LekoNTT.com: Membaca Dahulu, Berkomentar Kemudian
Group of Twenty tanpa Rakyat Perpecahan antara Organ Mahasiswa dan Organisasi Sipil - Leko NTT

Group of Twenty tanpa Rakyat Perpecahan antara Organ Mahasiswa dan Organisasi Sipil

Aliansi Indonesian People Assembly-Kupang berdemonstrasi di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur. Kupang, 16 November, 2022

Kupang, LekoNTT. Demi menanggapi Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty ke-16 yang berlangsung di Bali 13-16 November 2022, Aliansi Indonesian People Assembly wilayah Nusa Tenggara Timur, melangsungkan beberapa kegiatan di antaranya: diskusi luring dengan tema "Menentang Dominasi Imperialisme' pada Minggu 13 November 2022, diskusi daring melibatkan jejaring organisasi yang pro dan kontra akan penyelenggaraan G-20, Senin 14 November 2022 dan puncaknya aksi massa, Rabu, 16 November 2022. 

Aliansi Indonesian People Assembly terdiri dari Front Mahasiswa Nasional Cabang-Kupang, Seruni dan Pembaru Cabang Kupang.

Opresi, Represi Aparat dan Pertentangan Ideologis
Berbagai kegiatan demokratis ilmiah dihadang alat negara dengan represi dan opresi. Satu orang mahasiswi dan Enam mahasiswa UNIKA Widya Mandira-Kupang, menjadi korban salah tangkap pada 15 November 2022. Para mahasiswa tersebut awalnya dihadang oleh Tiga orang tak dikenal yang mengaku sebagai relawan Jokowi ketika sedang berdiskusi di kantin  Kampus. 

Mereka mempertanyakan mengenai diskusi yang mengkritisi Group of Tweenty, tak selang Lima menit kemudian aparat kepolisian dari sektor Tarus-Kabupaten Kupang datang dan membawa  para mahasiswa dan ketiga orang tersebut ke Kantor Polisi wilayah Tarus untuk dimintai keterangan dimulai dari pukul 22.00-01.00 WITA. 

Keesokan harinya pukul 08.45, aksi masa yang menolak penyelenggaraan G-20 berhadapan dengan organisasi masyarakat GARUDA yang melakukan aksi tandingan mendukung aktivitas Group of Twenty. Bukannya tetap bersuara sesuai intensi masing-masing, pihak GARUDA malah merebut meghaphone dari para peserta demonstran penolak G-20. Pihak masa aksi Indonesian People Assembly tidak melawan dan membiarkan tindakan inkonstitusional organ paramiliter ini terjadi.

Selain itu, perpecahan idelogis di kalangan mahasiswa pun terjadi, seharusnya mahasiswa berpihak pada rakyat sebagai wujud aktualisasi diri agent of change. Kelompok mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Pemuda Kota Kupang, malah menyatakan dukungan pada penyelenggaraan G-20 di Bali.

Dalil Aliansi Pemuda Kota Kupang sebagaimana dilansir redaksi dari batas.timor.com bahwasanya aliansi mendukung kegiatan tersebut agar menguatkan kemitraan, mempercepat produktifitas, mengeratkan ketahanan dan stabilitas, memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif dan kepemimpian kolektif global, kata Elfrid Liwug, Koordinator Aliansi.

Aliansi Pemuda Kota Kupang terdiri dari; Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Kupang, Kelompok Mahasiswa Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan-Universitas Nusa Cendana, Perhimpunan Mahasiswa Lembata-Kupang, Forum Mahasiswa Belu-Kupang, Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi-Kupang, GALEKA Kupang, HMS-Kupang dan Angkatan Muda Mahasiswa asal Ileape-Kupang.

Dalil Penolakan Group of Twenty oleh Indonesia People Assembly-Kupang
Krisis finansial dalam tubuh sistem kapitalisme internasional semakin memonopoli dan terus melahirkan krisis baru. Menghasilkan api perang yang berimbas pada perampasan. Merugikan berbagai negeri dan seluruh rakyat tertindas dunia. 

Pembentukan G-20 merupakan wujud nyata dari kegagalan negeri-negeri yang tergabung dalam G-Tujuh dalam mencari solusi atas krisis yang dihadapi. G-Tujuh di bawah komando imperialis nomor wahid Amerika Serikat adalah otak dari lahirnya G-20. G-20 atau Group of Twenty merupakan forum kerja sama multilateral terdiri atas 19 negara utama dan Uni Eropa. 

