedoom, pelabuhan tua, Bioskop Raya, dan sisa gedung-gedung peninggalan kolonial yang dihancurkan oleh sekutu saat Perang Dunia II.

Pameran ini merupakan praktik merekam kota secara visual yang turut melibatkan warga untuk menyatakan harapan dan kegelisahan terhadap pembangunan kota, tempat mereka tinggal. Arsip yang dihimpun dari berbagai sumber, secara visual akan dipamerkan kembali dengan harapan meningkatkan kepekaan dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di Kota Kupang.

Selain pameran arsip, beberapa kegiatan pun akan dilangsungkan. Kegiatan dimaksud seperti Bincang Arsip, Instalasi Seni, Workshop Menulis, Fotografi dan Menggambar, Video Mapping dan Exhibition Tour, masing-masing telah dijadwalkan.

Kota Kupang: Memori, Ruang dan Imajinasi

Pameran Arsip Publik ini mengusung tiga tema utama yakni memori, ruang dan imajinasi. Armin Septiexan, Kepala Komunitas SkolMus menjelaskan maksud di balik ketiga tema tersebut.

Kota Kupang dalam memori, dalam konsep diinisiasi dengan mengoleksi, mengumpulkan dan kembali mengaktivasi memori-memori warga tentang Kota Kupang. "Kami mengumpulkan berbagai arsip dari era kolonial hingga runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Kami menggunakan foto, video, audio dan dokumen sebagai medium agar masyarakat kota bisa membaca sejarah, tidak hanya romantis tapi memaknai hubungannya dengan realitas kontemporer," kata Armin.

Ia pun menjelaskan Kota Kupang sebagai ruang, semata-mata menggambarkan situasi kota di hari ini. Ruang diciptakan bagi masyarakat kota untuk membicarakan sekaligus kembali mempertanyakan gagasan atas ruang-ruang publik.

Masyarakat seharusnya aktif dalam dalam proses realisasi pembangunan kota, menciptakan ruang bagi kesejahteraan lahir-batin."

Sedangkan Kota Kupang sebagai imajinasi, diharapkan mampu memberi kesempatan bagi masyarakat kota untuk mewujudnyatakan impian tentang Kota Kupang sebagai tempat tinggal yang aman dan nyaman. "Warga mengaitkan dirinya dengan kota, ada hubungan simbiotik antar warga, mengimajinasikan kotanya akan jadi seperti apa, baik pembangunan maupun manusianya."

Pameran Arsip Publik tentang Kota Kupang Dulu, Kini dan Nanti diselenggarakan atas beberapa motivasi, antara lain:

Pertama, memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat Kota Kupang dalam usaha mendokumentasikan kota. Kedua, menjadi pusat informasi sejarah Kota Kupang dalam bentuk perpustakaan visual yang bisa diakses masyarakat. Ketiga, membangun dialog antar pemilik arsip melalui medium visual storytelling. Keempat, mendukung program Pemerintah Kota Kupang dalam wisata budaya Kota Kupang sebagai heritage city.

Dalam menyelenggarakan Pameran Arsip Publik, SkolMus melakukan persiapan selama 10 bulan, terhitung sejak Januari 2020. Terdapat lebih dari 1.500 arsip yang dihimpun dari berbagai sumber. "Total jumlah itu, tidak semua dipamerkan ke publik. Setelah melewati tahap kurasi dan beberapa pertimbangan, hanya 150 lebih arsip yang akan dipamerkan."

Pameran yang sempat tertunda pelaksanaannya akibat pandemi Covid-19 ini, akan dilangsungkan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. SkolMus dalam komunikasi bersama pemerintah setempat dan Satgas Covid-19 telah bersepakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Pameran akan dilangsungkan selama tiga jam dalam sehari (17 Oktober - 31 Oktober 2020) disertai dengan pembatasan jumlah dan jarak fisik pengunjung, wajib menggunakan masker, alat pencuci tangan pun akan disediakan.

