Oleh: Teofilio Da Silva Amaral
Lahir di Kota Dili (Timor Leste) pada tanggal 13 Juli 1992. Sekarang tinggal di Kota Kefamenanu Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menyelesaikan studi D3 Jurusan Manajemen Informatika dan mendapat gelar A,Md dari Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Iha ai-laran tuan ida moris balada barak hanesan laho, koellu, manu loriku ho nia oan sira. Sira moris hakmatek tan ai-mahon no iha ai -han barak atu han. Besik ai-laran ne’e moris toos nain ida naran tiu Peu.
Loron ida, tiu Peu ba’ai-laran atu taa ai.
“Tum… tum…”
Ai
lian makaas tebes, manu loriku hakfodak no halai tuun ba’a hare. Koellu mos iha
ai sorin hafuhu tiu Peu. Manu loriku ta’uk tebes no halai arbiru de’it to’o xoke
tan ai ida to’o monu maibe semo nafatin. Manu-loriku soe hela nia oan ki’ik sira
iha ai-leten. Laho hein iha ai sorin, manu ki’ik sira hakilar buka sira-nia
inan.
Iha ai laran sira halo plenu atu salva
manu-loriku oan iha ai-leten. Lakleur ai lian nafatin no besik atu monu.
Balada sira buka ideia no sira foti
ai-tahan no ai-talik tara ba sira nia isin. Manu sira semo no balada seluk la’o
deit sira atu ba ataka tiu Peu.
Tiu Peu tesi hela ai, derrepente manu sira
mai ataka tiu pelu. Balu tuku, balu tata tiu Peu nia isin.
Tiu Peu halai maka’as hodi hakilar, “Mate-klamar!!!”
Balada
sira hamnasa hare tiu Peu, manu loriku hasoru malu fali ho nia oan.
“Ita
tenke proteje ita nia uma, keta husik ema aat sira mai estraga,” manu loriku koalia.
Iha ne’e kedas tiu petu ta’uk mai tesi iha ai-laran ne’e.
Pak Peu masuk ke hutan untuk menebang pohon. (Ilustrasi: Utep/LekoNTT) |
Hutan
Rumah Binatang
Di dalam hutan hidup banyak binatang seperti, tikus, kelinci, burung nuri dan anak-anaknya. Mereka hidup tenang karena ada tempat berteduh dan makanan yang banyak untuk dimakan.
Di tepi hutan itu, hidup seorang petani tuan tanah yang bernama Pak Peu.
Suatu hari Pak Peu pergi ke hutan untuk
menebang pohon.
“Tum… tum...”
Bunyi suara kayu sangat kuat. Burung nuri
kaget lalu terbang untuk melihatnya. Kelinci yang ada di sebelah pohon juga
mengintip Pak Peu. Burung nuri sangat ketakutan lalu terbang tak karuan sampai
menabrak sebuah pohon hingga terjatuh, tetapi karena ketakutan ia tetap bangun
dan terbang kembali. Burung nuri itu meninggalkan anak-anaknya di atas pohon.
Tikus menunggu di sebelah pohon, anak-anak burung berteriak mencari induknya.
Pak Peu berlari sambil berteriak: "Setan!!!" (Ilustrasi: Utep) |
Binatang-binatang itu lalu membuat sebuah
rencana untuk menyelamatkan anak-anak burung nuri yang berada di atas pohon.
Tak lama kemudian terdengar kembali suara pohon ditebang dan hampir tumbang.
Binatang-binatang itu mencari ide. Mereka
mengambil daun dan akar lalu menggantung ke tubuh mereka. Para burung terbang dan binatang lainnya hanya berjalan
saja untuk mencelakakan Pak Peu.
Pak
Peu tetap memotong pohon. Tiba-tiba para burung datang mencelakakan Pak
Peu. Sebagian mematuk, sebagian menggigit tubuh Pak Peu.
Pak Peu berlari sangat kencang sambil
berteriak: “Setan!!!”
Para binatang tertawa melihat Pak Peu,
burung nuri pun bisa bertemu kembali dengan anak-anaknya.
“Kita harus melindungi rumah kita, jangan
biarkan orang jahat datang merugikan kita,” kata burung nuri.
Sejak
saat itu Pak Peu sudah takut ke hutan untuk menebang pohon.
Ilustrator
Petrus Sibu (Utep), lahir di Haufo’o 23 Februari 1990. Memiliki hobi menggambar dan melukis sejak masih duduk di bangku SD. Menghasilkan banyak karya seni lukis sketsa wajah, seni lukis di media kain, triplek, dinding juga seni tato di tubuh. Sering mengikuti lomba menggambar dan melukis. Juara III Oko Mama Award, Lomba Sketsa Wajah yang diselenggarakan pada Tanggal 17-20 Agustus 2016 di UPT Taman Budaya Daerah NTT.
0 Response to "Cerita Dwi-Bahasa Tetun-Indonesia: Ai-Laran Uma Balada (Hutan Rumah Binatang)"
Posting Komentar