Gua Bitauni tampak dalam (Foto: Silvester Terry) |
Oleh: Yanti Tutpai*
Kata Bitauni berasal dari bahasa daerah Uab Meto-Timor. Nbi yang berarti di sini dan nataunon yang berarti bertahan. Kata Bitauni berarti bertahan disini. Tempat bertahan atau benteng pertahanan. Nama Bitauni diberikan para leluhur suku Aplasi yang merupakan salah satu suku tertua di Insana. Orang pertama yang menempati gua bitauni adalah seorang ksatria dengan nama Antoin Sukdale.
Antoin Sukdale
adalah seorang pengembara yang sangat berani dan gagah perkasa. Dikisahkan ia berasal dari tanah Sumba (sum tuan). Keberaniannya ditunjukkan
dengan perjalanannya meninggalkan tanah Sumba menuju tanah Timor dengan
menunggangi seekor buaya. Antoin Sukdale mendarat di tepian pantai Oenamo di Mena, dan bermukim di
Humusu. Di Haumusu, ia berkenalan dan hidup bersama dengan masyarakat setempat.
Dalam perjalanan
selanjutnya, Antoin Sukdale berkenalan dengan Kaisar Harneno. Karena keperkasaan
dan keberaniannya, ia semakin terkenal. Ia diminta menjadi panglima perang Raja Uskono di
Miomafo. Dalam perang itu
ada perjanjian, apabila menang,
ia akan dinikahkan dengan putri Raja Uskono.
Antoin Sukdale menang dalam pertempuran. Setelah menang ia membawa raja-raja Uskono turun dari istana kerajaan di atas gunung Miomaffo menuju Noetoko untuk membuka pemukiman baru, yaitu kerajaan Noetoko. Namun raja Uskono tidak menepati janjinya untuk menikahkan putrinya dengaan Antoin Sukdale. Malahan ia mau dikawinkan dengan seorang dayang raja. Hal ini menimbulkan persoalan antara Antoin Sukdale dan Raja Uskono. Untuk menyelesaikan persoalan ini, Raja Uskono memberi nama julukan Aplasi (Ap: katup, tutup dan Lasi: perkara, persoalan), kepada Antoin Sukdale.
Antoin Sukdale selanjutnya disebut sebagai Aplasi. Karena kehebatannya dalam perang, Antoin Sukdale atau Aplasi diberi gelar Nai Lais Uf. Ia semakin dikenal dalam masyarakat.
Setelah persoalan
antara Antoin Sukdale
atau Aplasi atau Nai Lasi Uf dan Uskono dapat diselesaikan,
Antoin Sukdale
pergi meninggalkan Uskono, menuju Oetulu sebuah perkampungan di kaki Gunung Miomafo.
Disana ia menikah
dengan putri kepala suku Naikofi. Setelah menikah, ia bukan ke Humusu, melainkan ke wilayah Kefamenanu. Di sana dibangunlah gua Maria dengan nama Gua
Aplasi.
Hidupnya Antoin Sukdale sebagai petualang
dimulai dengan berkelana di kampung Aplasi bersama keluarganya menuju Noemuti.
Ia berjumpa dengan raja Da
Costa. Ia tidak mau takluk kepada raja Dacosta lalu
pindah lagi dari Noemuti menuju daerah Insana tepatnya di Lupu, Mamsena. Ia memperkenalkan agama dengan istilah “pet
noo haken, boen noo haken: membangun
tempat daun palma dan tempat daun enau”.
Istilah religius ini mengandung makna paskah.
Namun perjuangan Anton Sukdale atau Aplasi atau Nai Lais Uf
tidak diterima masyarakat Mamsena. Mereka menentang misinya dan menggunakan
istilah, “Ho’e ka nahan, bijol ka nahan”. Artinya biola
tidak berdenting, gitar
pun tidak berbunyi, sebagai ungkapan
penolakan.
Penolakan itu
membuat Nai Lasi Uf berangkat lagi dari Mamsena menuju Kuanaek (Sosa-Tuatenu), sekarang disebut
Kleja.
Dari Kuanaek,
ia kemudian menuju Apam-Noenebu.
Karena selalu
dikejar-kejar orang Noemuti, kaki tangan raja Da Costa, Nai Lasi Uf merasa tidak nyaman juga
di Noenebu. Ia kemudian lalu bergerak ke wilayah Bitauni sekarang.
Di tempat itulah
ia menemukan sebuah bukit batu dengan
sebuah gua yang dikenal sebagai Gua Bitauni dan tinggal
bersama keluarganya. Lubang batu itu juga sekaligus menjadi tempat pertahanan dan
perlindungan dari serangan musuh. Di gua bitauni Nai Lasi Uf disapa Ustauni.
Dialah pemilik tempat ini. Nama ustauni berasal dari dua kata, yaitu: usi-tuan artinya pemilik dan Nataunon: tidak mau turun, bertahan. Maka
Ustauni berarti pemilik atau tuan yang tidak mau turun dari tempat tinggal atau
tempat pertahanan.
Bersambung...
Tentang Penulis:
Yanti Tutpai berasal dari Kelurahan Bitauni. Merupakan lulusan SMA Fides
Quaraens Intellectum, Sasi, Kefamenanu.
Kapan peristiwa itu terjadi
BalasHapus