LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Koalisi Pembela HAM: Hentikan Kekerasan Terhadap Pembela HAM di Tengah Pandemi Covid-19 - Leko NTT

Koalisi Pembela HAM: Hentikan Kekerasan Terhadap Pembela HAM di Tengah Pandemi Covid-19


Jakarta, LekoNTT.com - Masyarakat dunia dibikin panik oleh kemunculan wabah Corona/ COVID-19. Lebih dari 1,4 juta umat manusia terjangkit dan dinyatakan positif Covid-19. Sedangkan angka kematian akibat wabah tersebut mencapai puluhan ribu.

Indonesia pun sejak awal Maret 2020, dihadapkan pada wabah COVID-19 yang berdampak buruk pada kesehatan maupun kehidupan sosial ekonomi nasional. Pemerintah sudah menetapkan berbagai kebijakan penanganan wabah mulai dari social/ physical distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Namun, di tengah wabah yang terus menunjukkan peningkatan jumlah korban hingga April 2020, negara masih melakukan tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat, terutama petani dan pembela HAM lingkungan hidup. Alih-alih melindungi masyarakat, menekan penyebaran wabah, jumlah korban COVID-19 dan melindungi tenaga medis di garis terdepan, Pemerintah dan aparat keamanan maupun penegak hukum justru melakukan represi terhadap aksi-aksi damai para petani dan pejuang lingkungan hidup.



Berikut, beberapa kasus yang terjadi di tengah maraknya COVID-19:

Pada 7 Maret 2020 sekitar pukul 02.30 WIB, kurang lebih 15 polisi memasuki Mess WALHI untuk menangkap James Watt, Untung dan Dedi Sasanto. Tidak lama berselang mereka langsung dibawa ke Kalimantan Tengah dan ditetapkan sebagai tersangka.

Kriminalisasi ini diduga merupakan skenario jahat PT. Hamparan Masawit Bangun Persada guna menghentikan perlawanan warga. Konflik antara warga dan perusahaan terjadi sejak tahun 2006. Tanah warga seluas 117 hektar dirampas oleh perusahaan. Tanah ini berada di luar HGU dan IUP perusahaan.

Kasus lainnya, pada 21 Maret 2020, pihak security dari perusahaan PT. Arta Prigel dibantu preman dan oknum kepolisian mendatangi dan memaksa warga meninggalkan lahan seluas 180,36 ha yang sedang bersengketa dengan perusahaan tersebut di Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera.

Ketika warga keberatan dan negosiasi gagal, terjadi pengeroyokan yang berakibat dua petani tewas. Mereka adalah Suryadi (40), dan Putra Bakti (35) dan dua lainnya mengalami luka di tangan, yaitu Sumarlin (38) dan Lionagustin (35).

Berselang enam hari kemudian, pada 27 Maret 2020, pihak kepolisian melakukan intimidasi dan membubarkan paksa aksi damai petani Tumpangpitu, Banyuwangi, Jawa Timur yang menolak perluasan area PT. BSI. Akibat tindakan ini, beberapa warga mengalami luka berat di kepala.

Aksi warga memblokir jalan bermula dari desakan Pemerintah Kecamatan Pesanggrahan agar warga menutup tenda perjuangan warga di dusun Pancer atas alasan respon pencegahan penyebaran COVID-19. Warga menolak karena mobil-mobil perusahaan ternyata juga masih beroperasi.

Warga bersedia menutup tenda asalkan perusahaan juga berhenti beroperasi. Usulan yang adil bagi warga maupun perusahaan ini sayangnya ditolak hingga menelan korban luka.

Selanjutnya, pada 2 April 2020, pihak PT. Mitra Aneka Rezki mendatangi lahan milik Kelompok Tani Mafan di Desa Sedang, Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin. Puluhan orang perusahaan didampingi aparat kepolisian hendak menggusur pondok-pondok petani yang diduga akan dijadikan kebun sawit.