Anggota G-20 terdiri atas Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Turki, dan Uni Eropa. Sejarah pembentukan Group of Twenty tidak terlepas dari kekecewaan komunitas internasional terhadap kegagalan G-Tujuh dalam mencari solusi permasalahan krisis ekonomi setelah 1998. 

Pada 15 November 2022 telah diselenggarakan G-20 di Bali di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Penyelenggaraan dilangsungkan saat situasi dunia tengah dilanda resesi global seiring makin parahnya krisis energi, pangan dan melonjaknya utang global akibat dikte kebijakan moneter dan ekonomi Amerika Serikat. 

Pertarungan di antara negeri imperialis semakin sengit. Perang proksi imperialis Amerika di Ukraina melawan Rusia terus berlangsung, beriringan dengan makin tingginya tensi ketegangan militer di Indo-pasifik melalui provokasi, intimidasi dan hasutan perang yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya. Perebutan pasar kapital, barang dan jasa dunia antara imperialis pimpinan Amerika Serikat versus imperialis Tiongkok-Rusia sebagai kekuatan baru dunia turut mewarnai geopolitik global. 

Kekuatan imperialis utama pimpinan Amerika Serikat yang tengah mengalami kemerosotan akan ngotot memaksakan kepentingan mereka di atas segalanya, termasuk mengisolasi kekuatan Tiongkok dan Rusia. Agenda Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty yang baru saja berakhir memprioritaskan tiga isu utama, yakni rancangan kesehatan global, transisi energi terbarukan, dan transformasi digital. 

Cerita dari Pinggiran 
Dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Grup Duapuluh, provinsi Nusa Tenggara Timur akan menjadi pemuas napsu serakah negara-negara maju demi menjawab kepentingan energinya. Dalam menjawab transisi Energi Baru Terbarukan menggunakan energi listrik berkelanjutan, Nusa Cendana menjadi sasaran eksploitasi penyediaan sumber energi panas bumi-tersedia 28 titik di Nusa Tenggara Timur-untuk pembangunan pembangkit listik bertenaga panas bumi atau geothermal demi menunjang pemenuhan listrik industri. 

Pemerintah akan menjadikan Pulau Flores sebagai prioritas utama pemenuhan energi listrik. Kebijakan tersebut tertuang dalam komitmen pemerintah Indonesia mengembangkan potensi energi panas bumi. Dalam kebijakan Energi Nasional, pemerintah menargetkan pada tahun 2025, sebanyak 7.200 MWe listrik akan dihasilkan dari energi panas bumi. 

Ekspansi di Pulau Timor melalui proyek Perusahaan Listrik Tenaga Uap-Timor-1 yang sementara berjalan membutuhkan biomassa dari kayu Kaliandra Merah, Lamtoro dan Gamal. Atas dasar itu negara melalui lembaga pendidikan menempatkan Universitas Nusa Cendana sebagai pemasok kayu tersebut, letaknya berada di hutan adat masyarakat Pubabu. Konflik status hutan Pubabu telah mencapai 35 Tahun antara rakyat pubabu versus Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Pemprov Nusa Tenggara Timur. 

Begitupun pembangunan bendungan: Kolhua, Manikin dan Temef yang terus menuai penolakan dari rakyat terdampak mulai dari tidak adanya kompensasi dari negara atas peranpasan tanah hingga kehendak rakyat mempertahankan hak atas tanah keluarga maupun tanah adat. 

Selain menjadi penyedia sumber pembangkit energi listrik, Nusa Tenggara Timur juga menjadi penyedia mangan sebagi salah satu material pendukung pembuatan bateri penampung arus listrik. Kualitas batu Mangan dari tanah Cendana ini termasuk yang terbaik di dunia. Indonesia memiliki sumber daya mangan yang cukup besar, di mana sekitar 60 persen sumberdaya dan 70 persen cadangan mangan Indonesia berada di Nusa Tenggara Timur. 

Dengan jumlah sumber daya bijih 36.207.271 ton dan logam 17.206.234 ton dan total cadangan bijih 79.712.386 ton dan logam 38.998.324 ton. Selain itu, mangan Nusa Tenggara Timur terkenal memiliki kualitas tinggi (highgrade) di dunia. Demi memuluskan ekspansi bisnis oligarki, akan didorong pembangunan industri yang bisa merampas dan memberikan ancaman bagi rakyat. 

Kepentingan negara-negara imperialis ini juga menempatkan Indonesia sebagai pasar membagi kelimpahan industri melalui bisnis kendaraan listrik atau pasar yang akan mematikan produktifitas pemuda low skill, karena akan meningkatkan ketergantungan, beban utang akan bertambah banyak dan pencabutan subsidi bagi rakyat tidak bisa terhindarkan, terus dipangkas bahkan dicabut. 

