LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Di Fatunisuan-TTU, Jemaat Lepas Alas Kaki Sebelum Masuk Gedung Gereja - Leko NTT

Di Fatunisuan-TTU, Jemaat Lepas Alas Kaki Sebelum Masuk Gedung Gereja


Oleh: Ifana Tungga*

Minggu, 30 Juni 2019 yang lalu saya mengikuti Kebaktian Utama di Jemaat Efata Fatunisuan Klasis Timor Tengah Utara (TTU). Status saya sebagai mahasiswa yang akan melaksanakan masa Collegium Pastorale (CP) selama dua bulan.

Pagi itu setelah mempersiapkan diri di rumah pastori, mentor saya, Pdt. Nelci Laupae,  menyampaikan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan. “Nona, Mama lupa kasih tahu kemarin kalau di sini masuk gereja lepas sepatu. Jadi sebaiknya pakai nona pu sendal tali sa, atau nona mau pake itu sepatu ju baik, tapi nanti lepas di luar.” Demikian, sepatu yang baru saya beli sebelum datang ke tempat CP itu telah tersimpan rapi di lemari kamar selama dua minggu tanpa dipakai, sekalipun.
Foto: Ist.

Sejauh pengalaman pribadi bergereja di mana saja, itulah pengalaman pertama melepas alas kaki sebelum masuk ke gereja. Bukan hal baru, apalagi ketika Kebaktian Utama dilakukan saat musim hujan, alas kaki memang perlu ditanggalkan untuk menjaga kebersihan gedung gereja. Namun di Efata Fatunisuan, entah musim hujan atau panas, setiap kali masuk ke gereja alas kaki harus dilepas.

Opa Tanaem, orang yang mencetuskan ide tersebut. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Jemaat Efata Fatunisuan. Sebelumnya ia berstatus sebagai Penanggungjawab Jemaat ketika Efata Fatunisuan masih menjadi mata jemaat dari Jemaat Pniel Eban.

Gedung Gereja Efata Fatunisuan baru ditahbiskan pada tanggal 21 Oktober 2011. Sejak ditahbiskan, jemaat sudah diwajibkan untuk melepas alas kaki sebelum masuk ke gedung gereja.
Foto: Ifana Tungga

Saya merasa bahwa hal ini sangat menarik, sehingga beberapa waktu yang lalu saya bertanya pada Opa mengenai alasan di balik keputusan itu. Ada beberapa alasan yang Opa jelaskan kepada saya.

Menurut Opa Tanaem, biasanya ketenangan ibadah terganggu ketika ada yang masuk ke gedung gereja dengan bunyi sepatu saat melangkah. Ia juga menjelaskan, “biasanya kita lepas alas kaki saat mau masuk ke rumah orang, padahal baru lantai kasar. Bagaimana mungkin kita pakai alas kaki saat masuk rumah Tuhan?”

Selain kedua alasan tersebut, ada alasan lain yang menjadi dasar dari keputusan ini. Opa Tanaem mengacu pada peristiwa pemanggilan Musa di Gunung Horeb. Ketika Allah memanggil Musa dari tengah semak duri, Ia mengatakan, “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus” (Kel. 3: 5). Jemaat, sama seperti Musa, harus merendahkan diri di hadapan Allah yang Kudus.
Gereja Jemaat Efata Fatunisuan, TTU. (Foto: Ifana Tungga)

Opa Tanaem juga berkisah kalau sejak awal, keputusan itu sulit diterima oleh jemaat. Banyak jemaat yang kehilangan alas kaki saat keluar dari gedung gereja. Namun lama-kelamaan, mereka mulai terbiasa dan kehilangan alas kaki tidak pernah terjadi lagi.

Menariknya, jemaat tidak sekedar melaksanakan keputusan ini tanpa mengetahui alasannya. Saya bertanya pada beberapa anggota jemaat mengenai hal ini dan mereka menjelaskan hal-hal yang sudah disampaikan oleh Opa Tanaem.

Seorang majelis jemaat bercerita, bahwa dalam beberapa kesempatan ketika pimpinan daerah TTU datang ke gedung gereja Efata Fatunisuan, mereka tidak dibebaskan dari aturan melepas alas kaki. Jadi meskipun mereka adalah orang-orang dengan kedudukan tinggi di pemerintahan, saat masuk gedung gereja mereka tetap harus melepas alas kaki.

“Pernah ada pejabat pemerintah masuk gereja di sini pakai alas kaki. Tapi setelah lihat semua orang di dalam gereja tidak pakai alas kaki, dia keluar, lepas alas kaki, lalu masuk kembali.”

Ada kejadian menarik terkait kebiasaan ini. Beberapa waktu lalu, saya bersama kelompok Perempuan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Jemaat Efata Fatunisuan, berkunjung ke Noemuti. Dalam jadwal, kami akan mengikuti Ibadah Gabungan Perempuan GMIT Klasis TTU. Saya berjalan tepat di belakang seorang ibu ketika kami tiba di gedung gereja. Saat mau masuk, saya lihat ibu itu hendak melepas sepatu, namun dengan gesitnya, ia kenakan lagi.  Mungkin ia baru sadar, kalau kebiasaan melepas alas kaki hanya ada di Fatunisuan.
***

*Ifana Tungga, Mahasiswi Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Terpanggil untuk mendalami isu disabilitas dan sedang mengerjakan skripsi berkaitan dengan misi Gereja untuk orang-orang dengan disabilitas khususnya bagi teman-teman tuli. Saat ini sedang belajar bahasa isyarat bersama teman-teman tuli di Komunitas Belajar BISINDO Kupang. Waktu luang diisi juga dengan belajar Bahasa Inggris di Kelompok Children See Children Do (CSCD). Dapat dikunjungi juga di ifanatungga.wordpress.com.

Related Posts:

2 Responses to "Di Fatunisuan-TTU, Jemaat Lepas Alas Kaki Sebelum Masuk Gedung Gereja"

  1. Hallo Fan😆 Terimakasih untuk pengalamannya. Baca ini kaka teringat Tulisan Akhir dari seorang kaka mengenai "Tinggalkan Kasutmu"
    kesan pertama lucu kalo memang ada jemaat yang benar2 mempraktekkan dalam kehidupan sekarang! Tetapi sekaligu berbangga kalau jemaat disana memahami dengan benar "kasut" yang harus dilepaskan sebelum memasuki ruang ibadah 😊😇
    Teruslah berkarya Fan ❤💙
    God Bless You

    BalasHapus
  2. Terus berkary fana, sukakk GBU 🙏

    BalasHapus