Menarik bahwa pameran ini menerapkan dua konsep yaitu di dalam dan luar ruangan. Di dalam ruangan, pengunjung akan mengakses pameran arsip di dalam gedung Pabrik Es Minerva. Sedangkan konsep luar ruangan, panitia memanfaatkan ruang-ruang publik di sekitar wilayah Kelurahan LLBK seperti tembok-tembok kota, pertokoan, dan gedung-gedung yang tidak terpakai untuk memamerkan arsip.

Usaha SkolMus menyelenggarakan Pameran Arsip Publik disambut baik oleh pemerintah setempat seperti Kecamatan Kota Lama dan Kelurahan Lahi Lai Bissi Kopan (LLBK) yang merupakan lokasi pameran. Selain mengeluarkan izin berkegiatan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, apresiasi pun diberikan kepada SkolMus.

"Sangat disayangkan bila tidak ada perhatian khusus soal sejarah kota. Terima kasih kepada teman-teman dari SkolMus yang punya perhatian khusus terhadap sejarah khususnya di Kota Kupang. Kami harap teman-teman tetap bersemangat dan diwariskan untuk generasi selanjutnya," kata Camat Kota Lama Kupang, Pah B. S. Messakh.

Pah Messakh mengharapkan agar pemerintah Kota dan Propinsi dan masyarakat sendiri punya perhatian terhadap situs-situs sejarah dan budaya di Kota Kupang. "Kupang ini kota di dekat pesisir pantai, harus ada perhatian khusus sehingga memberi pengetahuan dan rasa memiliki terhadap situs-situs yang ada, misalnya kenapa disebut Straat A, Tugu Pancasila, Tugu HAM, Four Freedoom, dan situs lainnya."

Di lain pihak, Anastasia Manafe, Lurah LLBK pun mengapresiasi usaha SkolMus dalam menyelenggarakan Pameran Arsip Publik tersebut. "Saya apresiasi SkolMus yang sudah berinisiatif membuat pameran tentang sejarah, khususnya Kota Kupang," kata Anastasia.

Ia pun mengkritisi anak muda di Kota Kupang yang tidak peduli terhadap sejarah dan budaya di kota, tempat mereka tinggal. "Anak-anak muda sekarang tidak terlalu berpikir soal nilai-nilai sejarah, nilai-nilai budaya." (red)

Narahubung Pameran Arsip Publik:

Tata Yunita: 0812-4639-1161 (Info Pameran)
Armin Septiexan: 0812-3998-5907 (Kepala SkolMus)

Update rundown acara: akun Instagram @memoriruangimajinasi


Related Posts:

Tim Kuasa Hukum dan WALHI NTT Kecam Tindak Kekerasan yang Dialami Masyarakat Pubabu


Kupang, LekoNTT.com - Tim Kuasa Hukum Masyarakat Pubabu, Besipae, Timor Tengah Selatan mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepada masyarakat Pubabu. Kecaman itu dilayangkan kepada Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi NTT pada Rabu (14/10/2020) melalui surat bernomor: 03/THPB/X/2020.

Surat itu dikirim sebagai akibat dari peristiwa (14/10) dimana masyarakat mengalami tindakan represif dari oknum aparat maupun dari pihak Pemprov NTT. Pada pukul 11.48 WITA, rombongan Pemprov NTT bersama unsur TNI dan POLRI, masing-masing delapan dan tiga orang serta beberapa masyarakat luar, jumlahnya kurang lebih 200 orang.

Tujuan kedatangan rombongan Pemprov NTT hendak melakukan penghijauan dengan menanam lamtoro di lahan yang masih bermasalah. Kehadiran rombongan mendapat penolakan dari masyarakat Pubabu-Besipae. Alasannya, masalah hutan adat Pubabu dan tanah adat Pubabu-Besipae belum ada penyelesaian dan masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Pada pukul 13.00 WITA, terjadi keributan antara masyarakat Pubabu-Besipae dan rombongan 
Pemprov BTT. Tindakan represif dilakukan kepada warga Pubabu-Besipae, persis di hadapan anak-anak dan perempuan.