Menurut Syahrul Sukwan, Koordinator Indonesian People Assembly wilayah Nusa Tenggara Timur, kondisi perampasan merupakan kado bagi negara-negara maju, sebab pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur diklaim pemerintah bakal mendukung ekonomi hijau dan penggunaan transportasi ramah lingkungan dengan target net zero emission pada 2060. 

Akibatnya bagi rakyat, akan banyak mesin-mesin yang dianggap tidak ramah lingkungan akan menjadi rongsokan tua yang tak terpakai, terlebih nelayan. Merekalah yang akan sangat terdampak karena target pemerintah akan menghentikan impor Bahan Bakar Minyak dan Gas. G-20 bukan membahas krisis rakyat. Justru mengatasi krisis yang terjadi pada negara-negara maju. Indonesia malahan diseret untuk menanggung beban krisis tersebut. Terkhusus mengenai emisi gas dan perubahan iklim. 

Berdasarkan data World Research Institute negara dengan penyumbang emisi terbesar adalah Amerika Serikat, China, dan beberapa negara Uni Eropa, yakni Inggris dan Perancis. Negara tersebut menghasilkan 12.399,6 juta metrik ton karbondioksida ekuivalen (mtco2e). Jumlah itu setara 26,1% dari total emisi global. Amerika Serikat menyusul dengan menyumbang 6.018,2 mtco2e yang setara dengan 12,7% emisi global. 

Kemudian, Uni Eropa menyumbang 3.572,6 mtco2e atau setara 7, 52% emisi global. Group of Twenty akan memerosotkan sistem pendidikan, dalam memaksimalkan teknologi digital dalam dunia pendidikan seperti pendidikan daring. Digitalisasi pendidikan memperjelas bahwa sistem pendidikan hari ini tidak ilmiah, demokratis dan mengabdi bagi rakyat. 

Pemuda akan tumbuh menjadi anti sosial, apolitis, amoral karena kepekaan pada situasi sosial semakin menurun. Untuk memaksimalkan pendidikan berbasil digital maka rakyat harus menambah biaya pengeluaran membeli barang-barang menunjang perkuliahan, paket data alat komputer dan perangkat lainnya. 

Sistem pendidikan akan semakin dikomersilkan atau menjadi barang dagang yang hanya bisa di akses masyarakat ekonomi menengah ke atas. G-20 tidak berorientasi untuk menyelesaikan pemanasan global, justru memperparahnya. Memperbesar perampasan tanah, hutan, wilayah pesisir sebagai penopang industri milik imperialis. 

Nasib kaum tani akan diperhadapkan dengan perampasan tanah, hutan, konversi lahan, krisis pangan karen gagal panen yang disebabkan karena curah hujan yang tidak menentu dan bahaya badai yang sulit diprediksi. 

Sedangkan nelayan akan merasakan pemanasan global ini, rusaknya rumah ikan seperti karang memutih dan rusak, naiknya permukaan air laut, tingkat keselamatan semakin kecil saat melaut, kemudian sulit membaca cuaca untuk melaut. 

Lagi, Group of Twenty tetap sebagai forum imperialis melancarkan kepentingan untuk merampas sumber daya alam, memanfaatkan kelimpahan tenaga kerja murah, menjadikan Indonesia sebagai pasar dan menjebak Indonesia melalui utang dan investasi. Atas dasar itu kami dari Indonesian People Assembly wilayah Nusa Tenggara Timur menuntut: 

Tolak G-20, Bubarkan Group of Twenty, Tegakan Hak Asasi Manusia, Tolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Deklarasikan darurat iklim sekarang, Cabut Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Lawan dominasi Imperialisme di Indonesia, Hentikan segala bentuk aktifitas Pemprov di Pubabu-Besipae sebelum ada penyelesaian konflik yang jelas, Hentikan kriminalisasi dan represi terhadap masyarakat yang berjuang, Undang-Undang demi keadilan bukan untuk kesewenang-wenangan pemerintah, Jalankan reforma agraria sejati dan bangun industrialisasi nasional, Wujudkan pendidikan yang ilmiah demokratis dan mengabdi pada rakyat. (AM/LekoNTT)


Related Posts:

0 Response to "Group of Twenty tanpa Rakyat Perpecahan antara Organ Mahasiswa dan Organisasi Sipil"

Posting Komentar