LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Hautèas: Kekuatan dan Pedoman Hidup Orang Dawan-Timor - Leko NTT

Hautèas: Kekuatan dan Pedoman Hidup Orang Dawan-Timor

Oleh: Herman Efriyanto Tanouf*

Simbol-simbol kebudayaan Atoen Metô (Orang Dawan-Timor) menyiratkan banyak makna. Salah satu wujudnya adalah Hautèas  (Bhs. Dawan: kayu utuh yang diserpih). Hautèas  disebut juga Haumonèf atau Hauleû   yang artinya tiang – kayu keramat (pemali). Biasanya ditempatkan di depan Uèml  atau Uèmfam (rumah adat), Oel/ Oematâ  (mata air pemali),  dan Fatu/ Fautleû  (batu pemali). Pemali dalam artian yang disakralkan, dianggap suci dan berisikan pantangan - pantangan tertentu. Jika dilanggar, maka seseorang akan mendapatkan kutukan dari para leluhur.

Hautèas  terbuat dari pohon nikis (Cassia fistula) pilihan yang memiliki tiga cabang sekaligus. Diameter cabang - cabangnya sama besar dan luas antar cabang harus sama.

Proses pengambilan (potong kayu) disertai ritual khusus dan takanab (mantra, pantun atau tutur adat). Takanab biasanya berisikan permohonan restu dari para leluhur dan juga izin kepada alam dan Pencipta terhadap pohon yang akan dipotong untuk kemudian dijadikan Hautèas.
Orang-orang Ekafalo, Insana saat menjalankan ritual di Hauteas. (Foto: HET)

Simbol dan makna yang terkandung dalam Hautèas, sebagai berikut:

Pertama, Uisneno  (Yang Tertinggi, Yang Kuasa, Yang Tak Terjangkau, Yang Transenden, Tuhan)

Uisneno  ditempatkan sebagai "yang pertama dan utama" dalam lingkaran kekuatan Atoen Metô . Ialah cabang pertama yang lebih panjang dari kedua cabang lainnya.

Atoen Metô  meyakini bahwa manusia diciptakan dan kehidupannya diberi oleh Uisneno. Jauh sebelum masuknya pengaruh budaya Barat dalam ajaran agama Atoen Metô  sudah meyakini akan adanya Sang Pencipta. Keyakinan ini termaktub dalam salah satu penggalan syair bahasa Dawan berikut ini:

O Uisneno, Usi Apakaet, Usi Amoêt ma Afatis
(Ya Tuhan, Pencipta dan Penuntun)
pao ma mpanat kai, fe kai mâtanik, manikin ma oetene
(jaga dan lindungilah kami, berilah kekuatan, berkah dan rahmat-Mu)

Atoen Metô  percaya bahwa kekuatan terbesar bersumber dari Uisneno. Manusia adalah ciptaan yang setiap saat diberi kehidupan dalam napas yang dihembus dan segala bentuk penopang kehidupan manusia.

Semua yang ada di bumi diciptakan oleh Uisneno. Tugas utama manusia adalah menjaga dan memanfaatkan ciptaan yang ada. Oleh sebab itu, adalah kewajiban, memohonkan tuntunan Uisneno agar manusia tetap kuat menjalani kehidupan di dunia ini.
Foto: HET

Pada ujung cabang pertama ini, ditancapkan buah kelapa muda dengan keyakinan bahwa air dari kelapa tersebut adalah sumber (simbol) kehidupan. Selain itu, juga diyakini sebagai sumber segala berkah dari Uisneno.  Demikian air, memberi kehidupan bagi segala yang ada di dunia.

Kedua, Beê-Naî, Smanaf -Smanaf  (Para Leluhur dan semua orang yang telah meninggal dunia)

Para arwah leluhur disimbolkan pada cabang ketiga (sama pendek dengan cabang kedua). Leluhur dan semua rumpun keluarga setelah meninggal dan mengalami kehidupan di nenotunan (surga) diyakini sebagai pendoa dan pelindung bagi manusia yang masih hidup di dunia. Oleh karenanya setiap kali ada ritual adat (permohonan) di Hautèas  nama leluhur dan keluarga yang telah meninggal dunia selalu disebut.

Beê - Naî, Smanaf - smanaf nbi nenotunan
(Wahai leluhur, semua arwah di surga)

mipes main kai noko maufinu humâ - humâ nbi pah pinan i
(hindarkanlah kami dari segala marabahaya di dunia ini)

Foto: HET

Permohonan yang dihaturkan mengarah kepada harapan akan kekuatan bagi kehidupan manusia agar mampu menghindari dan mengatasi setiap persoalan hidup dengan baik. Para arwah adalah pendoa dan sebaliknya manusia yang masih hidup berkewajiban untuk mendoakan semua mereka yang telah meninggal agar berkenan dihapus dosa-dosa dan memperoleh kehidupan kekal di nenotunan.