Beberapa korban kekerasan dari insiden tersebut antara lain:

Pertama, Debora Nomleni, perempuan berusia 19 tahun, tangan di putar hingga keseleo.

Kedua, Demaris Tefa, perempuan berusia 48 tahun. Ia dicekik, dibanting, lehernya terluka dan pingsan.

Ketiga, Garsi Tanu, laki-laki berusia 10 tahun, tubuhnya ditarik-tarik.

Keempat, Novi Tamonob, perempuan berusia 15 tahun, dibanting, ditendang, badannya penuh lumpur.

Kelima, Marni Taseseb, perempuan berusia 28 tahun, didorong hingga tubuhnya terpelanting ke tanah.

Sebelumnya pada tanggal 16 September 2020, Wakil Rektor II Universitas Nusa Cendana (Undana) bersama rombongan menuju lokasi Pubabu-Besipae. Mereka membersihkan lokasi untuk persiapan kedatangan Gubernur NTT dan rombongan tapi mendapat penolakan dari warga Besipae. Selanjutnya pada tanggal 25 September 2020, Rektor Undana mendatangi lokasi tersebut untuk memastikan pembersihan lokasi dan mendapat penolakan dari masyarakat adat Pubabu-Besipae.

"Surat kami yang terkami terdahulu, meminta penjelasan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur terkait penerbitan Sertifikat Hak Pakai Nomor: 00001 tertanggal 29 Januari 1986 dengan Surat Ukur Nomor: 00001/Mio/1983 yang diduplikat pada tanggal 19 Maret 2013," ungkap Akhmad Bumi, Ketua Tim Hukum Masyarakat Pubabu-Besipae sebagaimana dalam surat tersebut.

Akhmad pun menjelaskan kalau dalam Sertifikat Hak Pakai, tertulis letak obyek tanah berada di Desa Mio, Kecamatan Amanuban Tengah. Padahal Kecamatan Amanuban Tengah berada di Niki-Niki, bukan di lokasi obyek tanah adat Pubabu-Besipae.

"Dalam Sertifikat Hak Pakai tertulis letak obyek tanah hanya berada di desa Mio, tidak mencakup desa Linamnutu, Pollo, Eno Neten dan lain-lain. Sedangkan lahan yang digarap dalam proyek investasi kelor bukan hanya terdapat di Desa Mio, tapi juga desa-desa lain termasuk 29 rumah warga yang dibongkar yang letak lokasinya berada di Desa Linamnutu."

Menurut Akhmad, peta bidang (data fisik) yang terdapat dalam Sertifikat Hak Pakai tidak sesuai dengan data yuridis yang tertulis dalam Sertifikat Hak Pakai. Sebab dalam Sertifikat Hak Pakai, tertulis pendaftaran tanah tanggal 01 Maret 2013 dengan Nomor: 88/7.53.02.300/III/2013, sedangkan Sertifikat Hak Pakai diterbitkan pada tanggal 29 Januari 1986 (baca warkah Nomor; 566/1986).

"Dalam Sertifikat Hak Pakai tidak dicantumkan asal hak berupa konversi atau pemberian hak atau pemecahan/pemisahan/penggabungan bidang, dan lain-lain." Sampai hari ini Pemprov NTT belum memberi penjelasan sesuai permintaan Tim Hukum Masyarakat Adat Pubabu-Besipae terkait penerbitan Sertifikat Hak Pakai, kesalahan data fisik dan data yuridis dalam sertifikat tersebut.

Merujuk surat KOMNAS HAM Nomor: 873/K/PMT/IV/2011 tanggal 06 April 2011, berisikan beberapa poin sebagai berikut:

Pertama, menjaga agar situasi aman dan kondusif di dalam masyarakat dan menghindari adanya intimidasi 
sampai adanya solusi penyelesaian masalah tersebut.

Kedua, menjaga agar kawasan hutan tetap lestari.

