LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Gagalkan Omnibus Law hingga Mosi Tidak Percaya Kepada Pemerintah dan DPR RI - Leko NTT

Gagalkan Omnibus Law hingga Mosi Tidak Percaya Kepada Pemerintah dan DPR RI


Pada Senin, 5 September 2020 Omnibus Law RUU Cipta Kerja lanjut dibahas dan disahkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRI RI) walaupun ditentang oleh banyak kelompok masyarakat. Padahal jelas, setiap pasal dalam Omnibus Law justru menunjukkan negara mengabaikan hak rakyat untuk hidup bermartabat dan justru mempercepat perusakan lingkungan.

Sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menuntut Pemerintah dan DPR RI membatalkan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Muhammad Isnur, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sekaligus perwakilan FRI melalui keterangan tertulis mengatakan, RUU Cipta Kerja punya peluang menciptakan koruptor dan keserakahan dari para investor hitam. Pemerintah dan DPR telah mengkhianati rakyat Indonesia.

"Mosi Tidak Percaya kepada DPR dan Pemerintah. Rakyat menuntut, batalkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja! Pemerintah dan Parlemen telah melakukan pengkhianatan kepada rakyat  dan konstitusi. Sikap keras kepala mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja tepat di saat rakyat dilanda kesusahan besar akibat Pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi menunjukkan Pemerintah dan DPR telah menjadi antek penjajahan investor jahat dan koruptor," kata Isnur pada Senin (5/10/2020).

Isnur menandaskan kecaman keras FRI kepada Pemerintah RI dan DPR. "Rakyat Indonesia menuntut segera dihentikannya berbagai bentuk kriminalisasi kepada buruh dan rakyat yang akan melakukan mogok serta demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja. FRI mengingatkan bahwa berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat dijamin oleh konstitusi sehingga tidak boleh dihapuskan oleh niat jahat pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja yang hanya akan menghadirkan penjajahan gaya baru."

FRI mengajak masyarakat untuk semakin menyuarakan dan memperluas Mosi Tidak Percaya. Hal itu bisa dilakukan lewat aksi-aksi baik di dunia maya maupun dunia nyata untuk menggagalkan Omnibus Law dengan segala cara, lewat segala media. Termasuk mendukung rencana mogok massal buruh dan mengajak masyarakat, termasuk perempuan, di berbagai daerah dan sektor kehidupan (mahasiswa, tani, nelayan, kaum miskin kota dan desa) untuk mendukung pemogokan tersebut.

Omnibus Law Dipertanyakan

Pengesahan Omnibus Law, memancing banjir investasi meski dengan mutu yang dipertanyakan. Sebagian besar investasi berubah percepatan proyek mercusuar nasional, berkedok pembangunan strategis yang justru membuat masyarakat tidak mampu mempertahankan lahan penghidupannya.

Misalnya, Proyek Strategis Nasional dalam bentuk pembangunan pelabuhan dan bandar udara internasional baru, diantaranya Bandara Kertajati Jawa Barat, Bandara Internasional Yogyakarta, Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung, Pelabuhan Makassar New Port. Selain itu destinasi wisata baru seperti Labuan Bajo yang abai pembangunan berkelanjutan dan menghabisi penghidupan nelayan dan petani.

Contoh lainnya adalah Proyek Strategis Nasional dalam bentuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, seperti PLTU di Batang, Cirebon dan Indramayu, yang juga menghancurkan lahan petani dan nelayan. Alih-alih memikirkan nasib petani dan nelayan yang kehilangan sumber penghidupannya, RUU Cipta Kerja justru memfasilitasi keserakahan dan korupsi banyak investor hitam dengan bantuan oligarki.

Oligarki adalah persekutuan jahat antara pengusaha dan pejabat pemerintah/aparat keamanan yang menggunakan berbagai cara untuk merampas sumber penghidupan masyarakat. Semua itu didasarkan dengan dalih pengadaan lahan untuk “kepentingan umum” tanpa indikator yang bisa dipertanggungjawabkan dengan jelas.