Ketiga, Aina - Ama Anaâ Plenat: Pemegang Kekuasaan di Dunia (Raja/ Pemerintah)

Simbol pemerintah terdapat pada cabang kedua (agak pendek). Raja/ pemerintah adalah pemegang kekuasaan yang nyata di dunia. Rakyat sebagai pihak yang dikuasai dan dilindungi membutuhkan pihak lain yang mampu menjamin keberlangsungan hidup di dunia.

Penguasa dipandang sebagai sosok berkharisma dan memiliki warisan kekuatan. Dengannya rakyat mampu menjalani kehidupan yang nyaman dan damai.

Berikut adalah penggalan syair yang mengisyaratkan adanya Raja/ Pemerintah:

Aina - Ama anaâ plenat nbi naija fafos i 
(Ibu - bapak pemegang kekuasaan di dunia ini)

et natuk - nanon tob ma tafâ 
(yang menuntun dan membimbing rakyat kecil)

Atoen Metô yakin bahwa raja atau pemerintah ada dan hadir sebagai benteng kekuatan yang mampu melindungi rakyat dari segala ancaman dan bahaya duniawi.

Ketiga kekuatan tersebut kemudian disatukan lagi oleh fautbenâ  (semacam mezbah atau meja persembahan berupa batu yang memiliki permukaan datar dan ditempatkan di antara ketiga cabang). Adanya meja persembahan menghubungkan cabang atau kekuatan yang satu dengan lainnya. UisnenoAina - Ama Anaâ Plenat dan Smanaf - Smanaf  disatukan kekuatannya dan menjadi pegangan hidup bagi Atoen Metô.
Wujud Fautbena (Foto: HET)

Di meja persembahan biasanya disajikan puah-manus (sirih-pinang), tuametô (sopi kampung) sisi-ma (daging dan makanan lainnya). Di mezbah itulah Atoen Metô  mengundang semua kekuatan untuk bersatu di dalam sajian - kurban yang disediakan. Sajian tersebut kemudian dinikmati sebagai perjamuan bersama. Atoen Metô menyebutnya tah ma tiun tabua (makan dan minum bersama).
Tekes (sesajian). Foto: HET

Selain mezbah yang terdapat di antara ketiga cabang tersebut, ada juga mezbah yang lain, tepatnya di bagian bawah. Mezbah tersebut dinamai tokô yang berfungsi sebagai tempat perjamuan. Sesajian yang terdapat di tokô biasanya berupa puah-manus, sisi-makâ, dan tuametô. Selain itu, tokô juga berfungsi sebagai tempat penyembelihan hewan kurban.

Tiga filosofi yang terkandung dalam Hautèas merupakan pedoman dan sumber kekuatan bagi Atoen Metô dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Ketiganya harus dijalankan secara seimbang agar seseorang tidak mendapat malapetaka dari segi kehidupan apapun.

Manusia sebagai individu sekaligus makhluk sosial tidak bisa terlepas dari tiga unsur tersebut. Setiap saat, hidup manusia dilingkupi berbagai urusan dengan Uisneno, Anaâ Plenat, dan Smanaf-Smanaf. Ketiganya merupakan kunci untuk memasuki bidang kehidupan lainnya.
* * *
Penulis: Herman Efriyanto Tanouf, Koordinator Komunitas Leko Kupang.
Artikel ini pernah dipublikasikan di Kompasiana

Related Posts:

10 Responses to "Hautèas: Kekuatan dan Pedoman Hidup Orang Dawan-Timor"

  1. Balasan
    1. Hallo Kak, sejauh yang Aleksa dengar, ini salah satu artikel Kak Herman Efriyanto Tanouf yang akan segera dibukukan dengan artikel budaya lainnya. Doakan ya Kak....salam dari Aleksa

      Hapus
  2. Sangat bermanfaat..
    Terima kash Leko NTT💪😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Kak, Leko NTT akan terus memberikan yang terbaik bagi pembaca, basodara sekalian.

      Salam hangat
      Aleksa

      Hapus
  3. Balasan
    1. Sama-sama. Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel di website ini.

      Salam
      Leko

      Hapus
  4. Sdikit usul bagusnya kalau Bisa di Bukukan saja Unu,

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Tulisan yang sangat bermanfaat bagi kami yang kurang paham tentang tradisi HAUTEAS yang memiliki makna yg sangat kaya. Trima kasih Kak. Mngkin akan lbih bgus lg kalau dibukukan.

















    BalasHapus