Ketiga, menghentikan untuk sementara kegiatan Dinas Peternakan Propinsi NTT dan Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Selatan di lahan bermasalah sampai ada penyelesaian.

Keempat, bahwa Komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan melakukan pemantauan ke lokasi dan atau melakukan upaya mediasi para pihak.

Selain itu, adapun surat KOMNAS HAM dengan nomor: 2.720/K/PMT/XI/2012 tanggal 9 November 2012. Isinya sebagai berikut:

Pertama, mengembalikan lahan pertanian yang dipinjam Dinas Peternakan Propinsi NTT yang telah berakhir pada tahun 2000 kepada masyarakat untuk dikelola demi menghidupi keluarganya.

Kedua, mengevaluasi UPTD Propinsi NTT dan Program Dinas Peternakan yang melibatkan masyarakat, dimana pada kenyataannya program tersebut tidak mengembangkan masyarakat tetapi justru membebani masyarakat.

Selanjutnya sebagaimana rekomendasi KOMNAS HAM Nomor: 1.055/R-PMT/IX/2020 tanggal 3 September 2020 kepada Gubernur NTT. Bahwa adanya kontinuitas kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan di lokasi hak pakai setelah terdapat kejelasan status terkait konflik lahan Pubabu-Besipae (vide huruf j).

Di satu sisi, belum ada penjelasan dan penyelesaian masalah tanah adat Pubabu Besipae tersebut, "maka telah kami sampaikan kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur melalui surat terdahulu agar tidak menggunakan tanah adat Pubabu-Besipae sampai adanya penyelesaian konflik lahan/ tanah atau sampai adanya kejelasan status hak atas tanah tersebut."

Tim Kuasa Hukum pun meminta agar tanah adat tersebut dikembalikan kepada masyarakat adat Pubabu-Besipae, selanjutnya melakukan pendataan dan pemetaan ulang dengan 
mengedepankan opsi-opsi yang disepakati secara musyawarah-mufakat bersama masyarakat adat Pubabu-Besipae. Selain itu menjaga situasi yang kondusif, memenuhi dan menjaga kelangsungan hidup masyarakat adat Pubabu-Besipae dengan mengedepankan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.

Atas kejadian pada Rabu, 14 Oktober 2020, Tim Hukum Masyarakat Adat Pubabu-Besipae menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, mengecam tindakan kekerasan terhadap masyarakat adat Pubabu Besipae oleh Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Kedua, mendesak DPRD Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk meminta penjelasan resmi Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur atas tanah masyarakat adat Pubabu-Besipae.

Ketiga, menghentikan segala aktivitas diatas tanah adat Pubabu-Besipae sebelum adanya penyelesaian masalah tanah tersebut.

Keempat, mengembalikan tanah tersebut kepada masyarakat adat Pubabu-Besipae.

Kelima, semua pihak perlu menahan diri dan menjaga situasi yang kondusif.

Tindakan oknum aparat pun mendapat kecaman dari WALHI NTT. "Pemprov NTT seharusnya menindaklanjuti rekomendasi KOMNAS HAM terkait dengan penyelesaian konflik sengketa lahan," kata Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, Direktur WALHI NTT.

Menurut Umbu Wulang, Pemprov NTT seharusnya menggunakan pendekatan dialog untuk menyelesaikan masalah pubabu. Ia pun menegaskan, WALHI NTT akan menyurati Gubernur NTT untuk menghentikan aktivitas di lapangan dan melakukan dialog dengan warga.

"Gubernur NTT harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. WALHI NTT menyatakan tidak percaya dengan kinerja penyelesaian masalah yang dilakukan oleh aparat Pemprov yang menangani permasalahan di Pubabu karena lebih banyak praktek-praktek kekerasan yang dilakukan."

Umbu Wulang pun meminta agar aparat kepolisian segera melakukan proses hukum kepada pihak yang melakukan kekerasan terhadap warga. Di lain pihak, Pemprov NTT melalui Plt. Badan Pendapatan dan Aset Daerah Welly Rohi Mone terkait video yang beredar di medsos.

