LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Steven Adler: dari Guns N' Roses, Narkoba, hingga Buku - Leko NTT

Steven Adler: dari Guns N' Roses, Narkoba, hingga Buku


Oleh: Derby Asmaningrum*


Saya tidak tahu apakah ini hanya sebuah sensasi atau memang benar-benar sebuah kegagalan eksekusi, nama Steven Adler pada 28 Juni 2019 lalu tiba-tiba mencuat dalam pemberitaan dunia hiburan khususnya musik. Oleh sebab insiden tusuk-menusuk perut, ia harus dilarikan ke rumah sakit.

Tak lama, pihaknya menyatakan bahwa kejadian itu tidak disengajai dan bukan percobaan bunuh diri. Ketika saya baca update-nya di media online beberapa hari kemudian, ternyata pria berusia 54 tahun itu mengabarkan bahwa dirinya masih hidup dan dalam kondisi sehat. Informasi tersebut tanpa merinci kronologi di balik perbuatannya yang sebetulnya ingin sekali saya ketahui. Entahlah jika ia memang memilih untuk menyembunyikan sesuatu.

Steven Adler (kedua dari kanan) drummer asli Guns N' Roses (GNR), band hard rock yang menggemparkan jagat raya pada akhir tahun 80-an. (Ki-ka): Duff McKagan (bass), Slash (lead guitar), Axl Rose (vokal) dan paling kanan Izzy Stradlin (rhythm guitar). (Foto: rollingstone.com/Ross Halfin)

Siapakah Steven Adler? Pastinya bukan tetangga sebelah rumah saya. Steven Adler yang terlahir dengan nama Michael Coletti ini adalah drummer pertama Guns N' Roses (GNR), band beraliran hard rock yang musiknya mendapat pengaruh dari AC/DC, Queen hingga Aerosmith.

Terbentuk pada tahun 1985 setelah ribet bongkar pasang personil, band yang akhirnya beranggotakan Axl Rose (vokal), Slash (lead guitar), Duff McKagan (bass), Izzy Stradlin (rhythm guitar) dan Steven Adler sendiri, telah melahirkan sebuah album studio perdana dahsyat. Appetite for Destruction (1987) yang seketika menarik perhatian dunia musik rock, terjual lebih dari 30 juta kopi di seluruh dunia. Disebut-sebut sebagai salah satu album terbaik sepanjang masa.

Lagu-lagu pada album itu timeless, melegenda dan memberikan appetite tersendiri buat kuping para rock n' rollers, sebut saja Welcome To the Jungle yang merupakan ekspresi kelima anak muda ini tentang ganas dan carut-marutnya kehidupan yang mereka jalani. Paradise City yang bercerita tentang kampung asal mereka yakni Los Angeles, Amerika Serikat atau lagu sayang-sayangan Sweet Child O Mine yang liriknya manis-manis gulali gula jawa ditulis sang frontman Axl Rose terinspirasi kekasih tercintanya saat itu, Erin Everly, puteri dari Don Everly, salah satu personil duo Everly Brothers.

Album itu pun memenangkan kategori Favorite Heavy Metal/ Hard Rock Album pada American Music Awards (AMA) tahun 1990 mengalahkan senior mereka Mötley Crüe dengan album Dr. Feelgood (1989) dan Skid Row dengan album self-titledSkid Row (1989).



Sebuah Harga yang Harus Dibayar Mahal

Menjadi seorang rockstar adalah cita-cita Adler sejak berumur 11 tahun. Bersamaan dengan itu ia mulai kecanduan ganja dan semakin mantap menggunakan heroin ketika beranjak dewasa, hasil dari pergaulan. 

Bersahabat dengan Saul Hudson (Slash) sejak di bangku SMP, ia selalu memperluas jaringan pertemanan terutama dengan para musisi hingga akhirnya bertemu dan nge-jam bareng Hollywood Rose, band besutan Axl Rose dan Izzy Stradlin. 

Setelah GNR terbentuk dan mulai merangkaki puncak dunia, Adler mulai habis-habisan menggauli heroin, kokain hingga Speedball (campuran heroin dan kokain) dalam dosis tinggi. Ramuan Speedball inilah yang kerap membawanya ke ujung kematian, overdosis. 

Selalu teler akibat duo bubuk-bubuknya itu, Adler dianggap tidak bisa menjalankan aktivitas manggung dan proses rekaman (ketika itu untuk album kedua Use Your Illusion) dengan semestinya. Setelah diberi beberapa ultimatum dari GNR yang ia remehkan, maka pemecatan pun menjadi jalan terakhir. 

Pada 11 Juli 1990 karirnya bersama band yang dibanggakannya itu resmi tamat. Ia hanya diberi ongkos selamat tinggal sebesar 2.000 dolar. Royalti dan segala kredit untuk kontribusinya semasa di GNR dibabat habis yang mengakibatkan ia mengalami masalah keuangan setelahnya. Menyadari GNR menendangnya seenak jidat, pada tahun 1991 ia maju ke pengadilan menuntut mantan band-nya sendiri. 