Petani yang bersiap memanen padi berusaha menghalangi pihak perusahaan yang akan menggusur pondok. Pihak perusahaan pun tak menggubris dan merobohkan paksa pondok petani. Terdapat tiga pondok tempat penyimpanan padi yang dirusak. Pada masa ancaman krisis pangan, kepolisian justru melakukan tindakan buruk dengan mengawal perusakan lahan dan sarana pertanian.

Menyikapi berbagai kasus tersebut, Koalisi Pembela HAM melaporkan tindakan Kekerasan yang dilakukan perusahaan, juga kepolisian ke Komnas HAM dan KSP, tetapi belum bisa menyelesaikan konflik lahan dan perkara susulan terkait kekerasan yang dialami oleh para pejuang lingkungan hidup yang berusaha mempertahankan hak-haknya.

Untuk diketahui, Koalisi Pembela HAM dimaksud terdiri dari berbagai lembaga, antara lain: WALHI, JATAM, YLBHI, IMPARSIAL, YPII, AMNESTY INTERNATIONAL INDONESIA, KONTRAS, PBHI, HRWG, YAYASAN PANTAU, ICW, SOLIDARITAS PEREMPUAN, LBH PERS, ELSAM, KOMNAS PEREMPUAN, HUMA dan KEMITRAAN.

Koalisi Pembela HAM, melalui Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, meminta Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk menghentikan praktik-praktik kekerasan terhadap warga yang sedang memperjuangkan hak-hak mereka akan sumber kehidupan (Lahan, tanah, perkebunan, sawah).

Selain itu, memastikan bahwa arahan kepada semua aparat kepolisian untuk pencegahan wabah COVID-19 tetap mengedepankan persuasi, edukasi dan penegakan hukum yang profesional.

"Kami mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada tindakan-tindakan aparat di lapangan yang menyalahgunakan isu COVID-19 untuk membungkam kaum tani dalam membela hak-hak mereka," ungkap Usman kepada Leko NTT pada Rabu (8/4).

Wahyu Perdana, Manajer Kampanye Air, Pangan, Ekosistem Esensial, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, menilai kekerasan yang dialami pembela HAM sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menghadapi COVID-19.

"Masih terus berlangsungnya konflik, kriminalisasi, dan tetap beroperasinya industri ekstraktif menunjukkan pemerintah tidak serius dalam penanganan Covid-19".

Wahyu juga berharap agar Kapolri memberikan sanksi tegas kepada para anggotanya yang terlibat praktik kekerasan terhadap warga masyarakat yang tengah memperjuangkan hak-haknya. Ia juga meminta kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK dan Ombudsman untuk menjalankan kewajiban dan mandatnya memantau kasus-kasus kekerasan terhadap pembela HAM, memberikan perlindungan kepada pembela HAM dan memastikan pihak-pihak terkait untuk segera menyelesaikan kasus yang terjadi dengan keadilan dan penghormatan pada HAM.

Di lain pihak, Sekar Banjaran Aji, peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), meminta kepada Pemerintah agar melindungi hak-hak para petani dan pekebun.

"Dalam kondisi wabah seperti ini, ketahanan pangan sangat penting sebab impor sangatlah sulit. Pahlawan untuk mewujudkan hal tersebut tentu saja petani dan pekebun. Semestinya Pemerintah melindungi hak petani dan pekebun yang menjadi garda terdepan pertahanan pangan negara ini bukan malah sebaliknya," ungkapnya kepada Leko NTT pada Rabu (8/4).

Koalisi Pembela HAM melalui Sekar, juga meminta dan mendesak Pemerintah untuk tidak melakukan penggusuran dan relokasi masyarakat atas nama investasi maupun atas nama darurat penyebaran COVID-19. Dengan demikian tidak memperparah situasi sosial, ekonomi, serta psikologi masyarakat, terutama para perempuan yang mengalami beban berlapis di masa krisis COVID-19 ini. (het)

Sumber: Diolah dari Pernyataan Sikap Koalisi Pembela HAM di Jakarta pada 8 April 2020 yang diterima Leko NTT.
Ilustrasi: Tirto.id 

Related Posts:

0 Response to "Koalisi Pembela HAM: Hentikan Kekerasan Terhadap Pembela HAM di Tengah Pandemi Covid-19"

Posting Komentar