“Anak buah saya yang justru jadi korban hingga kepala benjol,” kata Welly pada Rabu (14/10) seperti dilansir media online NTT Terkini.

Di pernyataan lain pada media pemberitaan yang sama, Welly mengatakan pihaknya memang datang untuk persiapan lahan, karena dekat musim penghujan. "Kami juga tidak usik warga setempat yang bolak-balik di depan kami.” Welly pun menuturkan kalau masyarakat melalui video tersebut seperti sinetron saja yang mau kejar tayang. (red)

Baca juga artikel lainnya tentang KONFLIK PUBABU


Related Posts:

Di Gedung Dewan | Puisi Felix K. Nesi


Di kerumunan ini kita bertemu, Sayangku
Aku genggam tanganmu dan kau
Bertanya akan jadi apa negara kita nanti?

Petani ditembak dan pembunuh aktivis tidak pernah ditangkap
Jurnalis dipenjara dan orang Papua diberondong peluru
Koruptor dilepas tetapi negara ingin mengurusi percintaan kita

Angin berhembus pelan, membelai rambutmu, membelai bendera kita
Seorang polisi di pagar gedung itu mengusirmu tanpa ragu
Ia mengenang puterinya yang mirip denganmu
Tetapi tidak merasa malu untuk memukuli kita

Aku menatap wajahmu dan mataku melihat anak kita:
Laki-laki kecil yang  membuat cita-cita tanpa takut
ditangkap polisi

Yang ke rumah sakit tanpa harus mengutang
Yang tidak khawatir pajaknya menjadi tas istri pejabat
Yang presidennya tidak dikelilingi penjahat HAM
Yang hutannya tidak dibakar pengusaha
Yang menggarap sawah tanpa takut ditembak aparat

Aku melihat anak kita bermain di dunia yang lebih
baik daripada ini
Dan aku melihat kamu

Kau memeluk pinggangku dan aku ingin terus melawan
Sebab aku mau mencintaimu tanpa takut ditangkap polisi

Kupang, 2019

Felix K. Nesi

Related Posts:

Gedung DPR RI Dijual Murah, Penjual: Fisik Bagus, Isinya Bobrok


Jakarta, LekoNTT.com - Masyarakat Indonesia terutama warganet selalu punya banyak cara untuk mengungkapkan kekecewaan. Selain melalui akun-akun media sosial, warganet pun memanfaatkan aplikasi penjualan online sebagai media satir-sarkas.

Pada Rabu, 7 Oktober 2020 ada sejumlah warganet mengekspresikan kekecewaan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan 'menjual' gedung DPR RI beserta isinya, termasuk para anggota DPR. Kisaran harga dimulai dari Rp 500 hingga Rp 99.000.

"Gedung 80 persen masih bagus, minus isinya sudah bobrok," ungkap salah satu akun dalam penawaran produk di Shopee. Adapun deskripsi produk dari akun yang lain lagi, "dijual karena kekurangan keadilan."

Ekspresi itu sebagai wujud penolakan atas disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu. Di media sosial seperti Twitter dan Instagram, berbagai tagar penolakan digaungkan hingga Mosi Tidak Percaya kepada pemerintah dan DPR.

Pihak Shopee sendiri melalui Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan, Radytio Triatmojo mengatakan iklan penjualan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan di Shopee. Iklan-iklan sejenis ditindaklanjuti dengan dihapus dari aplikasi.

"Kami telah memastikan semua produk terkait dan toko yang menjual Gedung DPR di aplikasi Shopee yang tidak sesuai dengan standar ketentuan penjualan produk di aplikasi kami, dan ditindaklanjuti untuk segera diturunkan guna menjaga kenyamanan pengguna Shopee," kata Radityo dalam keterangan tertulis pada Rabu (7/10).