Kasusnya selesai pada tahun 1993 dimana ia menang dan mendapatkan ganti rugi sebanyak 2,5 juta dolar dan akan seterusnya menerima royalti sebesar 15 persen dari kontribusinya bersama GNR. Posisi Adler segera digantikan oleh Matt Sorum, penabuh drum dari band yang ketika itu beraliran gothic rock, The Cult.

Sebetulnya sungguh disayangkan kisah pemecatan ini karena lagu-lagu untuk album GNR berikutnya seperti Don't Cry, Back Off Bitch, You Could Be Mine (yang nantinya menjadi OST Terminator 2 Judgment Day, 1991) sudah diisi dengan drum tracks milik Adler yang akhirnya harus ia relakan untuk diutak-atik oleh sang drummer pengganti. Namun setidaknya ia masih bisa tersenyum, meski kecut, mengingat lagu terakhir yang ia rekam bersama GNR adalah Civil War dan ditampilkan dalam album kedua mereka, Use Your Illusion II (1991).

Ciri khas permainan drum Adler yang rock n' roll telah memberi warna tersendiri pada lagu-lagu GNR. Salah satu teknik bermainnya terdapat di sepanjang verse lagu Welcome To the Jungle dimana ia menampilkan teknik Hi-Hat (simbal) yang unik. Setelah ia dipecat, saya rasa usai sudah formasi perkasa band yang telah membuat dunia musik rock gonjang-ganjing. Sound GNR di album Use Your Illusion sudah berbeda, tidak lagi terasa magical tanpa swing dan groove sang drummer pertamanya.

Konser GNR tahun 1988 (klik di sini) ketika menggeber tembang seksi Rocket Queen memperlihatkan gaya permainan drum Adler yang telah membuat saya mengalami rockgasm akut. Saya tidak bisa tidur semalaman meski sudah mandi kembang dan pakai Sari Puspa.

Adalah patah hati yang berkepanjangan, didepak GNR membuat Adler semakin tenggelam dalam pusaran narkoba. Ia telah mengalami 28 overdosis, tiga kali percobaan bunuh diri, masuk penjara karena kepemilikan heroin dan tuduhan kekerasan seksual yang ia sanggah karena merasa dijebak. Ia juga pernah mengalami koma (hampir dinyatakan koma seumur hidup) pada 19 April 1996, apalagi kalau bukan karena Mr. Brownstone (julukan yang diberikan GNR untuk narkoba yang juga menjadi salah satu judul lagu mereka).

Tiga hari kemudian ia siuman namun pada saat itu juga ia harus menerima stroke pada bagian wajah sebelah kanan sebagai cobaan hidup berikutnya. Sungguh, ia masih termasuk beruntung karena stroke yang mendera tidak sampai mempengaruhi koordinasi gerakan tangan dan kakinya yang nyata-nyata ia butuhkan untuk bermain musik. 

Tidak kapok. Itulah nama tengah yang tepat buat Adler saat itu. Rehabilitasi berkali-kali, koma dan stroke tidak berhasil menghentikannya dari candu heroin. Di tahun 2007 dalam program televisi di channel VH1 bertajuk Celebrity Rehab with Dr. Drew, akhirnya membulatkan keinginannya untuk sembuh dan di saat yang sama ia juga bertekad untuk pulih dari stroke. 

Tidak pernah mudah, ia harus belajar dari awal lagi seperti anak-anak yang baru sekolah mengeja kata-kata. Perlahan-lahan ia membaik meski hingga sekarang ketika berbicara kalimatnya kerap terdengar tidak jelas akibat stroke yang pernah dideritanya itu.

Sang drummer di penghujung tahun 80-an, rocker muda dengan mimpi-mimpi yang layu sebelum benar-benar berkembang. (Foto: forums.stevehoffman.tv)

Habis Kelam, Terbitlah Buku

Sebagai musisi, Steven Adler adalah sosok survivorGNR survivorrock n' roll survivor dimana kebanyakan rekan-rekan sejawatnya hancur lebur dalam lingkaran seks, narkoba dan alkohol yang kemudian tewas karena overdosis, alcohol poisoning atau bahkan karena mengidap AIDS. Adler seakan mempunyai banyak nyawa untuk tetap hidup. 

Saat itu ia dilabeli rockstar, pecandu, pecundang, hidup sudah di ambang maut namun akhirnya sembuh dan kembali bermusik seperti sediakala.  Ia termotivasi untuk menceritakan lika-liku perjalanan hidupnya ke dalam lembaran-lembaran buku yang ia persembahkan, terutama untuk para penggemar setia GNR yang selalu mendukungnya dari awal karir hingga kini. 

