LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Menyuarakan Hak dan Keadilan Bagi Nelayan, PIKUL Bikin Rembug Pesisir - Leko NTT

Menyuarakan Hak dan Keadilan Bagi Nelayan, PIKUL Bikin Rembug Pesisir

 

Kupang, LekoNTT.com - Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia dan menyongsong Hari Ikan Nasional, Perkumpulan PIKUL melangsungkan rembug pesisir secara daring melalui zoom meeting selama dua hari (27-28/10). Rembug Pesisir dengan tema Hak Atas Keadilan Produksi dan Keadilan Ruang Bagi Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan ini diikuti oleh para nelayan dari berbagai daerah di NTT.

Perkumpulan PIKUL dalam Rembug Pesisir menghadirkan pembicara dari berbagai pihak. Beberapa di antaranya, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) dan Akademisi. Rembug tersebut dimoderatori oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan PIKUL, Torry Kuswardono.

Terkait pemenuhan hak pelaku usaha kelautan dan perikanan,  Muhammad Zaini, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan, pemerintah melalui KKP telah mengupayakan hak-hak atas nelayan maupun keluarganya termasuk hak atas pendidikan dan teknologi.

"KKP telah mendirikan beberapa sekolah mulai dari SMK sampai Perguruan Tinggi yang difokuskan untuk 70% pelaku usaha kelautan dan perikanan baik itu nelayan, pembudidaya ikan, hingga petani garam," ungkap dalam zoom meeting pada Selasa (27/10).

Ia berharap agar semua stakeholder dapat mensosialisasikan pentingnya beasiswa pendidikan dari pemerintah kepada putera-puteri para pelaku usaha kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia. "Agar anak-anak pelaku usaha kelautan dan perikanan mempunyai akses yang setara dengan anak-anak lain di perkotaan serta dapat meningkatkan pendidikan mereka."

Sekjen KIARA, Susan Herawati dalam diskusi mengungkapkan, pemerintah Indonesia telah berupaya mendorong adanya poros maritim dunia, namun pada kenyataannya pengambilan berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur  maupun pelebaran destinasi wisata di Indonesia tidak melibatkan nelayan sebagai salah satu subjek penting dalam perumusan kebijakan. "KIARA melihat adanya perampasan ruang secara perlahan, pembatasan akses, privatisasi hingga penggerusan ruang hidup masyarakat pesisir."

Hal itu ditegaskan lagi oleh Dr. Suhana, dosen dan peneliti isu kelautan dan perikanan. Ia menandaskan, kebijakan atau perundang-undangan harus memperhatikan pemenuhan gizi bagi masyarakat yang kerap masih menjadi permasalahan khususnya di daerah pesisir. "Kebijakan juga harus mencegah eksploitasi atau budidaya ikan secara berlebihan agar kelestariannya tetap terjaga."

Suhana pun mengkritisi penyusunan UU Cipta Kerja. UU tersebut menurutnya "jangan sampai melanggar amanah dari UUD 1945. RUU Cipta Kerja perlu diapresiasi karena tetap memudahkan perijinan bagi nelayan kecil namun satu hal yang kurang konsisten adalah terkait SIPI dan SIUP, pengecualian hanya berlaku bagi SIPI tidak untuk SIUP."

Suhana menegaskan, perlu adanya konsistensi terhadap pemenuhan hak pelaku usaha kelautan dan perikanan karena kondisi perikanan tangkap perairan Indonesia meskipun terlihat mengalami peningkatan dalam produksi namun pertumbuhan produksi semakin menurun. "Jika setiap tahun mengalami penurunan, keberadaan ikan di perairan Indonesia akan hilang sehingga perlu adanya upaya untuk mempertahan produksi agar stabil. Sebisa mungkin meminimalisir eksploitasi ikan agar tidak sampai melebihi penangkapan yang diperbolehkan."

Sementara itu Project Manager Rights To Food Perkumpulan PIKUL, Andry Ratumakin mengungkapkan, keadilan sosial harusnya sampai kepada nelayan, keadilan seharusnya tidak terbatas pada narasi tetapi dalam bentuk aktualisasi. Ia pun membeberkan usaha Perkumpulan PIKUL dalam mengakomodir para nelayan.

"PIKUL melalui program Rights to Food atau hak atas pangan telah menjembatani pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk mengklaim identitas mereka. Perempuan pelaku kegiatan produksi dan pasca produksi adalah nelayan. Sejauh ini baru 20% nelayan yang diakomodir untuk mengklaim identitas mereka, ini membuktikan bahwa pengakuan negara masih minim."

Menyikapi situasi tersebut,  Deselina M.W Kaleka, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Budidaya mewakili Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT mengharapkan kerja sama yang baik. Menurutnya, pengembangan perikanan ke depan akan lebih maju kalau ada kerja kolaborasi dari berbagai pihak. (alk)

Related Posts:

0 Response to "Menyuarakan Hak dan Keadilan Bagi Nelayan, PIKUL Bikin Rembug Pesisir"

Posting Komentar