Di lain pihak Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar ketika melalukan jumpa pers melalui siaran langsung di akun Instagram DPR RI mengatakan, pihaknya tidak akan mempolisikan para penjual. "Ya enggak apa-apalah, joke-joke semacam itu kan bagian dari proses pendewasaan kita semua," katanya.

Namun demikian, ia meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengusut aksi tersebut. Gedung DPR sebagai aset/ milik negara tercatat di Kemenkeu. "Enggak (dilaporkan, red), ini semua tercatat oleh Kemenkeu, jadi kalau ada yang melakukan informasi yang semacam itu ya Kemenkeu dan kepolisian yang silakan menindaklanjuti."

Ketika dilakukan penulusuran pada pagi tadi, Kamis (8/10), tawaran penjualan tersebut sudah diturunkan oleh pihak Shopee. Demikian pun dengan tawaran sejenis di aplikasi Tokopedia. (en)

Related Posts:

Omnibus Law Cilaka Sah, Pekerja Rugi, Demokratisasi Penyiaran Terancam

 

Jakarta, LekoNTT.com - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 5 Oktober 2020, mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang meski pembahasannya mendapat kecaman dari publik. Pengesahan yang berlangsung saat Indonesia masih di bawah tekanan pandemi ini, didukung mayoritas fraksi di DPR, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Sedangkan dua Fraksi lainnya, Demokrat dan PKS menolak pengesahannya.

Sebagaimana video yang beredar luas di jagat maya, perwakilan dari Fraksi Demokrat dan PKS menyatakan secara tegas menolak disahkannya RUU tersebut. Kedua fraksi itu kemudian memilih walkout dan tidak bertanggungjawab atas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebelumnya dalam persidangan, perwakilan fraksi yang ingin menyampaikan aspirasi dibungkam suaranya lewat mute mic yang dilakukan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Aksi Puan ini kemudian dikecam publik terutama netizen karena dianggap membungkam suara rakyat.

Fokus Kritik dan Penolakan Publik

Fokus utama dari kritik publik adalah prosedur pembahasan yang cenderung mengabaikan aspirasi publik; yang terdampak langsung oleh regulasi ini. Indonesia tengah dilanda pandemi, diikuti dengan adanya sejumlah pembatasan ruang gerak demi mencegah penyebaran virus. Tapi di saat rakyat diimbau untuk patuh, pemerintah dan DPR secara 'diam-diam' meneruskan pembahasan.

Ada tekanan kuat dari publik agar pembahasan dihentikan. Negara, dalam hal ini pemerintah diminta untuk fokus pada penanganan Covid-19 yang makin mewabah. Permintaan itu pun untuk mengurangi kegaduhan publik, tapi suara-aspirasi itu tidak didengar oleh pemerintah dan DPR.

Selain prosedur pembahasan, penolakan publik terutama pada substansi dari Omnibus Law. Publik menilai, dengan adanya Omnibus Law akan merugikan buruh dan kepentingan negara dalam jangka panjang.

Undang-undang sapujagat ini berusaha mengubah sejumlah undang-undang sekaligus. Semula akan mencakup 79 undang-undang, belakangan ada yang dikeluarkan dari pembahasan. Namun ada juga yang dimasukkan lagi menjelang akhir.

Pemerintah merevisi cukup banyak pasal Undang-Undang Ketenagakerjaan. Revisi itu terkesan memberi kemudahan bagi pengusaha ataupun investor, tapi di saat yang sama merugikan pekerja. Undang-undang baru ini pun melonggarkan kebijakan untuk mendorong investasi, namun akan memiliki implikasi yang membahayakan lingkungan dalam jangka panjang.

Undang-undang terkait dengan jurnalis dan media pun diubah. Beberapa di antaranya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Pers kemudian dikeluarkan dari pembahasan.

AJI Indonesia dalam Menyikapi Omnibus Law

Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja membuat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia beri kecaman keras kepada pemerintah dan DPR. AJI Indonesia menilai, pengesahan itu dilakukan secara tergesa-gesa, tidak transparan dan mengabaikan aspirasi publik.