Mimpi banjir investasi yang digadang-gadang dalam RUU Omnibus Cipta Kerja sudah bisa dipastikan tidak akan menjadi penyelamat ekonomi nasional. RUU Omnibus Cipta Kerja memberikan kemudahan perizinan hanya bagi segolongan pengusaha yang menjadi kroni pejabat dan anggota DPR yang memperluas korupsi.

Dicabutnya banyak kewenangan daerah dalam perencanaan fungsi wilayah untuk berbagai sektor serta perijinan menunjukkan keterbatasan pemahaman penyusun RUU Omnibus Cipta Kerja dalam pentingnya melibatkan daerah dalam agenda pembangunan. Niat pembenahan regulasi yang digadang-gadang dengan RUU Omnibus Cipta Kerja justru akan menciptakan lebih banyak penyumbatan dalam implementasi karena simplifikasi yang dilakukan hanya membabat ujung belaka tanpa perencanaan yang terintegrasi dengan agenda pembangunan.

Siapakah yang Paling Merugi dengan Adanya RUU Omnibus Cipta Kerja?

Kita semua. Contohnya Omnibus Law Cipta Kerja membuat pengusaha dapat menikmati Hak Guna Usaha (HGU) langsung 90 tahun. Padahal sebelumnya hanya 25 atau 35 tahun dengan perpanjangan 25 tahun jika perusahaan memenuhi syarat. Tentunya ini akan semakin memperdalam dan memperluas konflik agraria, dimana perempuan seringkali mengalami intimidasi dan kekerasan yang berlapis.

Seperti perempuan adat Pubabu yang diancam kriminalisasi karena melakukan aksi buka baju saat berhadapan dengan aparat keamanan.

Omnibus Law Cipta Kerja mengancam kedaulatan pangan karena ketentuan yang menyamakan kedudukan produksi pangan dalam negeri maupun cadangan pangan nasional dengan impor pangan sebagai sumber penyediaan pangan. Pasar domestik akan dibanjiri dengan pangan impor, sementara subsidi untuk petani dan nelayan terus dicabut. Terlebih sebagian besar perempuan produsen pangan merupakan produsen subsisten.

Omnibus Law ini pun mendukung penindasan dan kecurangan bagi kaum buruh. Jaminan pekerjaan layak dihilangkan karena outsourcing dan kontrak bisa semakin merajalela. Upah dan pesangon pun tidak mendapat perlindungan, sehingga akan semakin banyak kesewenang-wenangan pengusaha nakal.

Omnibus Law memperburuk perlindungan hak perempuan buruh. Tidak dikenal cuti karena haid atau keguguran karena hanya menyebutkan cuti tahunan dan cuti panjang lainnya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Buruh, petani, nelayan, masyarakat adat dan perempuan, serta kita semua tidak sedikit pun mendapatkan jaminan dalam Omnibus Law ini untuk memperoleh manfaat berkelanjutan dari potensi sumber daya alam. Penghilangan proses partisipasi dalam AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) di RUU Omnibus Cipta Kerja menciptakan kontestasi yang tidak berimbang antara pengusaha yang tidak peduli perusakan alam dengan publik.

RUU Cipta Kerja justru memberikan insentif pada pengusaha gelap dengan penghapusan izin lingkungan, dan juga perusahaan hanya dihukum administrasi bukan pidana jika mampu membayar denda. Alih-alih mewariskan alam yang lestari, agenda pembangunan berkelanjutan justru akan dirusak dengan Omnibus Law Cipta Kerja sehingga generasi penerus tidak akan mendapatkan apa-apa demi kepentingan sesaat.

Masifnya perampasan lahan, sulitnya lapangan pekerjaan, maupun hak-hak buruh yang semakin dipangkas juga dapat mendorong migrasi tenaga kerja. Perempuan banyak bermigrasi untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Perempuan buruh migran terus mengalami kekerasan dan pelanggaran hak yang berlapis karena minimnya perlindungan negara.

Sumber: Diolah dari Siaran Pers Fraksi Rakyat Indonesia, 5 Oktober 2020.

Related Posts:

0 Response to "Gagalkan Omnibus Law hingga Mosi Tidak Percaya Kepada Pemerintah dan DPR RI"

Posting Komentar