Karyanya yang diberi judul My Appetite for Destruction : Sex and Drugs and Guns N' Roses dikerjakan tahun 2009. Ia dibantu oleh seorang teman prianya Lawrence J. Spagnola, seorang pelaku perfilman, musisi sekaligus penulis dan diterbitkan pertama kali tahun 2010.

Derby dan buku Sang Rockstar kesayangannya (Foto: Derby Asmaningrum)

Pengalaman hidupnya yang tumpah ruah setebal hampir 300 halaman itu berisi tentang kehidupan masa kecil, awal ketertarikannya dengan musik rock, karir bersama GNR termasuk kerumitan hubungan antar sesama personilnya. Ia pun membeberkan kisah cinta dan pernikahannya di tahun 1989 yang bubar jalan begitu saja, flirting, seks bebas, pelecehan seksual yang dialaminya ketika masih remaja dan tentu saja tentang pergulatannya dengan narkoba hingga bagaimana ia kembali bangkit untuk menemukan jalan pulang. 

Kisahnya yang liar sekaligus inspirasional tersebut ia tulis dengan antusias, rangkaian kalimat-kalimatnya yang kadang serius kadang jenaka yang membuat saya ngakak-ngakak sendiri ketika membacanya. Semuanya ia ceritakan dengan terbuka, blak-blakan, apa adanya.

Salah satu yang menarik perhatian saya dalam itu buku adalah ketika Adler harus bekerja serabutan mati-matian siang-malam, dari pembuat adonan pizza, pengelap meja di restoran, pegawai mini market tengah malam hingga bekerja di pom bensin, saat itu ia berusia belasan tahun dan tidak ingin melanjutkan sekolah. Pekerjaan apa saja dilakoninya untuk mengumpulkan uang demi membeli drumset profesional yang ia idam-idamkan, kemudian berhasil menjadi miliknya. 

Itu buku juga telah menjawab rasa penasaran saya tentang awal mula Adler belajar drum yang ternyata otodidak. Tiap malam, ia selalu menyelinap ke dalam gedung pertunjukan dimana band-band terkenal saat itu tengah manggung. Ia menemukan sebuah ruangan yang sangat sempit namun bisa membuatnya bebas mengintip dari atas melalui salah satu dindingnya yang sudah retak sehingga ia bisa melihat langsung ke bawah, ke arah drum. 

Dari situlah ia memperhatikan dan merekam dalam otaknya segala gerak-gerik dan teknik bermain para drummer. Pengalaman itu yang memampukan ia belajar sunguh-sungguh hingga menemukan gaya permainannya sendiri, sejalan dengan awal karirnya bersama GNR.

Di akhir autobiografinya, rocker yang sejak SMP juga bersahabat dengan Michael Peter Balzary alias Flea, pemain bas dari band Red Hot Chilli Peppers ini berharap para pembacanya terutama pencinta rock n' roll, bisa melihat seperti apa kehidupan seorang pecandu. Selain itu, ia juag mengutarakan bagaimana heroin telah 'memanjakan' sekaligus meluluhlantahkan hidupnya sehingga mereka semua akan berpikir dua kali untuk tidak menjadi seorang junkie seperti dirinya.
Rincian perjalanan hidup sang drummer yang tertuang pada lembar demi lembar buku karyanya. (Foto: Derby Asmaningrum)

Rock and Roll Hall of Fame

Setelah buku, halinat neno (berkat/rejeki/keuntungan) nampaknya masih berpihak kepada musisi yang satu ini. Steven Adler mempersunting seorang mujer latina Argentina (mujer = wanita) bernama Carolina Ferreira pada tahun 2002.

Pada 14 April 2012, personil GNR formasi lama (classic lineup) yang terdiri dari Axl Rose, Slash, Duff McKagan, Matt Sorum, Dizzy Reed (keyboard) dan Steven Adler dilantik menjadi penghuni Rock and Roll Hall of Fame, kategori Performer, namun sayang Axl Rose, Izzy Stradlin dan Dizzy Reed memutuskan untuk absen.

Hall of Fame sendiri merupakan sebuah museum bertempat di kota kelahiran Adler, Cleveland, Ohio, Amerika Serikat yang didedikasikan untuk merekam sejarah para artis, produser, dan orang-orang yang sangat terkenal dan memiliki pengaruh yang sangat besar di industri musik, terutama rock and roll. Artis-artis yang dilantik harus memiliki pengaruh yang cukup besar dan telah berkarir sedikitnya 25 tahun sejak merekam album pertama.

Selain menunjukkan keunggulan dan bakat musik yang tidak diragukan lagi, orang yang dilantik akan memiliki dampak signifikan pada evolusi dan pelestarian musik rock and roll itu sendiri. Bagi Adler, penganugerahan Rock and Roll Hall of Fame adalah mimpi yang nyata, momen terbaik sepanjang karir dan hidupnya. Pria kelahiran 22 Januari 1965 itu merasa lega, akhirnya dirinya diakui dan dicatat sejarah sebagai bagian dari salah satu band rock 'berbahaya' di dunia. Itu dulu, suatu ketika!

Momen Rock and Roll Hall of Fame ini juga dianggapnya sebagai saat yang tepat untuk menutup chapter GNR di hidupnya. Ia memang mencintai GNR dan selalu ingin menjadi bagian dari band yang semua personilnya sudah ia anggap sebagai kakak-kakaknya sendiri.

Namun masa-masa itu baginya telah selesai. Kini ia siap memulai lembaran hidupnya yang baru. Impiannya tidak muluk-muluk, ia hanya ingin bermusik, menerbangkan kembali hasrat rock n' roll-nya. Kali ini bersama Adler's Appetite, band hard rock yang ia bentuk pada tahun 2003 silam, namun sempat terbengkalai karena kisah-kasihnya dengan heroin.

Saya sudah mendengar lagu-lagu GNR yang ada di album Appetite for Destruction seperti Nightrain, Rocket Queen, Paradise City, Patience (GNR Lies, EP 1988), Don't Cry atau si tersohor November Rain (Use Your Illusion I, 1991). Itu salah satu aktivitas saya sejak duduk di bangku SMP dimana teman-teman sebaya kala itu dimabukkan oleh Basketcase milik Greenday dan dikejar-kejar Zombie-nya The Cranberries. Bagi saya GNR adalah Axl Rose, Izzy Stradlin, Duff McKagan, Slash dan Steven Adler. TITIK! Tanpa Steven Adler, GNR kehilangan separuh nafas rock n' roll-nya.

GNR classic lineup, ki-ka : Gilby Clarke (gitaris GNR setelah Izzy Stradlin memutuskan keluar di tahun 1991), Matt Sorum (drummer yang menggantikan posisi Steven Adler setelah ia ditendang dari GNR tahun 1990), Duff McKagan, Slash dan Steven Adler setelah tampil dalam Rock N' Roll Hall of Fame 2012 (Foto : nytimes.com/Michael Loccisano)

Adler adalah sosok drummer yang selalu bermusik dari hati, senantiasa menjadi personil yang paling gembira ketika memainkan instrumennya karena baginya, berada di atas pentas haruslah dinikmati dengan ceria, tidak cemberut atau seperti orang yang tengah mengalami konstipasi. Membuktikan kecintaannya akan musik, album Appetite for Destruction adalah wujud dedikasi Adler untuk rock n' roll

Matt Sorum apalagi Frank Ferrer (drummer GNR sekarang) atau mungkin jika nanti Axl Rose akan menggantinya lagi dengan Doraemon atau Nobita, tidak akan ada yang bisa menyamai cara seorang Steven Adler menjinakkan snare drum, bas drum, jejeran tom, dentingan cowbell dan aneka macam simbalnya.

Memang, tiap drummer punya ciri masing-masing, tapi ini GNR, band dengan darah dan denyut rock n' roll dan Adler tercipta untuknya! Dialah the best GNR drummer! Stevie punya semuanya, soul, groove, swing, beat, dan tentu saja, pe-so-na.

Jadi, nanentom kalau lagu berikut ini saya nyanyikan (meski dengan suara sember) untuk sang drummer pirang yang selalu riang, legendaris dan super manis,

Ooh uooh sweet child o mine
Oh oh uh uuhh sweet love of miiiinee....




Referensi:
Steven Adler & Lawrence J. Spagnola. 2011. My Appetite for Destruction: Sex & Drugs & Guns N' Roses. London: HarpersCollins Publishers.
Martin Kielty, 2019, Steven Adler Reportedly  Suffers Self-Inflicted Stab Wound. ultimateclassicrock.com, diakses Juli 2019.
Andy Greene, 2012. Steven Adler on AXL Rose: 'I'm Done With Him'rollingstone.com, diakses Juli 2019.
Rock & Roll Hall of Fame, 2016. Induction Processrockhall.com, diakses Juli 2019.
***
Prancis, 25 Juli 2019

Penulis:
*Derby Asmaningrum, Kompasianer asal Jakarta, kini tinggal dan bekerja di Prancis. Adalah mantan parmugari Singapora Airlines yang suka mendokumentasikan setiap perjalanannya melalui tulisan. Ia juga salah satu penggemar musik rock 80-an.

Ed: HET

Artikel ini pernah dipublikasikan di Kompasiana (25 Juli 2019), kemudian seizin penulis, artikel ini dikurasi dan dipublikasikan lagi di LekoNTT.

Related Posts:

2 Responses to "Steven Adler: dari Guns N' Roses, Narkoba, hingga Buku"