Pembahasan undang-undang memang sudah dipersoalkan sejak awal karena rendahnya partisipasi publik dalam pembahasan, terutama dari kelompok yang terdampak langsung dari regulasi tersebut, di antaranya adalah buruh. Pertanyaan soal partisipasi itu makin besar karena DPR dan pemerintah ngotot tetap melakukan pembahasan pada saat negara ini menghadapi pandemi. Saat undang-undang ini disahkan, kasus infeksi sudah lebih dari 311.000 dan lebih dari 11.000 meninggal.

"Sikap ngotot pemerintah dan DPR ini menimbulkan pertanyaan soal apa motif sebenarnya dari pembuatan undang-undang ini. Kami menilai bahwa pembahasan yang cenderung tidak transparan dan mengabaikan aspirasi kepentingan publik ini karena pemerintah ingin memberikan insentif yang besar kepada pengusaha agar investasi makin besar meski mengorbankan kepentingan buruh dan membahayakan lingkungan hidup," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan pada Rabu (7/10) melalui situs web AJI.

Menurutnya, Pemerintah Joko Widodo sendiri sejak awal memang menggadang-gadang Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Tujuannya hanya untuk menggenjot investasi.

AJI Indonesia pun mengecam pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja karena merevisi pasal-pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang justru mengurangi kesejahteraan dan membuat posisi buruh lebih lemah posisinya dalam relasi ketenagakerjaan. Hal ini ditunjukkan dari revisi sejumlah pasal tentang pengupahan, ketentuan pemutusan hubungan kerja, ketentuan libur dan pekerja kontrak.

"Omnibus Law ini membolehkan PHK dengan alasan efisiensi, perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi pada 2012 melarang PHK dengan alasan efisiensi."

Omnibus Law juga menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dan menyerahkan pengaturannya melalui Peraturan Pemerintah. "Praktek ini tentu saja bisa merugikan pekerja media yang cukup banyak tidak berstatus pekerja tetap. Ketentuan baru ini membuat status kontrak semacam ini akan semakin luas dan merugikan pekerja media."

Omnibus Law juga mengurangi hari libur, dari semula bisa dua hari selama seminggu, kini hanya satu hari dalam seminggu. Pasal soal cuti panjang juga dihapus dan menyebut soal pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. 

Ketentuan soal ini juga disebut harus diatur dalam perjanjian kerja bersama. "Padahal kita tahu bahwa mendirikan serikat pekerja di media itu sangat besar tantangannya sehingga sebagian besar media kita tidak memiliki serikat pekerja."

Di lain pihak Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Revolusi Riza menjelaskan Omnibus Law juga menghapus pasal sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan. "Ini bisa menjadikan kesejahteraan jurnalis makin tidak menentu karena peluang pengusaha memberikan upah layak semakin jauh karena tidak ada lagi ketentuan soal sanksi," katanya.

Selain itu, AJI Indonesia pun memberi kecaman atas pengesahan Omnibus Law karena merevisi Undang-Undang Penyiaran dengan ketentuan baru yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran. Omnibus Law ini akan membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang dianggap melanggar oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Padahal, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh. Omnibus Law juga memberi kewenangan besar kepada pemerintah mengatur penyiaran. Sebab, pasal 34 yang mengatur peran KPI dalam proses perizinan penyiaran, dihilangkan."

Dihapusnya pasal tersebut pun menghilangkan ketentuan batasan waktu perizinan penyiaran yaitu 10 tahun untuk televisi, 5 tahun untuk radio dan juga larangan izin penyiaran dipindahtangankan ke pihak lain. Ketentuan penting lain yang diubah Omnibus Law adalah diberikannya wewenang migrasi digital sepenuhnya kepada pemerintah.

"Padahal migrasi digital bukan hanya semata alih teknologi tetapi juga perubahan tata kelola penyiaran yang selayaknya diatur negara pada tingkat undang-undang, bukan di Peraturan Pemerintah," tutup Riza. (red-ht-klk)

Related Posts: